Rabu, 30 Desember 2015

PERJUMPAAN SAYA DENGAN PERITUAL GUNUNG

PERJUMPAAN SAYA DENGAN PERITUAL GUNUNG


Diawal pagi. Cahaya diufuk timur masih sebentuk garis jingga membelah cakrawala. Sementara didalam tenda dua sahabat  masih melingkar malas terbungkus slepping bag. Di depan perapian spirtus yang diatasnya ada setumpuk nesting, saya menyibukkan diri untuk melawan dingin. Duduk diatas flysheet yang masih basah oleh embun sementara tangan sibuk bermain dengan sendok dan garbu, menyiapkan makan sederhana, sarapan pagi simple, cepat saji dan penuh kalori. Suara pelan yang menyapa dari arah belakang memecah keheningan, membuat diri sedikit terhenyak. Saya menoleh, memandang sesosok lelaki kurus tinggi dan berambut panjang berdiri beberapa meter di belakang. Senyum dari lelaki itu sedikit  meredakan ketegangan.  Kemudian lelaki itu sedikit mendekat, saya pun paham bahwa dia hanya ingin sekedar mencari sahabat.
Semula sedikit canggung, kemudian kami mulai akrab. mungkin karena asal daerahnya sama, dia mengenalkan diri bernama agus berasal dari Kediri dan tepatnya berdomisili di salah satu desa di kecamatan Papar. Percakapan kami mulai menarik dan saya justru lebih banyak bertanya karena keberadaan di puncak gunung itu lebih dari enam bulan. Ya, saya berkenalan dengan seorang peritual gunung. Seringkali saya bertemu dengan peritual gunung tetapi yang berusia muda sangat jarang. Tidak tersirat kesedihan, senyumannya penuh kebahagiaan. Saya menanyakan tujuan hingga untuk apa sampai beberapa bulan mendiami tempat yang sunyi seperti itu? Bagaimana mengatasi problem logistik di mana kami harus bersusah payah mengendong ransel dengan penuh perbekalan dan akan habis dalam waktu tiga samapai empat hari saja? Beliau menjawab berikut penjelasannya dan semua terjawab bahwa dengan keyakinan dan cara berfikir positif semua persoalan bisa teratasi. Jika sudah menanamkan keyakinan untuk mampu bertahan maka kita bisa bertahan.
Tanpa air, udara mampu memberi pasokan minum. Memperangkap kabut dan embun dikala kemarau, menampung air hujan disaat musim penghujan. Rezeki dari alam tercurah dalam bentuk tiga liter air bersih siap minum dan semangkuk makanan sederhana sayur dedaunan yang tawar dan segar. Bahan baku melimpah di sela rerumputan. Silahturahmi pendaki kepuncak gunung adalah sebuah keberkahan, sisa logistic dalam bentuk makanan ataupun bahan bakar sering didapatkan sebagai ungkapan rasa persahabatan. Tidak menjadikan kekurangan sebagai masalah yang di keluhkan. Menerima dengan ikhlas apa yang didapat atas segenap upaya dan usaha. Hari demi hari di jalani bermodalkan kuatnya keyakinan untuk mampu bertahan. Cara berfikir positif mampu membunuh kejenuhan.
Mendiami gubuk kecil yang terselip diantara bebatuan besar yang jika siang terpapar terik dan malam tertusuk dingin. Seringkali harus berdesak-desakan beristirahat malam untuk Berbagi tempat dengan mereka yang tidak membawa tenda saat mendaki. Cerita-ceritanya sungguh mengagumkan tentang peritual-peritual gunung yang memberikan gambaran tentang sisi lain dari tujuan kami dimana mendaki sebagai sarana olahraga dan rekreasi. Mas agus adalah pribadi yang mudah bergaul, cepat akrab meski kami baru berjumpa. Baginya betapa penting berinteraksi dengan orang lain. Bagaimanapun juga sepi, dan sunyi yang berkepanjangan juga tidak nyaman. Manusia di ciptakan sebagai mahluk social yang membutuhkan teman. Sebuah perjumpaan yang memberi wawasan tentang pencarian jati diri, “banyu pertolo dan para pencari benda-benda pusaka. Tentang menghalau sepi, dan hidup sendiri di sudut bumi.
Matahari mulai beranjak meninggi, sinarnya semakin menyengat dan tidak bersahabat. Seperti yang lainnya, kami tawarkan secangkir kopi, roti-roti kering dan tiga bungkus mie instan sisa perbekalan. Sambil berbicara ringan tentang apa saja dan peradaban di bawah sana.

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...