Rabu, 12 Agustus 2015

SEDIKIT CERITA TENTANG GEMSTONE


SEDIKIT CERITA TENTANG GEMSTONE

Debur ombak memecah keheningan pagi. Temaram jingga ​di langit selatan Cilacap menampakkan sebaris daratan. Kabut tipis yang menjadi tirai lambat laun​ ​mulai ​tersingkap​. ​Di permukaan lautan biru beberapa​ ​perahu cadik kecil​ saling beradu, lincah ​melompat-lompat di atas gelombang. ​Perahu itu ​​penuh sesak. ​membawa​ lima belas manusia dengan ransel di punggungnya. Nahkoda kapal terlalu hafal ​untuk sekedar ​​membaca ​arus laut​, paham arus itu​ ​akan ​menuju k​e​mana. Hanya dengan satu tangan​​,​ kemudi diarahkan, dan perahupun meluncur cepat menuju tujuan. Pantai pulau nusakambangan​. ​​​

​Mendengar namanya kesan seram langsung menyeruak dalam perasaan, Ya... itu adalah pulau "alcatras​​" tempat bermukim narapidana nomor wahid Indonesia. Angan seram langsung sirna setelah menginjakan kaki dipantainya yang putih,  menghampar tebing-tebing karang yang didalamnya terkandung aneka ragam "gemstone", serta kelebatan hutan dengan pohon-pohon raksasa. Bahkan di pintu gerbang setapak menuju hutan, mercusuar tua peninggalan belanda tertelan akar-akar pohon beringin raksasa. Sulit rasanya bisa meloloskan diri dari pulau ini jika terperangkap didalamnya. Tembok kokoh ini berbentuk laut  selatan yang terkenal ganas.


Sisi lain dari pulau ini yang telah memberi keberkahan adalah tambang gemstone. Deretan penjual batu akik beraneka jenis di sepanjang pantai teluk penyu cilacap adalah hasil sumberdaya dari pulau nusakambangan. Warga binaan di lapas-lapas nusakambangan adalah para perajin batu akik.  Batu-batu itu lalu di pasarkan di pesisir pantai cilacap bahkan ke luar daerah. Aktivitas tersebut sudah lama dijalani sebelum gemstone ngetren seperti saat ini.  Tergiur keuntungan yang tinggi banyak nelayan yang beralih profesi, menjadi pemburu atau pedagang gemstone. wisatawan di pantai bukan saja mereka yang yang sekedar ingin melihat-lihat indahnya pantai teluk penyu melainkan mereka yang sengaja berburu batu gemstone dari pulau nusakambangan. Batu akik telah membantu meningkatkan roda perekonomian mengingat di sepanjang perbukitan karst di selatan jawa potensi gemstone begitu luar biasa.


Layaknya sales profesional beberapa pedagang menawarkan beberapa hasil kreasi batu akik dengan senjata pamungkas batu gemstone khas nusakambangan di sebut " watu tumpang " motifnya seperti sisik penyu, bahan bakunya diambil dari karang-karang di seputar lapas nusakambangan. Meski saya bukan pakar akik, dari nilai estetisnya menurut saya akik tumpang tersebut dapat nilai B+

DI POJOK WARUNG ANGKRINGAN


Menunggu adalah suatu hal yang paling membosankan. Detik ini menuju waktu pemberangkatan kereta api masih enam jam kedepan. Kami mencoba rileks setelah dua hari menguras tenaga mendaki gunung ungaran. Melepas penat disalah satu sudut embung (danau buatan ) tepat didepan stasiun Tawang Semarang. Duduk dikursi kayu panjang menghadap meja yang diatasnya tersaji aneka menu makanan khas jawa. Ya, kami berdua singgah di warung angkringan Semarang. Ibu pedagang mencoba akrab dengan dengan sedikit celetukan "mase ngelih (lapar ) banget to,tas tekan ndi lho!!!" melihat kami berdua menghabiskan beberapa porsi "sego kucing". Saya hanya tersenyum sementara kawan saya dengan diplomatis menjawab dan mengomentari enaknya sambel teri.

Disudut lain tampak dua orang laki-laki paruh baya sedang bercakap. Salah satu penampilannya lusuh, rambut sedikit gimbal sementara satunya bersih dan rapi. Dengan nada yang cukup keras, tampak salah satu menasehati yang lainnya. Sebelumnya bapak tersebut terlebih dahulu meminta ijin kepada ibu pemilik warung dan kami. mungkin saja karena suaranya yang terdengar lantang dianggap menggangu. Saya perhatikan dan dengarkan dengan seksama apa yang di ucapkan bapak tadi kepada temannya. "Wis kowe, mangan sik sing warek, kono jupuk gorengan, iki udud'e (rokok)!!!. Ra sah kok pikir bayar'e, engko tak bayare. Tenangno pikir lan totonen atimu, bar kuwi rungokno omonganku. Rentetan nasehat diberikan dan jawaban pun dibatasi hanya dengan kata iso atau pora. "kowe, kuwi ra isin karo keluarga, tonggo ro koncomu, we jik sehat, delok awakmu jik roso, duwe keahlian pisan. Ra sin kowe nglandang nek dalanan. Golek duwik,wi sing memper lan bener. yo...pora. Lha aku ngene nuturi awakmu mergo jik ngangep konco..."

Lebih dari lima belas menit ceramah di sudut warung angkringan itu tiada terputus, kawannya yang di nasehati entah mendengarkan atau tidak. Apakah berkonsentrasi pada telingga untuk mendengar atau pada mulutnya yang sibuk mengunyah makanan. Saya salut pada karibnya yang mau berbagi makanan dan paling utama adalah kemuliaan nasehat. Saya tidak mau melewatkan, suasana di tempat seperti ini saya bisa meresapi dan jauh lebih menghayati makna kehidupan daripada tempat dengan fasilitas yang sempurna. Saya pun ikut mendengarkan, memposisikan diri sebagai orang yang juga di nasehati. Alunan suara logat semarang lebih dari sekedar hipnotis motivasi. Dua orang sahabat yang sedang berbagi di bawah temaram jingga warung angkringan. Garis besar saya menyimpulkan dalam bahasa kebijaksanaan. Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah. ( 3 Agustus 2015, perjalanan pulang dari mendaki gunung ungaran )

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...