Selasa, 23 September 2014

MENDAKI GUNUNG WILIS MENYONGSONG PAGI DI PUNCAK LIMAS ( 2300 MDPL )



MENDAKI GUNUNG WILIS MENYONGSONG PAGI DI PUNCAK LIMAS ( 2300 MDPL ) 


Ribuan kali aku menatapnya, semenjak kecil kala berangkat kesekolah sampai kini saat berangkat bekerja. Gunung di sebelah barat rumahku itu tidak  pernah usang untuk di pandang. Keelokan tiga puncaknya begitu menawan mengiringi perjalanan peradapan di enam kabupaten di sekelilingnya. Mungkin karena itulah aku begitu menyukai mendaki gunung. Ibarat kata pepatah dari mata turun ke hati. Jatuh cinta pada mendaki gunung karena terlalu sering menatap keindahan Gunung Wilis. Gunung Wilis memiliki tiga puncak utama yaitu Puncak Wilis, Liman dan Limas. Gunung Wilis terletak di enam kabupaten di Jawa Timur yaitu Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung.
Pada hari ini adalah kesempatan untuk berjumpa, mengenal lebih dekat dengan gunung yang memberi inspirasi. Mendaki gunung di halaman rumahku. Teristimewa pula pada hari ini adalah bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI, Hari ini ribuan pendaki mendaki puncak-puncak tertinggi Indonesia untuk mengibarkan dengan bebas dan lepas sang saka merah putih. Ibu pertiwi Indonesia raya yang menakjubkan ini.


Semalaman kami sibuk mempersiapkan peralatan dan logistic, perbekalan mendaki kami kemas dalam dua tas ransel carier dan dua backpack. Rencana pendakian kali ini, kami akan menempuh Jalur Desa Bajulan Kecamatan Loceret di Kabupaten Nganjuk. Saya di temani tiga sahabat penggiat lintas alam ( Bandi, Demin dan Falah ). Mengendarai dua motor, kami melibas pagi dari Kabupaten Kediri menuju Kabupaten Nganjuk. Jalanan masih sepi, menempuh perjalanan 90 Menit dengan kecepatan sedang kami mulai memasuki Desa Bajulan. Nuansa pagi di pedesaan sungguh menyejukkan. Keramahan masyarakat yang sederhana dan berbahagia dalam keterbatasan. Bekerja menjadi petani dengan lahannya yang subur di lereng-lereng perbukitan. Desa Bajulan ini menawarkan dua tempat wisata yang menjadi andalan bagi pariwisata Kabupaten Nganjuk. Wisata sejarah yaitu tempat persinggahan Jendral Sudirman dalam memimpin perang gerilya pada saat perang kemerdekaan. Situs sejarah tersebut berada di tepi sungai Desa Bajulan yaitu Monumen Jendral Sudirman dan tempat untuk mengatur strategi perang serta peninggalan lainnya. Pada saat itu hutan lereng Gunung Wilis merupakan route perang gerilya Jendral Sudirman. Selain wisata sejarah, Desa Bajulan juga terkenal dengan wisata alamnya yaitu Air terjun Roro Kuning. 


Pos perijinan pendakian Gunung Wilis secara formal belum ada. Perijinan hanya sebatas melaporkan pendakian kepada masyarakat sekitar atau Pos Pintu Masuk Wisata Air terjun Roror Kuning. Setelah menitipkan kendaraan di rumah salah satu penduduk, kami meminta ijin ketua RT setempat untuk melakukan pendakian Gunung Wilis. Peralatan dan logistic kami cek ulang sebelum memulai pendakian. Jam menunjukkan pukul 08.00 WIB, matahari mulai menyengat. Kami segera bergegas melangkahkan kaki, berjalan 30 Menit dari titik start kami sudah sampai di Wisata Air Terjun Roro Kuning. Debit Air terjun tidak terlalu besar saat musim kemarau seperti ini. Melewati air terjun dengan jalur setapak yang di tata rapi untuk pendakian Gunung Wilis. Tidak begitu jauh dari air terjun Roro Kuning kami sampai di persimpangan jalur. Persimpangan Jalur itu di sebut jalur atas dan jalur bawah. Jalur kekiri mengarah ke jalur atas sementara kekanan mengarah ke jalur bawah. Jalur atas merupakan jalur yang langsung menanjak melewati medan perbukitan sementara jalur bawah adalah jalur lembah menyusuri sungai. Kedua jalur ini nantinya akan bertemu pada satu titik yaitu Pos Sekartaji. Jarak tempuh jalur atas lebih singkat daripada melewati jalur bawah dengan selisih waktu tempuh sekitar satu jam. Jika melewati jalur atas perbekalan air minum harus tersedia karena setelah air terjun Roro Kuning  sampai Pos Sekartaji sama sekali tidak ada mata air. Hal ini berbeda dengan jalur Bawah yang sepanjang rute perjalanannya menuju Pos Sekartaji akan melewati tepi sungai, bahkan kita akan menyeberang tiga sungai yang airnya jernih. 


Kami memutuskan melewati jalur bawah dengan pertimbangan agar terhindar terik matahari mengingat perjalanan kami lakukan di siang hari. Medan jalur bawah lebih teduh karena melewati belantara lembah yang vegetasinya rapat. Kebutuhan perbekalan air minum melimpah sehingga bisa mengurangi beban ransel. Enam jam perjalanan santai dengan seringkali istirahat kami tiba di Pos Sekartaji. Sebelum mencapai Pos Sekartaji kami di hadapkan tanjakan yang curam karena posisi kami di lembah sementara Pos Sekartaji berada di punggungan bukit.

Pos Sekartaji merupakan area datar di punggungan bukit di lereng atas Gunung Wilis, kanan kiri Pos sekartaji merupakan lembah dengan hutan belantara yang rapat sementara di atas Pos Sekartaji merupakan tanjakan dengan vegetasi rumput dan semak belukar. Pos Sekartaji terdapat banyak batu-batu besar yang cukup bermanfaat bagi pendaki untuk melindungi tenda dari hempasan angin. Angin yang berhembus dari lembah begitu kuat menuju punggungan bukit. Pos Sekartaji ini cukup luas sehingga mampu untuk menampung 15 sampai 20 tenda. Di pos ini juga terdapat mata air yang bersih dan jernih. Para pendaki gunung dan masyarakat sekitar menyebutnya dengan Sumur Buntet. Hal menarik dari Pos Sekartaji ini adalah terdapat peningalan purbakala yaitu berupa Candi yang sudah rusak. Lokasinya yang sulit di jangkau sehingga tidak terawat dengan baik

Selepas beristirahat kami mendirikan tenda diantara batu besar dengan semak belukar. Bebatuan dan semak belukar mampu melindungi tenda dari kuatnya hempasan angin. Target kami untuk bisa mencapai Puncak Limas Gunung Wilis pada pagi hari harus bisa di capai maka dini hari sekitar jam 02.00 kami harus berangkat. Waktu yang tersisa tidak boleh kami sia-siakan. Beristirahat cukup untuk memulihkan tenaga dari perjalanan seharian yang melelahkan. Alarm handpone berdering, timer berada di titik 01.30 WIB. Meski masih terasa penat dan dingin, dengan penuh semangat kami segera bangun. Perlengkapan dan logistic kami siapkan dalam dua tas backpack. Salah satu sahabat tidak memungkinkan untuk berangkat bersama karena kondisi tubuhnya yang kurang prima.  Kami bertiga segera bergegas melibas tanjakan di atas Pos Sekartaji. Rerumputan menari-nari di iringi suara gemuruh angin. Pada malam itu hanya kami bertiga yang melewati medan menuju Puncak Limas.



Melewati tepian jurang di pandu head lamp yang sinarnya kuat menerobos kabut malam. Jalur ini begitu melelahkan, beberapa kali kami harus beristirahat untuk mengatur nafas yang cepat tersengal. Tiga jam berjuang menaklukkan rasa takut dan rasa lelah kami tiba di Puncak Limas Gunung wilis ( 2.300 Mdpl ). Sebelum tiba di puncak jalur sepanjang 500 Meter benar-benar menguras tenaga, jalur menanjak dan di sepanjang jalur pendakian rintangan pohon tumbang betebaran. Patok Beton dengan plakat dan tempelan stiker kokoh berdiri di puncak Gunung Wilis. Tertulis “ Sugeng Rawuh, Puncak Limas 2300 MDpl Mahapala Nganjuk, Masyarakat pecinta alam “. Ritual puncak gunung ketika menjelang pagi adalah adalah bersujud syukur dan menenggelamkan diri menghadap ke barat. Ruku dan bersujud diatas bebatuan dalam sholat shubuh yang dingin, sunyi dan ekstrem. Mensyukuri apa yang Sang Kuasa berikan tentang kekuatan untuk berjalan, ketabahan menghadapi tantangan  dan Kesabaran menjalani tujuan. Sinar jingga di ufuk timur menerobos di sela-sela deretan Gunung Anjasmoro, Arjuno, Welirang, Kelud, Kawi dan jauh di sebelah timur puncak Mahameru seakan melayang di atas awan.   Cuaca cerah sehingga proses indah matahari terbit berjalan sesuai harapan. Moment sunrise yang selalu di nanti bagi semua pendaki gunung.


Perbekalan makanan yang kami bawa dari pos Sekartaji sampai puncak Limas ludes tak tersisa. Kami bertiga makan dengan lahap  karena lapar yang mengelepar. Jam menunjukkan Pukul 07.00 WIB. Kami segera bergegas turun untuk menghindari sinar matahari yang cepat terik. Perjalanan turun tidaklah mudah, rasa takut dan cemas melihat jurang-jurang yang dalam dan angin yang semakin kuat menghempas. Menempuh waktu dari separo perjalanan naik  kami sudah tiba di Pos sekartaji. Kami minum dengan sepuasnya air jernih dari Sumur Buntet untuk menyudahi rasa haus. Beristirahat dua jam di Pos Sekartaji untuk makan dan mengemas peralatan lebih dari cukup.  Selanjutnya kami segera melanjutkan perjalanan. Perjalanan turun kali ini kami menempuh jalur atas melewati perbukitan karena jarak tempuhnya yang  lebih pendek. Jalur atas ini medannya terjal, melewati sisi jurang yang dalam dan semak belukar yang tinggi. Tebing-tebing curam banyak di tumbuhi Bunga Edelweis di sepanjang jalur atas ini.

Perjalanan 2,5 jam kami tiba kembali ke titik awal pendakian  yaitu Desa Bajulan Kecamatan Loceret. Menyambangi Situs Gerilya Jendral Sudirman sembari menikmati makanan di warung-warung yang berjejer di sepanjang jalur antara wisata sejarah Monumen Jendral Sudirman sampai wisata alam air terjun Roro Kuning. Setelah membersihkan diri di rumah salah satu penduduk kami segera melanjutkan perjalanan pulang. Tuntas sudah dahaga petualangan kali ini. Menjejakkan kaki pada gunung di halaman rumah kami.


Rute perjalanan menuju Puncak Limas Gunung Wilis melalui Desa Bajulan dan estimasi biaya perjalanan :

Dari Surabaya atau Surakarta bisa di tempuh dengan perjalanan kereta api atau bus menuju stasiun  atau terminal Nganjuk. Dari terminal Nganjuk naik angkutan jurusan Bajulan atau jika peserta pendaki berombongan bisa menyewa angkutan umum langsung menuju air terjun Roro Kuning. Batas akhir angkutan menuju Bajulan jam 14.00 WIB. Perjalanan dari terminal Nganjuk sampai ke pangkalan angkot Bajulan di Kecamata Loceret dapat di tempuh dengan waktu 60 Menit. Biaya perjalanan dari terminal Surabaya ke terminal Nganjuk sebesar Rp. 17.000,- selanjutnya angkutan umum dari terminal Nganjuk ke Bajulan sebesar Rp. 10.000,- Jika peserta pendakian berombongan bisa menyewa angkutan dengan biaya yang dapat di tawar. Tarip masuk wisata Roro Kuning sebesar 4.000 per orang. Dari terminal atau stasiun Nganjuk jika tidak mendapatkan angkutan ke Bajulan bisa naik ojek yang tarifnya 40.000 perorang,- Jarak dari Kota Nganjuk menuju Bajulan sekitar 30 Kilometer.

Jalur pendakian Gunung Wilis yang sering di lalui para pendaki gunung ada tiga lokasi yaitu Pertama jalur desa Penampihan yang terletak di kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung jalur ini menuju puncak Wilis. Jalur kedua adalah jalur air terjun Dholo yang terletak di kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Jalur ini mengarah pada puncak Liman sedangkan yang terakhir adalah jalur Bajulan yang terletak di Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk. Jalur ini mengarah ke puncak Limas. Ada beberapa jalur rintisan lain yang bisa di lalui dari Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Madiun.

Sabtu, 20 September 2014

BELAJAR DARI KURA-KURA



BELAJAR DARI KURA-KURA

Tuhan telah memberikan anugerah luar biasa kepada hewan kura-kura.  Anugerah untuk mampu hidup di darat dan laut, memiliki pelindung tempurung kuat dan fleksibel di punggungnya, tahan beradaptasi dalam kondisi apapun dan berusia panjang. Keistimewaan yang di miliki kura-kura itu membuat saya begitu terobsesi untuk mengumpulkan benda-benda berbentuk kura-kura. Setiap berpergian pernak-pernik kura-kura menjadi daftar belanjaan diurutan pertama. Hewan yang mampu memberi inspirasi dan motivasi tentang arti kehidupan.

Belajar konsisten dan sadar akan kapasitas diri. Sering kita mendengar dan membaca dongeng tentang kisah kura-kura yaitu kisah kura-kura yang beradu lari melawan kancil atau kisah kura-kura yang di tertawakan penghuni hutan karena lebih dini mengawali hijrah ke sebuah danau di saat musim penghujan. Kura-kura yang di kisahkan menang melawan kancil yang larinya lebih cepat tetapi meremehkan lawan yang jalannya lambat. Konsistensi untuk berjalan menempuh area lomba dan menjalani dengan disiplin dan tak kenal menyerah membuat si kura-kura menjadi pemenang sementara si kancil terlalu meremehkan lawan dan akhirnya membuat dia menjadi pecundang. Dalam kisah lain, kura-kura yang sadar akan kapasitas jalan maksimalnya sepanjang setengah kilometer perjam harus mengawali berjalan ke suatu danau sementara teman temannya masih asyik berpesta musim hujan di hutan. Saat waktu musim kemarau  maka sampailah kura-kura di danau tersebut lebih awal dari teman-teman yang menertawakan.

Belajar untuk mampu menyesuaikan diri dan panjang umur. Kura-kura mampu hidup di air dan di darat. Kura-kura mampu bertahan hidup lebih dari seratus tahun dalam kondisi lingkungan yang sehat. Kura-kura merupakan salah satu hewan purba yang masih eksis bertahan hingga saat ini. Hewan yang tahan uji menghadapi perubahan alam. Hidup adalah pilihan untuk bertahan, Saat kita masih menghela nafas berarti kita masih menjadi pemenang kehidupan hingga tiba pada saat nafas terakhir karena salah langkah di waktu sebelumnya ( karena kematian ada sebabnya ) dan tuhan telah berkehendak demikian. Siapa paling adaptif maka dialah yang akan bertahan hidup.
Belajar untuk melindungi diri sendiri. Kura-kura di beri pelindung berupa tempurung di punggung untuk bertahan dari serangan musuh. Benteng dan rumah selalu di bawa kemanapun. Seperti halnya kura-kura selayaknya kita membentengi diri dengan baik. Memberikan pelindung terhadap segala sesuatu yang mengancam jiwa dan raga. Keyakinan terhadap agama ( spiritualitas ) dan hidup sehat merupakan pelindung terbaik. Menjalankan kebaikan dan menjauhi apa yang di larang. Mengendalikan diri dan melindungi.  

Belajar untuk menghormati asal-usul. Kura-kura atau sejenisnya seperti penyu meskipun berada di lautan puluhan tahun tak akan melupakan tempat dia di di tetaskan. Saat mereka akan menelurkan generasi berikutnya maka akan kembali ke tempat diawal dia berada. Seringkali sejarah di lupakan dan di hapuskan dari kehidupan. Sejarah ada untuk di ulangi dan di hindari. Menyadari kita berasal dari mana dan kembali kemana? Itulah pembatas agar jalan kita lebih lurus dan focus.
Belajar untuk mandiri. Setelah di telurkan oleh induknya Kura-kura menjalani hidup sendiri, keluar dari cangkang telur, mencari makan, hidup dan bertahan sendiri. Sejak langkah pertama sampai dewasa lalu kemudian tua mereka sendiri mengatasi  tantangan dan hambatan kehidupan. Belajar saja dari hewan kura-kura tidak perlu menjadi Harimau, serigala, kancil, dan singa. Cukup menjadi seekor kura-kura yang konsisten,mandiri, mampu melindungi diri sendiri, mengenal asal-usul dan sadar akan kapasitas kemampuan. 

Barisan pernik kura-kura lebih dari sekedar symbol. Melewati masa silam dan catatan jatuh bangunnya peradapan. Kura-kura tetap bertahan dan menjadi warna filsafat umat manusia. Dari arsitektur kuburan, kuil-kuil keagamaan sampai kisah kisah legenda. Penyadaran bagi manusia untuk selalu instropeksi diri betapa terbatasnya kita menjadi seseorang.

Didalam kotak kayu kusimpan pin, bros, anting, asbak, guci, mug, gantungan baju, tas, boneka, kaos, cetakan kue, gantungan kunci, guci, tempat uang, jam, sandal semua berbentuk kura-kura. Banyak yang memberi saran untuk merawat kura-kura dalam akuarium atau kolam. Saran-saran yang hanya kufikirkan saja seribu kali. Kura-kura akan cantik dan sehat  jika ia hidup bebas dan lepas di alam bebas.  Salam lestari untuk kura-kura pemberi banyak inspirasi dan motivasi. Suatu waktu akan berkunjung di tempatmu yang tersembunyi dan terlindungi

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...