MENDAKI GUNUNG WILIS MENYONGSONG
PAGI DI PUNCAK LIMAS ( 2300 MDPL )
Ribuan kali aku menatapnya, semenjak kecil kala berangkat
kesekolah sampai kini saat berangkat bekerja. Gunung di sebelah barat rumahku itu
tidak pernah usang untuk di pandang.
Keelokan tiga puncaknya begitu menawan mengiringi perjalanan peradapan di enam
kabupaten di sekelilingnya. Mungkin karena itulah aku begitu menyukai mendaki
gunung. Ibarat kata pepatah dari mata turun ke hati. Jatuh cinta pada mendaki
gunung karena terlalu sering menatap keindahan Gunung Wilis. Gunung Wilis memiliki
tiga puncak utama yaitu Puncak Wilis, Liman dan Limas. Gunung Wilis terletak di
enam kabupaten di Jawa Timur yaitu Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk,
Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten
Tulungagung.
Pada hari ini adalah kesempatan untuk berjumpa, mengenal
lebih dekat dengan gunung yang memberi inspirasi. Mendaki gunung di halaman
rumahku. Teristimewa pula pada hari ini adalah bertepatan dengan HUT
Kemerdekaan RI, Hari ini ribuan pendaki mendaki puncak-puncak tertinggi
Indonesia untuk mengibarkan dengan bebas dan lepas sang saka merah putih. Ibu
pertiwi Indonesia raya yang menakjubkan ini.
Semalaman kami sibuk mempersiapkan peralatan dan logistic,
perbekalan mendaki kami kemas dalam dua tas ransel carier dan dua backpack.
Rencana pendakian kali ini, kami akan menempuh Jalur Desa Bajulan Kecamatan
Loceret di Kabupaten Nganjuk. Saya di temani tiga sahabat penggiat lintas alam
( Bandi, Demin dan Falah ). Mengendarai dua motor, kami melibas pagi dari Kabupaten
Kediri menuju Kabupaten Nganjuk. Jalanan masih sepi, menempuh perjalanan 90
Menit dengan kecepatan sedang kami mulai memasuki Desa Bajulan. Nuansa pagi di
pedesaan sungguh menyejukkan. Keramahan masyarakat yang sederhana dan berbahagia
dalam keterbatasan. Bekerja menjadi petani dengan lahannya yang subur di lereng-lereng
perbukitan. Desa Bajulan ini menawarkan dua tempat wisata yang menjadi andalan
bagi pariwisata Kabupaten Nganjuk. Wisata sejarah yaitu tempat persinggahan
Jendral Sudirman dalam memimpin perang gerilya pada saat perang kemerdekaan.
Situs sejarah tersebut berada di tepi sungai Desa Bajulan yaitu Monumen Jendral
Sudirman dan tempat untuk mengatur strategi perang serta peninggalan lainnya.
Pada saat itu hutan lereng Gunung Wilis merupakan route perang gerilya Jendral
Sudirman. Selain wisata sejarah, Desa Bajulan juga terkenal dengan wisata
alamnya yaitu Air terjun Roro Kuning.
Pos perijinan pendakian Gunung Wilis secara formal belum ada.
Perijinan hanya sebatas melaporkan pendakian kepada masyarakat sekitar atau Pos
Pintu Masuk Wisata Air terjun Roror Kuning. Setelah menitipkan kendaraan di
rumah salah satu penduduk, kami meminta ijin ketua RT setempat untuk melakukan
pendakian Gunung Wilis. Peralatan dan logistic kami cek ulang sebelum memulai
pendakian. Jam menunjukkan pukul 08.00 WIB, matahari mulai menyengat. Kami
segera bergegas melangkahkan kaki, berjalan 30 Menit dari titik start kami
sudah sampai di Wisata Air Terjun Roro Kuning. Debit Air terjun tidak terlalu
besar saat musim kemarau seperti ini. Melewati air terjun dengan jalur setapak
yang di tata rapi untuk pendakian Gunung Wilis. Tidak begitu jauh dari air
terjun Roro Kuning kami sampai di persimpangan jalur. Persimpangan Jalur itu di
sebut jalur atas dan jalur bawah. Jalur kekiri mengarah ke jalur atas sementara
kekanan mengarah ke jalur bawah. Jalur atas merupakan jalur yang langsung
menanjak melewati medan perbukitan sementara jalur bawah adalah jalur lembah
menyusuri sungai. Kedua jalur ini nantinya akan bertemu pada satu titik yaitu
Pos Sekartaji. Jarak tempuh jalur atas lebih singkat daripada melewati jalur
bawah dengan selisih waktu tempuh sekitar satu jam. Jika melewati jalur atas
perbekalan air minum harus tersedia karena setelah air terjun Roro Kuning sampai Pos Sekartaji sama sekali tidak ada
mata air. Hal ini berbeda dengan jalur Bawah yang sepanjang rute perjalanannya
menuju Pos Sekartaji akan melewati tepi sungai, bahkan kita akan menyeberang tiga
sungai yang airnya jernih.
Kami memutuskan melewati jalur bawah dengan pertimbangan agar
terhindar terik matahari mengingat perjalanan kami lakukan di siang hari. Medan
jalur bawah lebih teduh karena melewati belantara lembah yang vegetasinya rapat.
Kebutuhan perbekalan air minum melimpah sehingga bisa mengurangi beban ransel. Enam
jam perjalanan santai dengan seringkali istirahat kami tiba di Pos Sekartaji.
Sebelum mencapai Pos Sekartaji kami di hadapkan tanjakan yang curam karena
posisi kami di lembah sementara Pos Sekartaji berada di punggungan bukit.
Pos Sekartaji merupakan area datar di punggungan bukit di
lereng atas Gunung Wilis, kanan kiri Pos sekartaji merupakan lembah dengan
hutan belantara yang rapat sementara di atas Pos Sekartaji merupakan tanjakan
dengan vegetasi rumput dan semak belukar. Pos Sekartaji terdapat banyak
batu-batu besar yang cukup bermanfaat bagi pendaki untuk melindungi tenda dari
hempasan angin. Angin yang berhembus dari lembah begitu kuat menuju punggungan
bukit. Pos Sekartaji ini cukup luas sehingga mampu untuk menampung 15 sampai 20
tenda. Di pos ini juga terdapat mata air yang bersih dan jernih. Para pendaki gunung
dan masyarakat sekitar menyebutnya dengan Sumur Buntet. Hal menarik dari Pos
Sekartaji ini adalah terdapat peningalan purbakala yaitu berupa Candi yang
sudah rusak. Lokasinya yang sulit di jangkau sehingga tidak terawat dengan baik
Selepas beristirahat kami mendirikan tenda diantara batu
besar dengan semak belukar. Bebatuan dan semak belukar mampu melindungi tenda
dari kuatnya hempasan angin. Target kami untuk bisa mencapai Puncak Limas
Gunung Wilis pada pagi hari harus bisa di capai maka dini hari sekitar jam
02.00 kami harus berangkat. Waktu yang tersisa tidak boleh kami sia-siakan. Beristirahat
cukup untuk memulihkan tenaga dari perjalanan seharian yang melelahkan. Alarm
handpone berdering, timer berada di titik 01.30 WIB. Meski masih terasa penat
dan dingin, dengan penuh semangat kami segera bangun. Perlengkapan dan logistic
kami siapkan dalam dua tas backpack. Salah satu sahabat tidak memungkinkan
untuk berangkat bersama karena kondisi tubuhnya yang kurang prima. Kami bertiga segera bergegas melibas tanjakan
di atas Pos Sekartaji. Rerumputan menari-nari di iringi suara gemuruh angin.
Pada malam itu hanya kami bertiga yang melewati medan menuju Puncak Limas.
Melewati tepian jurang di pandu head lamp yang sinarnya kuat
menerobos kabut malam. Jalur ini begitu melelahkan, beberapa kali kami harus
beristirahat untuk mengatur nafas yang cepat tersengal. Tiga jam berjuang
menaklukkan rasa takut dan rasa lelah kami tiba di Puncak Limas Gunung wilis (
2.300 Mdpl ). Sebelum tiba di puncak jalur sepanjang 500 Meter benar-benar
menguras tenaga, jalur menanjak dan di sepanjang jalur pendakian rintangan
pohon tumbang betebaran. Patok Beton dengan plakat dan tempelan stiker kokoh
berdiri di puncak Gunung Wilis. Tertulis “ Sugeng
Rawuh, Puncak Limas 2300 MDpl Mahapala Nganjuk, Masyarakat pecinta alam “.
Ritual puncak gunung ketika menjelang pagi adalah adalah bersujud syukur dan
menenggelamkan diri menghadap ke barat. Ruku dan bersujud diatas bebatuan dalam
sholat shubuh yang dingin, sunyi dan ekstrem. Mensyukuri apa yang Sang Kuasa
berikan tentang kekuatan untuk berjalan, ketabahan menghadapi tantangan dan Kesabaran menjalani tujuan. Sinar jingga
di ufuk timur menerobos di sela-sela deretan Gunung Anjasmoro, Arjuno,
Welirang, Kelud, Kawi dan jauh di sebelah timur puncak Mahameru seakan melayang
di atas awan. Cuaca cerah sehingga proses indah matahari
terbit berjalan sesuai harapan. Moment sunrise yang selalu di nanti bagi semua
pendaki gunung.
Perbekalan makanan yang kami
bawa dari pos Sekartaji sampai puncak Limas ludes tak tersisa. Kami bertiga makan
dengan lahap karena lapar yang
mengelepar. Jam menunjukkan Pukul 07.00 WIB. Kami segera bergegas turun untuk
menghindari sinar matahari yang cepat terik. Perjalanan turun tidaklah mudah,
rasa takut dan cemas melihat jurang-jurang yang dalam dan angin yang semakin
kuat menghempas. Menempuh waktu dari separo perjalanan naik kami sudah tiba di Pos sekartaji. Kami minum
dengan sepuasnya air jernih dari Sumur Buntet untuk menyudahi rasa haus.
Beristirahat dua jam di Pos Sekartaji untuk makan dan mengemas peralatan lebih
dari cukup. Selanjutnya kami segera melanjutkan
perjalanan. Perjalanan turun kali ini kami menempuh jalur atas melewati
perbukitan karena jarak tempuhnya yang lebih pendek. Jalur atas ini medannya terjal, melewati
sisi jurang yang dalam dan semak belukar yang tinggi. Tebing-tebing curam
banyak di tumbuhi Bunga Edelweis di sepanjang jalur atas ini.
Perjalanan 2,5 jam kami tiba
kembali ke titik awal pendakian yaitu Desa
Bajulan Kecamatan Loceret. Menyambangi Situs Gerilya Jendral Sudirman sembari
menikmati makanan di warung-warung yang berjejer di sepanjang jalur antara
wisata sejarah Monumen Jendral Sudirman sampai wisata alam air terjun Roro
Kuning. Setelah membersihkan diri di rumah salah satu penduduk kami segera
melanjutkan perjalanan pulang. Tuntas sudah dahaga petualangan kali ini.
Menjejakkan kaki pada gunung di halaman rumah kami.
Rute perjalanan menuju Puncak Limas Gunung Wilis melalui Desa Bajulan
dan estimasi biaya perjalanan :
Dari Surabaya atau Surakarta
bisa di tempuh dengan perjalanan kereta api atau bus menuju stasiun atau terminal Nganjuk. Dari terminal Nganjuk
naik angkutan jurusan Bajulan atau jika peserta pendaki berombongan bisa
menyewa angkutan umum langsung menuju air terjun Roro Kuning. Batas akhir
angkutan menuju Bajulan jam 14.00 WIB. Perjalanan dari terminal Nganjuk sampai ke
pangkalan angkot Bajulan di Kecamata Loceret dapat di tempuh dengan waktu 60
Menit. Biaya perjalanan dari terminal Surabaya ke terminal Nganjuk sebesar Rp.
17.000,- selanjutnya angkutan umum dari terminal Nganjuk ke Bajulan sebesar Rp.
10.000,- Jika peserta pendakian berombongan bisa menyewa angkutan dengan biaya
yang dapat di tawar. Tarip masuk wisata Roro Kuning sebesar 4.000 per orang.
Dari terminal atau stasiun Nganjuk jika tidak mendapatkan angkutan ke Bajulan
bisa naik ojek yang tarifnya 40.000 perorang,- Jarak dari Kota Nganjuk menuju
Bajulan sekitar 30 Kilometer.
Jalur pendakian Gunung Wilis yang
sering di lalui para pendaki gunung ada tiga lokasi yaitu Pertama jalur desa
Penampihan yang terletak di kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung jalur ini
menuju puncak Wilis. Jalur kedua adalah jalur air terjun Dholo yang terletak di
kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Jalur ini mengarah pada puncak Liman sedangkan
yang terakhir adalah jalur Bajulan yang terletak di Kecamatan Loceret Kabupaten
Nganjuk. Jalur ini mengarah ke puncak Limas. Ada beberapa jalur rintisan lain
yang bisa di lalui dari Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Madiun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar