Selasa, 16 Februari 2016

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO




Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mobilmu, atau mempercayakan pada mewahya kaki-kaki mungilmu. Asalkan kita memiliki tekad yang kuat maka semua tujuan akan bisa dicapai. Seperti halnya mendaki gunung Telomoyo ini. Kamu bisa memilih jalanmu sendiri, karena roda-roda motor dan mobilmu akan mampu menggapai sampai puncaknya dalam waktu 30 sampai 60 menit lalu berdiri gagah di bawah tower-tower pemancar yang menghujam kelangit itu.  Kami memilih jalan sendiri, mempercayakan pada kedua kaki kami, melintasi jalur hutan, melewati Dusun Ngrawan Jalan Kalipancur RT 6 RW 1 Kecamatan Getasan Kab. Semarang.

Rute yang kami lewati ini di kenal juga dengan Jalur Prasasti. Jalur ini di bagi dalam empat etafe yang terdiri dari  3 pos dan 1 tanjakan ekstrem. Setelah meminta izin pendakian di Basecamp Prasasti, Saat itu kondisi basecamp sepi jauh berbeda dengan Basecamp Andong Taruna Jaya Giri. Pendaki jarang melewati jalur ini. Hal ini di tunjukkan dengan lintasan yang tertutup semak apalagi ketika masuk jalur ekstreme, sudah tidak ada lagi jejak jalur selain hanya berpatokan pada satu titik tower di atasnya. Mayoritas saya sebut " pengunjung wisatawan " untuk mereka yang mengendarai kendaraan, sekedar berwisata dan berkemah menikmati dingin dan view di atas Gunung Telomoyo. Rute yang kami lalui ini banyak bersinggungan dengan wisata sejarah seperti Waduk Mbalong, Makam Cikal Bakal, Prasasti Ngrawan, air terjun keramat, dan  Watu Telu. 


Beberapa ratus meter dari Basecamp Prasasti kami sampai di waduk kecil bernama Waduk Mbalong, Mata air yang jernih terisi ikan-ikan bermacam jenis, lingkungan yang asri di mana sekitarnya banyak pohon besar dan tinggi. Dari waduk Mbalong menuju Prasasti Ngrawan sekitar 500 meter dengan jalan menanjak. Tiga papan petunjuk jelas di perempatan antara akses ke desa dengan akses ke puncak via jalan raya. Papan petunjuk ini memberikan arah yang jelas bagi  wisatawan yang ingin menuju Prasasti Ngrawan. Didalam lokasi situs ini terdapat dua gentong batu yang terisi air hujan, di sekitarnya terhampar areal lahan pertanian penduduk. Kondisinya bersih dan terawat dengan baik. Perjalanan selanjutnya menuju pos I ( watu lonjong ) medan sudah mulai menanjak dan melewati vegetasi lahan pertanian penduduk. Pos I ( watu lonjong ) di sebut demikian karena terdapat batu besar dan lonjong sehingga bisa di jadikan tempat istirahat. Lokasi pos I ( watu lonjong ) ini berada  di batas vegetasi hutan dengan lahan pertanian. Menuju Pos II tanjakan semakin curam dan melewati vegetasi hutan yang rapat, jalur berkelak-kelok menyusuri punggungan bukit. Pos II ( watu lawang ) di sebut watu lawang karena terdapat dua batu besar yang membentuk pintu masuk. Memasuki Pos II ini kami sudah berada di ketinggian, tampak jelas Gunung Merbabu yang saat itu sebagaian puncaknya tertutup kabut. Perjalanan selanjutnya menuju Watu Telu. Ada 3 batuan besar membentuk seperti cekungan. Di tempat ini konon katanya merupakan tempat bertapa Baru Klinting tokoh legenda Rawa Pening dan cerita tentang pertapaan Soekarno selama 66 hari di Watu Telu. View di tempat ini memang menawan disisi kanan tampak gunung-gunung yang menjulang tinggi seperti Merbabu, Sumbing dan Sundoro sementara di sisi kiri kontras dengan nuansa pegunungan yaitu keindahan Rawa Pening dan jauh di sana lautan ( pantai utara ) . Papan petunjuk arah cukup jelas terpasang di beberapa titik hal ini membantu kami dalam orientasi medan. Selepas Watu Telu kami melangkah ke tujuan kami selanjutnya yaitu air terjun keramat. Setelah melewati lebatnya belukar kami menjejakkan kaki di bagian puncak Gunung Telomoyo.

Pada satu bagian puncak kami menemukan tugu batas kabupaten yaitu batas antara Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. Plakat besi menempel kokoh pada pondasi yang menghujam ke tanah. Meskipun kami telah sampai di bagain puncak Gunung Telomoyo perjalanan ke top puncak tertinggi masih cukup jauh. Kami harus menuruni punggungan gunung untuk selanjutnya melibas trek eksteme dengan kemiringan 70 derajat. Kondisi medan tidak jelas dan jalur tertutup semak belukar yang lebat. Hal ini menunjukkan bahwa jalur ini jarang di lalui oleh pendaki.  Melintasinya dengan berjalan merambat perlahan, bersusah payah berpegangan pada dahan perdu dan semak belukar. Pada kondisi ini di perparah dengan letihnya tubuh kami. Medan trek ini di sebut dengan jalur ekstreme, Jalur dengan jurang yang dalam, saya tidak mau membayangkan jika sampai tergelincir ke arah jurang tersebut. Apalagi di sepanjang jalur banyak lubang-lubang entah bekas sarang hewan apa. Menurut hemat kami lubang-lubang itu merupakan liang Musang. Mengingat di sepanjang jalur banyak kami temukan kotoran hewan Musang. Satu-satunya titik yang menjadi pedoman kami adalah Tower pemancar yang hanya terlihat pucuknya. Mendaki hampir empat puluh lima menit akhirnya kami sampai di belakang puncak. Sukses, guman kami dalam hati. Tiba di puncak kami menuju akses jalan aspal dengan jarak kurang dari limapuluh meter. alhamdullilah, target kami menggapai puncak Telomoyo melalui jalur Prasasti tercapai. Total perjalanan selama 3,5 jam dari Base Camp Prasasti menuju Puncak Telomoyo dengan ketinggian 1.894 Mdpl. Kami tidak menemukan sama sekali petunjuk atau tugu trianggulasi di puncak Telomoyo. Hanya Tower-Tower pemancar yang betebaran di Puncaknya. Sedikit turun ke bawah kurang lebih 100 meter terdapat landasan paralayang yang di klaim tertinggi di Asia tenggara. Namun kondisinya sudah rusak.

Pengunjung muda-mudi banyak memadati Puncak Telomoyo saat itu. Menurut penuturan penggunjung, jalur aspal kondisinya rusak berat, berlubang dan menyisakan bebatuan makadam. Suasana kurang mendukung, hujan gerimis mulai turun. Kabut menutupi permukaan gunung. Jarak pandang kurang dari 30 meter. Dalam pendakian ini kami harus berburu dengan waktu karena minimal sebelum jam 3 sore kami harus sampai di jalan utama. Mengingat angkutan umum terakhir jam 4 sore kami segera turun setelah meludeskan seluruh logistik kecuali 2 botol air minum yang masih terisi penuh.  Rute turun kami berpindah ke jalan beraspal tentunya tetap dengan berjalan kaki.
Memang benar penuturan para wisatawan jika jalannya rusak. Jalur landai panjang dan berkelak-kelok melintasi hutan. Saat berada di punggungan gunung sebelum jalur ekstreme kami sempat melihat lintasan jalur ini. Semua berjalan sesuai rencana untuk trekking ke Andong dan Telomoyo. 

Jalur Transportasi  :
Dari luar Propinsi jawa tengah perjalanan Kereta api (  turun  stasiun semarang atau​ stasiun Solo ) / Bus turun terminal Semarang atau Solo dilanjutkan perjalanan bus antar kota jurusan Semarang - Solo atau sebaliknya turun pertigaan Pasar Sapi Salatiga, Naik angkutan mikrobus arah magelang turun pertigaan Getasan arah ke Prasasti Ngrawan, jalan kaki/ Ojek ke arah dusun Dusun Ngrawan Jalan Kalipancur RT 6 RW 1 Kecamatan Getasan Kab. Semarang dengan jarak 2 kilometer. 

Jalur Pendakian :
Basecamp Prasasti - Waduk Mbalong - Prasasti Ngrawan -Pos I Watu Lonjong - Pos II Watu lawang - Pos III  Watu Telu - Air Terjun Keramat- Pelawangan Puncak - Jalur Ekstreme -Puncak Tower  Waktu tempuh pendakian maksimal 4,5 Jam menuju puncak Gunung Telomoyo.

Selasa, 02 Februari 2016

ANDONG SI PUNUK UNTA PEMIKAT PENDAKI PEMULA




Hari masih pagi ketika kami menjejakkan kaki di Kota Salatiga. Perjalanan kereta api semalam lumayan nyaman. Kami bisa tidur nyenyak di sepertiga malam. Ibarat sambil menyelam minum air. Mengikuti agenda event Penghijauan di Gunung Andong sekaligus merealisasikan sebagian misi kami untuk mendaki atap-atap Jawa Tengah.  Menyelesaiakan 2 pendakian sekaligus dalam waktu dua hari.  Dua gunung yang saling berseberangan Gunung Andong dan Gunung Telomoyo. Micro bus berjalan pelan menuju arah tujuan kami, Pasar Ngablak. Kenek bus begitu teliti memeriksa setiap gang, Mungkin saja ada penumpang yang masih berjalan di antara gang tersebut. Tumpukan keranjang sayuran memenuhi kursi di deretan belakang. Hasil pertanian yang akan di jual di pasar. Menempuh perjalanan kurang dari satu jam dan setelah melewati Obyek Wisata Kopeng Salatiga sampai juga kami di Pasar Ngablak. Mungkin hari itu hari pasaran sehingga suasana pasar sangat ramai. Deretan mobil bak terbuka yang memuat dagangan dan para pembeli tumpah ruah ke jalan raya yang menghubungkan Kabupaten Salatiga ke Kabupaten Magelang. Kemacetan tak terhindarkan di ruas jalan tersebut.
Spanduk besar bertuliskan selamat datang di event penghijauan Gunung Andong mengarahkan tujuan kami ke Dusun Sawit Desa Girirejo Kecamatan Ngablak Magelang, Berjalan kaki di sepertiga perjalanan tiba-tiba kami di hentikan oleh satu mobil bak terbuka. Melihat kami memanggul ransel dan memastikan kami sebagai peserta event penghijauan mereka menawarkan tumpangan. Kendaraan tersebut mengarah pada tujuan yang sama karena mengangkut kebutuhan logistik panitia.  Meneruskan lagi perjalanan kurang lebih 2 kilometer menanjak dengan menumpang mobil bak terbuka sampailah kami di Basecamp Sawit. Basecamp Sawit di kelola oleh pemuda karang Taruna Jayagiri. Basecamp ini paling ramai diatara basecamp Gunung Andong lainnya karena hampir setiap malam di kunjungi ratusan pendaki. Saat kami tiba persiapan acara sedang di mulai. Masyarakat desa bekerjasama menyiapkan sarana, memasang tenda, menyiapkan lahan parkir, menyediakan tempat menginap bagi para peserta.  Para pendaki dari berbagai daerah juga mulai berdatangan. Tidak hanya pendaki lokal dari Salatiga dan Magelang tetapi banyak diantaranya dari luar kota seperti Bandung, Surabaya dan Jakarta dan tentu di tambah kami berdua dari Kediri. Harmoni alam dan keramahan masyarakat Dusun Sawit benar-benar mampu memikat penikmat gunung. Memadukan suasana alam dan budaya dalam event-event alam bebas dan sosial yang menarik. Berbagai kegiatan diadakan mulai dari Penghijauan, Pendakian massal, Aksi donor darah dll untuk mengenalkan Gunung Andong Kepada petualang dari berbagai daerah.
Setelah mendaftarkan diri di Pos Pendakian Andong kami

mulai melakukan pendakian. Kami memilih diantara beberapa macam tanaman yang di sediakan panitia yaitu dua bibit Pohon Beringin.  Rencananya akan kami tanam di sekitar makam yang ada di salah satu Puncak Gunung Andong. Menurut penuturan warga masyarakat lereng Gunung Andong, konon makam tersebut adalah makam penyebar agama islam dengan nama Kyai Abdul Fakih ( Ki Joko Pekik ). Banyak pejiarah yang datang mendaki ke puncak makam pada hari-hari tertentu apalagi pada saat mau ujian sekolah.  Peziarah muda semakin banyak mendaki Gunung Andong, entah untuk tujuan apa. Gunung Andong memiliki empat puncak yaitu Puncak Makam, Puncak Jiwa, Puncak Andong dan Puncak Alap-Alap. Puncak tertinggi adalah Puncak Andong dengan ketinggian 1.726 Mdpl. Untuk Mencapai Puncak membutuhkan waktu perjalanan 2 jam dengan kecepatan sedang. Kontur medan memaksa kami menguras tenaga ekstra karena jalur trek lumayan berat. Ada 2 pos pendakian menuju puncak. Pos pertama adalah Gili Cino ( watu Pocong ) terletak di tanjakan dengan hutan pinus di sekitarnya, Pos 2 ( Watu Gambir ) terletak di batas vegetasi pinus dengan semak. di dekat pos 2 ini ada sumber mata air yang bisa di gunakan untuk mengisi logistik minum pendaki. Pada batas vegetasi ini masih nampak sisa-sisa kebakaran hutan Gunung Andong beberapa waktu lalu. Selanjutnya trek menuju puncak melewati punggungan gunung. Melewati jalur ini harus waspada dalam menempuhnya, jika musim penghujan jalan cukup licin dan jika musim kemarau berdebu. Banyaknya pendaki membuat jalur lintasan semakin lebar dan dalam. Dahulu menurut warga sekitar di atas puncak jalurnya hanya setengah meter dan kanan kirinya adalah jurang yang dalam dan mendakinya harus merangkak tetapi kini di atas puncak jalur trek semakin lebar kira-kira lebih dari dua meter.
Sampai di atas puncak tepat jam 12 siang,  angin bertiup  kencang dan  kabut menyelimuti. beberapa tenda tampak berdiri di sekitar Puncak Makam sepertinya dari serombongan pelajar pramuka yang mengikuti event penghijauan. Kami memilih lokasi penanaman di sekitar makam. Tampaknya bangunan pelindung makam sedang dalam tahap pemugaran, bahan-bahan bangunan berserakan di sekitar makam. Puncak Andong berjarak tak lebih 200 meter dari Puncak Makam ini. Sekitar satu jam di atas puncak kabut mulai tersingkap, " Punuk Unta" sudah tidak samar lagi, terlukis jelas di mata, meliuk memberi view puncak yang indah.  Selain " Punuk Unta "  Puncak Andong memberikan panorama alam yang indah lainnya. Gunung ini di kelilingi gunung-gunung tinggi di sekitarnya. Disisi timur terlihat jelas Gunung Merbabu di ikuti Puncak Merapi di sebelahnya. Di arah barat berjejer Gunung Sumbing dan Sundoro yang berdiri megah dan menjulang ke angkasa. Jauh di utara  nampak Gunung Ungaran panjang membentang, di ikuti Gunung yang sejajar, Telomoyo dengan puncak towernya. Hempasan angin cukup dashyat di puncak ini. Enam jam kami bertahan sebelum akhirnya turun setelah mengabadikan moment sunset. Meski musim penghujan pada hari ini kami di anugerahi terang dan kabut yang tersingkap di penghujung senja. Sejak kami datang di puncak satu persatu tenda pendaki berdiri hingga tenda memenuhi seluruh dataran Puncak. Jika di hitung ada ratusan pendaki yang memenuhi puncak sampai sore itu. Ada gula di situ ada Semut, banyaknya pendaki  merupakan berkah dan peluang bagi para pedagang, beberapa warung makan dan tempat beristirahat berdiri diatas puncak. Meski sekedar Mie rebus dan minuman hangat, warung-warung tersebut penuh sesak di penuhi pengunjung. Selain kerlip bintang dan cahaya rembulan suasana puncak di malam hari juga lebih benderang di terangi oleh beberapa lampu genset milik pedagang.
Selepas Magrib, kami bergegas turun. Perjalanan menembus pekat malam di pandu lampu senter kecil. Di sepanjang jalur turun tidak henti-hentinya kami berpapasan dengan mereka yang mendaki. Beberapa jalur terhambat dan harus antri antara mereka yang sedang mendaki dengan mereka yang turun. Saya bayangkan betapa penuh sesaknya puncak malam ini. Mereka yang harus rela tidur melawan dingin berdesakan tanpa tenda. Untuk mendirikan tenda saja saya kira sudah tidak ada ruang lagi, melihat kondisi sore harinya kondisi puncak penuh sesak dengan tenda. Kami tempuh perjalanan turun sekitar 45 Menit. Kami beristirahat di batas vegetasi pinus dengan lahan pertanian. Di sepanjang jalur terlihat kerlap-kerlip lampu senter. Beberapa warga tampak berjaga di beberapa titik rawan, malam itu lebih dari seribu orang mendaki Gunung Andong, Itu hanya dari satu jalur saja Di Dusun Sawit Girirejo, belum lagi mereka yang mendaki lewat jalur lain.
Malam semakin larut, kemeriahan acara dangdutan yang diadakan panitia juga belum surut. Kami bermalam di halaman masjid desa. Suasana keramaian lalu-lalang pendaki tidak surut, bersama puluhan pendaki lainnya kami menggunakan  halaman mesjid yang sedang di renovasi untuk melepas lelah. Dingin pegunungan membuat kami melingkarkan badan, Tanpa Slepping Bag, baju dan jaket  yang kami kenakan masih kuat untuk menahan.  Minimal kami bisa beristirahat lebih dari empat jam malam itu. Esok masih ada satu etape pendakian lagi yang harus kami tempuh.

Jalur Transportasi  :

Dari luar Propinsi jawa tengah perjalanan Kereta api (  turun  stasiun semarang atau
stasiun Solo ) / Bus turun terminal Semarang atau Solo dilanjutkan perjalanan bus antar kota jurusan Semarang - Solo atau sebaliknya turun pertigaan Pasar Sapi Salatiga, Naik angkutan mikrobus arah magelang turun Pasar Ngablak, jalan kaki/ Ojek ke arah dusun Sawit Desa Girirejo kurang lebih perjalanan 2 Kilometer menuju Pos pendakian Taruna Jayagiri
Jalur Pendakian :

Basecamp Taruna Jayagiri - Pintu masuk Jalur Pendakian Andong ( batas lahan pertanian dan Vegetasi Hutan - Pos I ( Watu Pocong ) - Pos II ( Watu Gambir ) - Pertigaan Ke kiri Puncak Makam  Ke kanan Puncak Andong
- Waktu tempuh pendakian maksimal 3 Jam menuju puncak Gunung Andong

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...