Minggu, 29 Mei 2016

MENDAKI JALUR SUNYI MENUJU PUNCAK 2282 MDPL GUNUNG ANJASMORO



Kami bertiga berangkat dari Kediri saat hari masih pagi. Menggunakan tiga kendaraan bermotor yang melaju beriringan, perjalanan mengarah ke jalur Pegunungan Anjasmoro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang Jawa Timur. Masing-masing membonceng tas ransel berisi alat dan logistic untuk mendaki gunung. Seperti biasa jika kami telah memutuskan suatu rencana perjalanan maka dengan gigih akan segera di laksanakan. Berbekal sedikit informasi tentang jalur pendakian Gunung Anjasmoro kami mencari satu desa bernama Carang Wulung. Setelah beberapa kali bertanya hingga mendapatkan petunjuk yang tepat tentang lokasi basecamp pendakian Gunung Anjasmoro. Rumah Cak Kancil yang bersebelahan dengan Masjid Jabal Nur di Dusun Segunung Desa Carang Wulung Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang adalah basecamp pendakian Gunung Anjasmoro melalui Jalur Wonosalam. Bisa di sebut basecamp karena mayoritas pendaki biasa menitipkan kendaraan dirumah tersebut atau pemilik rumah bersedia memandu perjalanan mendaki Gunung Anjasmoro. Menuju basecamp tidak mudah karena harus melewati jalur makadam dan aspal yang rusak. 

Pendakian Gunung ini kami ditemani beberapa rekan pendaki dari Jombang. Gunung anjasmoro bukan gunung yang komersial seperti Gunung-Gunung lain di jawa timur seperti Semeru, Arjuno  dan Welirang. Jalur pendakian masih sepi, dalam satu bulan mungkin didaki kurang dari 100 orang. Pada saat kami mendaki hanya sekali berpapasan dengan 3 pendaki lain yang sedang turun sementara menurut informasi dari basecamp diatas hanya ada satu kelompok lain yang sedang melaju menuju puncak. Padahal waktu pendakian kami di hari sabtu dan minggu di mana Gunung-gunung lain pastinya penuh sesak oleh para pendaki. Setelah mengecek perbekalan dan perlengkapan, tepat jam 11 kami memulai perjalanan. Awal pendakian kami melewati ladang dan perkebunan penduduk , jalur  menanjak langsung menyambut. Perjalanan mendaki secara normal membutuhkan waktu 5 sampai 6 jam perjalanan  sementara untuk turun membutuhkan waktu 3 jam. Rasa lelah tidak terasa ketika mendaki bersama. Senda gurau dan candaan di sepanjang perjalanan bisa mengurangi rasa letih. Indahnya pemandangan alam di sepanjang jalur membuat semangat terus menyala. 

Jalur pendakian melalui desa Carang Wulung terdiri dari empat pos pendakian. Pos pertama dinamakan Pos Kancil, pos ini berada di sebuah puncak bukit. Area tidak terlalu luas di mana kanan dan kiri jurang yang dalam. Pemandangan alam di pos pertama ini sangat indah. Dua sisi yang berbeda, berada tepat di atasnya adalah hutan lebat sementara di bawahnya lahan pertanian dan perkampungan penduduk yang terlihat jelas menghampar luas. Di tempat ini bisa didirikan beberapa tenda untuk berkemah tampak beberapa lokasi bekas perapian.  Jalur menuju pos kedua langsung menanjak tajam, beberapa kali harus menyibak belukar dan mulai memasuki hutan hujan yang lebat. Pos II ini di namakan Pos Salwa. Jalur via Carang Wulung memang dipopulerkan oleh komunitas pendaki dari IPPALA dan Ngompas Jombang melalui beberapa event seperti endakian missal atau acara penghijauan. Pos kedua berada di tengah hutan di mana jalur berada di punggungan gunung.  Kelebatan hutan menjadi tempat yang ideal untuk kehidupan satwa liar. Pada saat beristirahat sempat melihat dua rangkok jawa terbang diatas kami, kepakan sayap dari tubuh besarnya menghasilkan suara yang cukup keras. Lokasi pos kedua ini tidak direkomendasikan untuk berkemah karena memang lokasinya tidak memadai untuk mendirikan tenda.

Waktu menunjukkan pukul 5 sore ketika kami menginjakkan kaki di pos ketiga yang disebut Pos Bambu. Melepas lelah di bawah rerimbunan pohon bambu sambil menunggu rekan lain yang sedang mengisi perbekalan air minum. Di dekat lokasi ini terdapat mata air terakhir. Kebutuhan air harus di isi penuh mengingat menuju ke puncak sudah tidak ada lagi sumber mata air.  Di Pos Bambu ada tempat yang cukup lapang untuk mendirikan beberapa tenda yaitu di bawah rerimbunan pohon  bambu. Kewaspadaan sangat perlu ketika mendirikan tenda di bawah rerimbunan bambu karena hewan berbahaya seperti ular masih sering di jumpai. Mata air terletak di kiri jalur mengarah ke bawah menuruni punggungan gunung sementara arah ke kanan merupakan jalur utama menuju puncak bayangan (pos keempat ). Kerapatan hutan, dan kelembapan tanah akibad curah hujan yang tinggi menjadikan tempat ini nyaman bagi serangga dan hewan kecil lainnya untuk berkembang dengan baik. Salah satunya hewan kecil yang cukup menggangu adalah Pacet. Hewan penghisap darah ini cukup banyak berkeliaran di tanah sehingga jika tidak menggunakan peralatan standart lapangan yang baik maka dipastikan kaki bentol-bentol akibad hisapan hewan Pacet. 

Hari mulai gelap saat kami melanjutkan perjalanan menuju pos keempat yaitu Puncak Bayangan. Rencananya di pos empat kami akan mendirikan perkemahan karena esoknya melanjutkan perjalanan mendaki menuju Puncak Anjasmoro. Perjalanan dari Pos Bambu menuju Pos keempat yaitu Puncak Bayangan membutuhkan waktu satu jam perjalanan. Lampu senter kami hidupkan, cahaya yang redup mampu menembus pekat malam. Berpuluh kunang-kunang dan hewan malam mulai meramaikan suasana mencekam dalam perjalanan menuju Puncak Bayangan. Medan terus menanjak beberapa rintangan pohon tumbang dan perdu harus kami lalui untuk mencapai pos Puncak Bayangan. Pos empat merupakan tempat yang ideal untuk mendirikan tenda. Lokasinya cukup luas dan terlindungi oleh semak dan rerumputan. Cuaca cerah dan langit bertabur bintang, beberapa gunung di sebelah timur berderet  Gunung Kawi, Arjuno, Kembar, Welirang saling sambung-menyambung dari kejauhan. Puncak Anjasmoro kelihatan jelas berada di kiri perkemahan kami. 

Inilah kebersamaan dan kekompakan para pendaki gunung, meski baru kenal dan dipertemukan untuk satu tujuan yang sama namun keakraban cepat terjalin. Bahu membahu mendirikan lima tenda bisa dilakukan dengan waktu yang singkat. Kurang dari lima belas menit perkemahan kami telah berdiri di puncak bayangan. Rasa lelah cepat terobati dengan bercanda gurau. Perjalanan ini harus kami nikmati dalam keterbatasan sumberdaya. Makan bersama terasa nikmat meski dengan cara sederhana. Melewati malam dengan duduk melingkar menghadap api unggun bercerita apa saja tentang perjalanan kami mendaki gunung atau menceritakan kisah mistis di tempat-tempat yang sunyi. Bara api mampu mengusir hawa dingin dan serangga yang tidak bersahabat. Malam makin larut sebagaian kawan masih terjaga sementara yang lainnya terlelap melingkar bebas didalam tenda.

Pagi menjelang, cahaya mulai menerobos sela-sela dedaunan. Kami harus segera bergegas melanjutkan perjalanan. Meski masih terasa letih namun ini adalah kesempatan terbaik untuk mencapai puncak. Perkemahan sedikit kami rapikan, memasukkan peralatan ke dalam tenda dan mendaki dengan perbekalan makan secukupnya.  Sebelumnya telah kami perhitungkan untuk memutuskan meninggalkan perkemahan tanpa penjagaan. Jarak pos Puncak Bayangan dengan puncak Gunung Anjasmoro tidak terlalu jauh. Berjalan tanpa istirahat untuk sampai ke puncak membutuhkan waktu 30 menit. Jalur menuju puncak tertutup semak dan rerumputan menuruni lembah selanjutnya mendaki menyusuri punggungan gunung. Memasuki area puncak ditandai dengan dua pohon besar yang terletak diantara jalur. Biasanya setiap gunung terdapat pintu masuk umumnya di sebut  pelawangan sebelum mencapai  puncak. Ditandai secara alami seperti pohon atau tanda buatan manusia seperti arca atau candi. Gunung-gunung di Indonesia dahulunya merupakan tempat yang di sakralkan atau dianggap suci oleh orang-orang terdahulu.
Puncak Anjasmoro berada di ketinggian 2.282 Meter diatas permukaan laut ( Mdpl ) tempatnya tidak terlalu terbuka terdapat pohon cemara dan semak belukar. Di puncak hempasan angin cukup kuat di sekitarnya terdapat lembah-lembah dengan hutan yang masih lebat. Dipuncak bisa disaksikan berderet pegunungan yang ada di jawa timur. Sedikit turun ke bawah terdapat lokasi pertapaan yang berupa susunan batu-batu besar dan terdapat lorong kecil. Bekas-bekas hio dan dupa masih tertata rapi di sebuah ruang kecil diantara bebatuan. Tidak boleh terlewatkan jika mendaki gunung adalah mengabadikan moment dengan foto bersama, membentangkan bendera-bendera team dengan latar belakang landscape alam yang luas. 

Perjalanan turun harus kami lalui dengan tantangan yang cukup berat, sewaktu di Pos Bayangan hujan turun dengan lebat. Lebih dari satu jam kami hanya bisa meringkuk di bawah bentangan flysheet. Beruntung peralatan dan tenda-tenda sudah kami kemasi. Jalur menurun ditambah guyuran hujan membuat tanah becek dan licin. Jika tidak berhati-hati dengan mudah terpeleset. Belum lagi tantangan rasa letih dan nyeri lutut karena berjalan turun. Tiga jam perjalanan dengan beberapa kali istirahat  kami kembali ke pos pendakian. Hal yang sangat kami syukuri dalam setiap pendakian adalah bisa sukses mendaki dan turun dengan selamat. 


Jalur menuju ke Pos Pendakian Carangwulung Wonosalam :
1.     Dari semua kota dengan bus atau kereta api menuju Kabupaten Jombang ( stasiun Jombang /Terminal Jombang )
2.       Jombang menuju arah ke Kecamatan Wonosalam ( angkutan umum ) turun Pasar Wonosalam
3.       Pasar Wonosalam – Dusun Segunung Desa Caragwulung    ( rumah Cak Kancil Masjid Jabal Nur ) transportasi menggunakan Ojek. 

Jalur menuju Puncak Anjasmoro :  
1.    Masjid Jabal Nur – Pos I ( Pos Kancil ) perkebunan dan ladang penduduk  estimasi waktu tempuh 60 menit
2.    Pos I ( Pos Kancil ) – Pos II ( pos Salwa ) melewati tanjakan mbok-mbokestimasi  waktu tempuh 90 menit
3.   Pos II ( pos Salwa ) – Pos III ( Pos Bambu ) mata air terakhir sebelum puncak waktu tempun 45 menit
4.   Pos III ( Pos bambu ) – Pos IV ( Puncak Bayangan ) estimasi waktu tempuh 60 menit
5.   Pos IV ( Puncak Bayangan ) – Puncak Anjasmoro estimasi waktu tempuh 45 menit
6.  Total estimasi waktu yang ditempuh 5 jam ( bisa lebih cepat dan bisa lebih lambat tergantung kecepatan berjalan kaki dan stamina )

Catatan : 

Mintalah petunjuk dengan akurat kepada pengelola basecamp terkait jalur karena beberapa Pos tidak ada papan informasi yang jelas. Sempat saya tanyakan kenapa tidak di berikan papan petunjuk di setiap pos seperti halnya di gunung lain yang di setiap pos terpampang petunjuk yang jelas. Dalam pengamatan saya lokasi yang masih terdapat papan petunjuk hanya di Pos Bayangan dan Puncak Anjasmoro. Menurut pengelola basecamp sebenarnya disetiap Pos sudah  di berikan papan petunjuk namun selalu hilang atau dirusak orang tidak bertanggung jawab.

Minggu, 03 April 2016

SAAT KAMI TIDAK BERHARAP SUNSET NAMUN TUHAN MEMBERI KAMI PELANGI ( Pendakian Gunung Ceremai 3078 Mdpl )



Stasiun Prujakan pagi ini cukup ramai. Stasiun kelas ekonomi di kota Cirebon ini merupakan jalur utama transportasi yang menghubungkan beberapa kota di Pulau Jawa. Tampak bergerombol kelompok-kelompok kecil manusia dengan tumpukan tas ransel di sudut stasiun. Kamipun sama seperti mereka bergerombol di depan stasiun membawa  tas ransel. Arah dan tujuan kami  dapat di pastikan dengan tepat jika melihat atribute dan barang yang di bawa, kemana lagi kalau bukan menyambangi Gunung tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ceremai yang menjulang tinggi di tiga kabupaten di Jawa Barat. Memang melalui stasiun ini merupakan akses paling mudah dan murah menuju ke Gunung Ceremai.

Kami berangkat bertiga dari Kabupaten Kediri Jawa Timur. Menumpang kereta api kelas ekonomi Mataremaja yang telah melegenda. Sepuluh jam melewati malam beristirahat dengan kaki terlipat tentu membutuhkan perjuangan yang berat. Meski begitu tetap saja ada sisi nyaman menggunakan transportasi kereta api kelas ekonomi karena suasana gerbong lebih tenang, sejuk dan tidak ada sesak penumpang. Di warung pojok depan Stasiun Prujakan, berbaur dengan pengemudi angkot, karyawan dan rekan pendaki lain kami menikmati sarapan pagi. Menjadi pilihan menu masakan dengan nama yang asing berlabel kuliner khas Cirebon. Nasi Lengko yang ternyata ketika di sajikan menjadi menu makanan yang sering di santap setiap hari.  Memang saya sebelumnya browsing kuliner khas Cirebon, tersebut Nasi Lengko, Empal Gentong dan Nasi jamblang.

Menuju Pos Pendakian Palutungan Gunung Ceremai yang terletak di Kabupaten Kuningan Jawa Barat kami menyewa angkutan umum. Sebelum tercapai kata mufakat kami sempat terlibat negoisasi alot. Kami mencari teman team pendaki lain yang menuju arah yang sama untuk berbagi biaya perjalanan. Akhirnya kami bertemu dengan beberapa kelompok pendaki dari Semarang dengan tujuan yang sama. Satu angkot terisi oleh delapan pendaki berikut barang bawaannya. Kami beberapa kali meminta berhenti untuk belanja kebutuhan logistic atau untuk keperluan lain. Hitung-hitung sebagai fasilitas bagi penyewa. Tarif tidak begitu mahal karena masing-masing di kenakan biaya 50.000,-  Itupun sebenarnya Si Sopir angkot telah menyimpang dari kesepakatan awal. Tapi tidak apalah, yang penting kami sampai dengan cepat dan selamat di pos Pendakian Palutungan. Si Sopir angkot pun juga kena hukuman karena beberapa saat sebelum sampai tujuan terjaring operasi lalu lintas.

Pos Pendakian Palutungan merupakan salah satu jalur dari 3 jalur resmi pendakian Gunung Ceremai. Dua jalur lain adalah Jalur Apuy dan Jalur Lingarjati. Start pendakian Palutungan berada di ketinggian 1.100 Mdpl sehingga menuju puncak Ceremai tentu harus melibas trek yang menanjak. Tujuan pendakian kali ini mengikuti agenda event penghijauan dan pendakian bersama yang di selenggarakan oleh gabungan komunitas petualang Cirebon. Repacking kami lakukan sambil beristirahat di gazebo pos pendakian.  Setelah mengikuti seremonial kegiatan kami memulai pendakian. Kegiatan yang berlangsung tiga hari dua malam ini akan diisi dengan beberapa kegiatan diantaranya penghijauan dan pendakian bersama.

Hari pertama ini kami menuju ke basecamp Cigowong yang merupakan Pos Pendakian pertama, total  ada Sembilan pos Pendakian yang harus ditempuh yaitu Cigowong, Kuta, Arban, Panguyangan Badak, Tanjakan Asoy, Pesanggrahan, Sangyang ropoh, Goa Walet dan finish di  Puncak Ceremai 3078 Mdpl. Medan tempuh yang terpanjang dari jalur menuju puncak Ceremai adalah menuju Pos Cigowong, dominasi jalur merupakan medan yang menajak dan melewati vegetasi  semak, perdu serta hutan pinus. Pos Cigowong merupakan daerah camp yang cukup luas. Di pos ini ada sarana MCK yang di buat perhutani, serta di lokasi ini terdapat mata air paling akhir. Mendaki dari Pos Cigowongi logistic air minum harus di persiapkan dengan baik karena menuju puncak sudah tidak terdapat mata air. Pos I Cigowong merupakan lokasi  yang ideal untuk berkemah karena tempatnya luas dan teduh. Kami mendirikan tenda di tempat yang lapang, hari mulai senja dan rintik hujan membasahi bumi. Flysheet dan jas hujan  di fungsikan sebagai caver kedua untuk menahan air agar tidak merembes ke dalam tenda. Tiada yang paling nyaman dalam kondisi seperti ini kecuali tidur melingkar di dalam sleping bag tentunya setelah mengisi perut dengan sebungkus mie instan dan minuman berenergi.

Cahaya menerobos kerapatan dedaunan, suara riuh pendaki dan penghuni hutan yang memulai aktivitasnya membangunkan kami dari lelap tidur lebih dari delapan jam.  Cuaca cukup bersahabat, di musim penghujan seperti ini yang kita hindari adalah perlengkapan pendakian basah sehingga peralatan yang kedap air sangat di butuhkan dalam pendakian. Agenda kegiatan pendakian hari ini adalah menuju pos Pesanggrahan. Untuk mencapai Pos Pesanggrahan dari Pos Cigowong harus melewati empat pos pendakian lain. Kami telah menyusun rencana sendiri dengan target menggapai puncak hari ini. Menuju pos kedua Kuta jarak tempuh tidak terlalu panjang tetapi treknya menanjak, selepas sungai Cigowong trek menanjak hingga pos kuta. Medan yang basah membuat jalur menjadi licin dan becek. Perjalanan ke pos ketiga Pangguyangan Badak trek tidak terlalu sulit beberapa jalur datar dan tetap melewati kerapatan hutan dengan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi ke langit. Pos Pangguyangan Badak berada di ketinggian 1.800 Mdpl dan jarak menuju ke puncak masih 4,5 Kilometer. Ada area yang cukup untuk mendirikan 10 tenda di pos ini. Konon pada masa lalu pos ini di ada lokasi berkubang badak.

Papan petunjuk di sepanjang Pos sangat jelas dengan keterangan jarak tempuh antar pos dan ketnggiannya. Jalur medan juga jelas karena seringnya di lalui pendaki. Menuju pos selanjutnya yaitu Pos Arban di ketinggian 2.050 Mdpl jalur mulai menanjak ekstrim, melewati dan merambat melalui akar-akar pohon. Pos selanjutnya sebelum mencapai pos pesanggrahan adalah Pos Tanjakan Asoy di ketinggian 2.200 Mdpl, di sini jalur menanjak ekstrem dan panjang. Menempuh jalur ini membutuhkan tenaga ekstra karena jalur menanjak tajam dan berkelak-kelok seakan tiada habisnya. Dominasi jalur tetap menembus kerapatan hutan basah dan merambat melalui akar-akar pohon.
Gunung Ceremai memiliki kerapatan hutan hujan yang luar biasa, matahari sulit menerobos sampai ke dasar tanah. Tanah menjadi subur karena dedaunan terurai dengan cepat. Pohon-pohon tanpa gangguan bisa tumbuh dengan besar. Tiga jam berjalan menanjak melewati empat pos kami sampai di Pos Pesanggarahan. Beristirahat sejenak selanjutnya segera kami dirikan tenda. Hujan mengguyur sebentar namun kami sudah terlindung di dalam tenda. Memulihkan stamina dengan makan siang dengan menu yang tetap sama mie instan dan minuman berenergi. Dua jam adalah waktu yang cukup untuk beristirahat dan memulihkan stamina. Menuju puncak kami masih harus melibas 2 pos lagi yaitu Pos Sangyang Ropoh ( 2650 Mdpl ) dan Goa Walet ( 2.950 Mdpl ). Semua perlengkapan kami tinggalkan di dalam tenda. Hanya peralatan survival dan logistic dalam tas backpack yang kami bawa. Dengan beban yang ringan kami berharap bisa melaju dengan cepat menuju puncak. Masih ada sisa waktu empat jam sebelum malam untuk menempuh perjalanan pulang pergi  dari Pos Pesanggrahan menuju Puncak Ceremai.

Selepas Pos Pesanggrahan kerapatan hutan mulai berkurang, Puncak Ceremai nampak dengan jelas. Pohon-pohon Edelweiss betebaran di sepanjang jalur trek menanjak berbatu menuju Puncak. Saat ini belum musim berbunga namun pohon Edelweiss tumbuh dengan baik dan saling mendominasi di ketinggian dengan Pohon Cantigi. Seletah melewati Pos Sangyang Ropoh kami melewati persimpangan jalur dengan papan petunjuk jalur yang jelas yaitu jalur menuju pos Pendakian Apuy dan Jalur menuju ke puncak. Persimpangan jalur ini berada di tengah-tengah antara Pos Sangyang Ropoh dengan Pos Goa Walet. Mulai dari jalur ini tanjakan makin sulit di lalui karena bebatuan yang mudah tergelinjir dan ceruk aliran air yang cukup dalam berada di sisi kanan dan kiri jalur. Goa walet merupakan pelawangan menuju ke Puncak Ceremai. Berada pada cekungan disisi puncak dengan area camp yang cukup luas membuat lokasi ini merupakan tempat yang nyaman untuk berlindung dari ancaman badai gunung. Lobang Goa Walet mengarah ke kawah, mungkin pada masa lalu area ini merupakan lokasi aliran lahar. Tampak diarea Goa Walet perkemahan pendaki memenuhi area camp.
Puncak Ceremai terlihat dengan jelas dari Pos Goa Walet. Dari pos ini jarak tempuh sesuai petunjuk menuju puncak tinggal 300 meter. Angin berhembus cukup kuat, namun pohon-pohon Cantigi di sepanjang jalur mampu melindungi pendaki dari terpaan Angin. Kami cukup khawatir jika terjadi hujan, sebelum kami mencapai puncak rintik hujan turun dan suara petir mengelegar di angkasa. Manusiawi jika kami merasa takut. Kami tetap berjalan dengan menggunakan flysheet untuk berlindung dari air hujan. Menjejakkan kaki di puncak, kami langsung berhadapan dengan bibir kawah yang dalam dan membentang luas. Hari telah senja namun matahari di ufuk barat masih mampu menyinari sebagian puncak sementara di sisi lain mendung hitam pekat. Ketika aktivitas fisik terhenti, dingin mulai menyergap menembut jaket dan menusuk kulit.  Seperti biasa mengabadikan dan mendokumentasikan moment berada di puncak gunung. Ada yang luar biasa dalam pendakian kali ini ketika kami tidak berharap mendapatkan sunset Tuhan memberikan kami pelangi di ufuk timur.  Sisi yang terang dan sisi yang gelap telah menghadirkan  keindahan cahaya di puncak Ceremai, Cahaya warna-warni pelangi menghiasi puncak Gunung Ceremai.

Menikmati moment kemenangan menggapai Puncak Ceremai dengan singkat namun begitu berkesan selanjutnya kami segera bergegas turun gunung. Kini kami hanya berfikir bagaimana segera turun dengan hati-hati dan bisa kembali ke bawah dengan selamat. Berbeda saat mendaki yang harus sering beristirahat singkat untuk mengatur nafas, kini kami turun dengan berjalan pelan dan tiada henti. Kami bersyukur sejauh ini tidak ada masalah yang berarti dengan modal utama untuk berjalan menempuh rute ini. Kaki masih kuat dan tidak ada yang cidera. Sebelum gelap kami sudah sampai kembali di Pos pendakian Pesanggrahan. Malam ini kami harus beristirahat dengan cukup meskipun pada kenyataannya mata sulit untuk terpejam. Hawa dingin di ketinggian 2.400 Mdpl bisa kami atasi dengan berlindung di kantong slepping bag, tapi rasa penat dan lelah tubuh sulit rasanya untuk di singkirkan.
Pagi menjelang dan kami segera berkemas. Peralatan dan perlengkapan sudah tertata rapi kembali ke dalam 3 tas ransel. Target pos pendakian Palutungan bisa di capai sebelum siang. Pos demi pos kami lewati dengan cepat dengan sesekali beristirahat. Logistik masih cukup untuk bekal perjalanan turun baik minuman maupun makanan. Berjalan hampir 5 jam kami sampai di Pos Pendakian Palutungan. Ada beberapa kelompok pendaki lain yang juga turun bersama kami. Memang kami sedikit menyimpang dari agenda pendakian. Seharusnya sesuai jadwal pagi ini kami baru summit menikmati sunrise dan di pastikan bisa kembali di pos palutungan sore hari.  Berada di pos Palutungan, kami bertiga dan beberapa rekan pendaki lain merupakan peserta kegiatan yang paling awal turun.

Udara terasa panas di depan Stasiun Prujakan Cirebon. Masih ada jeda waktu empat jam sebelum kereta api Brantas menjemput kami untuk pulang ke Kediri. Mencari kegiatan dengan membuka file-file foto yang kami dokumentasikan dan sebagian kami upload di media social. Sebelum pulang menyempatkan kembali untuk mencicipi kuliner khas Cirebon. Nasi Jamblang menjadi salah satu referensi keanekaragaman masakan khas nusantara.



JALUR TRANSPORTASI MENUJU POS PENDAKIAN PALUTUNGAN :
  1. Stasiun Prujakan Cirebon untuk kereta ekonomi  dari Jawa Timur, Jawa Tengah
  2. Stasiun Prujakan menuju Terminal Cirebon transportasi angkutan umum / ojek
  3. Terminal Cirebon menuju kuningan angkutan elf/ bus turun pertigaan Cigugur
  4. Pertigaan Cigugur menuju ke Pos Palutungan angkutan umum
  5. Sewa angkot dari depan stasiun Prujakan menuju Pos Palutungan ( alternative paling cepat )


JALUR PENDAKIAN PALUTUNGAN :
  1. Palutungan ( 1.100 Mdpl ) menuju Pos I Cigowong ( 1.450 Mdpl ) jarak 4,2 KM
  2. Pos I Cigowong ( 1.450 Mdpl ) menuju Pos II Kuta ( 1.575 Mdpl ) jarak 0,4 KM
  3. Pos II Kuta ( 1.575 Mdpl ) menuju Pos III Panguyangan badak ( 1.800 Mdpl ) jarak 0,6 KM
  4. Pos III Panguyangan Badak ( 1.800 Mdpl ) menuju pos IV Arban (2050 Mdpl )jarak 0,9 KM
  5. Pos IV Arban ( 2050 Mdpl ) menuju Pos V Tanjakan Asoy ( 2.200 Mdpl )jarak 0,7 KM
  6. Pos V Tanjakan Asoy ( 2.200 Mdpl ) menuju Pos VI Pesangrahan ( 2450 Mdpl ) jarak 1,3 KM
  7. Pos VI Pesanggrahan ( 2450 Mdpl ) menuju Pos VII Sangyang ropoh ( 2.650Mdpl )jarak 0,3 KM
  8. Pos VII Sangyang Ropoh ( 2.650 Mdpl ) menuju Pos VIII Goa Walet ( 2.950 Mdpl ) jarak 0.8 KM
  9. Pos VIII Goa Walet ( 2950 Mdpl ) menuju Puncak Ceremai ( 3078 Mdpl )jarak 0,3 KM
( Gunung Ceremai 3078 Mdpl ( 25-27 Maret 2016 ) Sabawana Mahacita Indonesia Mendaki di Atap Jawa Barat )

Selasa, 16 Februari 2016

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO




Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mobilmu, atau mempercayakan pada mewahya kaki-kaki mungilmu. Asalkan kita memiliki tekad yang kuat maka semua tujuan akan bisa dicapai. Seperti halnya mendaki gunung Telomoyo ini. Kamu bisa memilih jalanmu sendiri, karena roda-roda motor dan mobilmu akan mampu menggapai sampai puncaknya dalam waktu 30 sampai 60 menit lalu berdiri gagah di bawah tower-tower pemancar yang menghujam kelangit itu.  Kami memilih jalan sendiri, mempercayakan pada kedua kaki kami, melintasi jalur hutan, melewati Dusun Ngrawan Jalan Kalipancur RT 6 RW 1 Kecamatan Getasan Kab. Semarang.

Rute yang kami lewati ini di kenal juga dengan Jalur Prasasti. Jalur ini di bagi dalam empat etafe yang terdiri dari  3 pos dan 1 tanjakan ekstrem. Setelah meminta izin pendakian di Basecamp Prasasti, Saat itu kondisi basecamp sepi jauh berbeda dengan Basecamp Andong Taruna Jaya Giri. Pendaki jarang melewati jalur ini. Hal ini di tunjukkan dengan lintasan yang tertutup semak apalagi ketika masuk jalur ekstreme, sudah tidak ada lagi jejak jalur selain hanya berpatokan pada satu titik tower di atasnya. Mayoritas saya sebut " pengunjung wisatawan " untuk mereka yang mengendarai kendaraan, sekedar berwisata dan berkemah menikmati dingin dan view di atas Gunung Telomoyo. Rute yang kami lalui ini banyak bersinggungan dengan wisata sejarah seperti Waduk Mbalong, Makam Cikal Bakal, Prasasti Ngrawan, air terjun keramat, dan  Watu Telu. 


Beberapa ratus meter dari Basecamp Prasasti kami sampai di waduk kecil bernama Waduk Mbalong, Mata air yang jernih terisi ikan-ikan bermacam jenis, lingkungan yang asri di mana sekitarnya banyak pohon besar dan tinggi. Dari waduk Mbalong menuju Prasasti Ngrawan sekitar 500 meter dengan jalan menanjak. Tiga papan petunjuk jelas di perempatan antara akses ke desa dengan akses ke puncak via jalan raya. Papan petunjuk ini memberikan arah yang jelas bagi  wisatawan yang ingin menuju Prasasti Ngrawan. Didalam lokasi situs ini terdapat dua gentong batu yang terisi air hujan, di sekitarnya terhampar areal lahan pertanian penduduk. Kondisinya bersih dan terawat dengan baik. Perjalanan selanjutnya menuju pos I ( watu lonjong ) medan sudah mulai menanjak dan melewati vegetasi lahan pertanian penduduk. Pos I ( watu lonjong ) di sebut demikian karena terdapat batu besar dan lonjong sehingga bisa di jadikan tempat istirahat. Lokasi pos I ( watu lonjong ) ini berada  di batas vegetasi hutan dengan lahan pertanian. Menuju Pos II tanjakan semakin curam dan melewati vegetasi hutan yang rapat, jalur berkelak-kelok menyusuri punggungan bukit. Pos II ( watu lawang ) di sebut watu lawang karena terdapat dua batu besar yang membentuk pintu masuk. Memasuki Pos II ini kami sudah berada di ketinggian, tampak jelas Gunung Merbabu yang saat itu sebagaian puncaknya tertutup kabut. Perjalanan selanjutnya menuju Watu Telu. Ada 3 batuan besar membentuk seperti cekungan. Di tempat ini konon katanya merupakan tempat bertapa Baru Klinting tokoh legenda Rawa Pening dan cerita tentang pertapaan Soekarno selama 66 hari di Watu Telu. View di tempat ini memang menawan disisi kanan tampak gunung-gunung yang menjulang tinggi seperti Merbabu, Sumbing dan Sundoro sementara di sisi kiri kontras dengan nuansa pegunungan yaitu keindahan Rawa Pening dan jauh di sana lautan ( pantai utara ) . Papan petunjuk arah cukup jelas terpasang di beberapa titik hal ini membantu kami dalam orientasi medan. Selepas Watu Telu kami melangkah ke tujuan kami selanjutnya yaitu air terjun keramat. Setelah melewati lebatnya belukar kami menjejakkan kaki di bagian puncak Gunung Telomoyo.

Pada satu bagian puncak kami menemukan tugu batas kabupaten yaitu batas antara Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. Plakat besi menempel kokoh pada pondasi yang menghujam ke tanah. Meskipun kami telah sampai di bagain puncak Gunung Telomoyo perjalanan ke top puncak tertinggi masih cukup jauh. Kami harus menuruni punggungan gunung untuk selanjutnya melibas trek eksteme dengan kemiringan 70 derajat. Kondisi medan tidak jelas dan jalur tertutup semak belukar yang lebat. Hal ini menunjukkan bahwa jalur ini jarang di lalui oleh pendaki.  Melintasinya dengan berjalan merambat perlahan, bersusah payah berpegangan pada dahan perdu dan semak belukar. Pada kondisi ini di perparah dengan letihnya tubuh kami. Medan trek ini di sebut dengan jalur ekstreme, Jalur dengan jurang yang dalam, saya tidak mau membayangkan jika sampai tergelincir ke arah jurang tersebut. Apalagi di sepanjang jalur banyak lubang-lubang entah bekas sarang hewan apa. Menurut hemat kami lubang-lubang itu merupakan liang Musang. Mengingat di sepanjang jalur banyak kami temukan kotoran hewan Musang. Satu-satunya titik yang menjadi pedoman kami adalah Tower pemancar yang hanya terlihat pucuknya. Mendaki hampir empat puluh lima menit akhirnya kami sampai di belakang puncak. Sukses, guman kami dalam hati. Tiba di puncak kami menuju akses jalan aspal dengan jarak kurang dari limapuluh meter. alhamdullilah, target kami menggapai puncak Telomoyo melalui jalur Prasasti tercapai. Total perjalanan selama 3,5 jam dari Base Camp Prasasti menuju Puncak Telomoyo dengan ketinggian 1.894 Mdpl. Kami tidak menemukan sama sekali petunjuk atau tugu trianggulasi di puncak Telomoyo. Hanya Tower-Tower pemancar yang betebaran di Puncaknya. Sedikit turun ke bawah kurang lebih 100 meter terdapat landasan paralayang yang di klaim tertinggi di Asia tenggara. Namun kondisinya sudah rusak.

Pengunjung muda-mudi banyak memadati Puncak Telomoyo saat itu. Menurut penuturan penggunjung, jalur aspal kondisinya rusak berat, berlubang dan menyisakan bebatuan makadam. Suasana kurang mendukung, hujan gerimis mulai turun. Kabut menutupi permukaan gunung. Jarak pandang kurang dari 30 meter. Dalam pendakian ini kami harus berburu dengan waktu karena minimal sebelum jam 3 sore kami harus sampai di jalan utama. Mengingat angkutan umum terakhir jam 4 sore kami segera turun setelah meludeskan seluruh logistik kecuali 2 botol air minum yang masih terisi penuh.  Rute turun kami berpindah ke jalan beraspal tentunya tetap dengan berjalan kaki.
Memang benar penuturan para wisatawan jika jalannya rusak. Jalur landai panjang dan berkelak-kelok melintasi hutan. Saat berada di punggungan gunung sebelum jalur ekstreme kami sempat melihat lintasan jalur ini. Semua berjalan sesuai rencana untuk trekking ke Andong dan Telomoyo. 

Jalur Transportasi  :
Dari luar Propinsi jawa tengah perjalanan Kereta api (  turun  stasiun semarang atau​ stasiun Solo ) / Bus turun terminal Semarang atau Solo dilanjutkan perjalanan bus antar kota jurusan Semarang - Solo atau sebaliknya turun pertigaan Pasar Sapi Salatiga, Naik angkutan mikrobus arah magelang turun pertigaan Getasan arah ke Prasasti Ngrawan, jalan kaki/ Ojek ke arah dusun Dusun Ngrawan Jalan Kalipancur RT 6 RW 1 Kecamatan Getasan Kab. Semarang dengan jarak 2 kilometer. 

Jalur Pendakian :
Basecamp Prasasti - Waduk Mbalong - Prasasti Ngrawan -Pos I Watu Lonjong - Pos II Watu lawang - Pos III  Watu Telu - Air Terjun Keramat- Pelawangan Puncak - Jalur Ekstreme -Puncak Tower  Waktu tempuh pendakian maksimal 4,5 Jam menuju puncak Gunung Telomoyo.

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...