Senin, 22 Desember 2014

SUKSES BERSAMA



Kepak elang yang terbang rendah di antara pohon jati benar-benar mengagetkan Evan, anakku yang kedua. Senandung riang naik-naik kepuncak gunung seketika langsung terhenti. Raut muka takut terpancar di wajahnya, dia pun berlari ke arah saya meminta untuk di gendong. Kakaknya hanya tertawa sambil terus menggoda. Ini adalah perjalanan yang pertama baginya, mendaki gunung. membuktikan seperti apa yang sering di ceritakan, tentang serunya berpetualang. Melihat Elang yang terbang di alam bebas mungkin terasa menakutkan. Tidak seperti melihat Elang di kebun binatang atau menonton tayangan satwa di channel National geographic.

Hari itu kami sekeluarga menjalani aktivitas refresing dengan mendaki gunung. Merealisasikan rencana, untuk merayakan ulang tahun Evan yang keempat. Tadabur alam.  Saya mengajak  tiga rekan sesama pendaki yang sering bergabung dalam  satu team mendaki gunung. Kombinasi antara yang terbiasa dan tak biasa, perpaduan antara yang kuat dan lemah.

Tujuannya adalah sama, Puncak Klop Gunung Klotok, Dataran tertinggi di Kota Kediri. Dalam team ini pasti ada cara pandang berbeda untuk anggotanya tentang mencapai tujuan. Ada yang memandang sulit dan ada yang menganggap sebelah mata karena terlalu mudah. Bagi rekan-rekan saya, dalam hitungan menit dengan bekal minimpun mampu dengan mudah sampai ke atas. Tapi untuk anak saya, mendaki tanpa di pandu dan di motivasi tidak mungkin bisa terealisasi. Inilah team, saling bahu-membahu untuk merealisasikan tujuan. Mengesampingkan misi pribadi, pencapaian pribadi. Misinya adalah sukses bersama-sama.

Salah satu rekan terus memotivasi anak saya agar bisa mendaki sendiri, Segenap cara dilakukan untuk menumbuhkan semangat. Menikmati perjalanan dengan canda dan tawa, santai tapi pasti tujuan bisa di capai. Mengajarkan teknik dan taktik. Memang seperti itu mendaki gunung, harus berani terjatuh dan sering terpeleset. Lalu berdiri selanjutnya mendaki kembali. Tidak soal meski harus sering istirahat bermandikan keringat. Saat letih mendera beristirahat duduk menghadap ke bawah menikmati pencapaian. Melihat dengan bebas, melepaskan pandangan jauh ke depan. Itu ada rumah-rumah yang terlihat mengecil, barisan gunung-gunung, awan putih dan hijaunya dedaunan.

Mengajarkan menjadi leader untuk jalan di depan, mengenalkan tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan yang di temui. Dengan bahasa sederhana dan mudah di mengerti. Setapak-demi setapak akhirnya sampai juga ke puncak. Membayangkan tentu jauh berbeda dengan melakukan. Semula terasa sulit. “ haaaa, nanti berjalan sampai kesana, sambil menunjuk Puncak Klop yang terasa tinggi dari Goa Selomangkleng. Kini kaki telah menjejakkan di samping tugu triagulasi Puncak Klop. Pencapaian harus di apresiasi, Di kesejukan Puncak Klop, hadiah makan bersama dengan menu kesukaan mereka. Menikmati sukses bersama.

Setiap tujuan, apapun yang ingin di capai suatu team. Jika semua kompak saling bekerja sama dan bahu membahu tentu setiap tujuan akan mudah dicapai. Termasuk dalam mencapai tujuan dari pekerjaan kita. Ketimpangan kemampuan harus di perpendek jaraknya. Tidak lagi, beberapa  melesat jauh di depan sementara yang lain meleset jauh tertinggal. Jalan bersama-sama, menyesuaikan diri dan beradaptasi. Saling mensupport dan memotivasi. Mampu menjadi pionir. Bagi mereka yang kuat memberi jalan yang lemah. Menikmati proses mencapai tujuan, menjalaninya dengan gembira. Tidak ada ambisi untuk saling mendahului.

Setiap individu unik dengan ciri khasnya masing-masing dan dianugerahi kemampuan yang berbeda. Perbedaan itu menjadikan satu team sempurna jika semua saling melengkapi. Mengarahkan untuk focus mencapai tujuan yang sama. Hingga semua bisa merasakan sukses bersama.
………………………………………………………………………..
Merasakan letih bertualang di ketinggian, betapa bersemangat mereka bermain riang di puncak gunung. Berlarian merentangkan tangan. meriru gerakan terbang elang. Bombardir pertanyaan dari Evan tentang hal baru yang di temuinya. Kenapa elang  terbang dengan anggun tanpa ada kepakan sayap jauh melesat di ketinggian sementara burung merpati di rumahnya selalu riuh jika beterbangan. Saya terdiam sejenak 

Selasa, 16 Desember 2014

TELEPHONE IBU FEBRI

Catatan : Silahturahmi kepada mereka yang memberi inspirasi.

Layar handphone ku menunjukkan, ada panggilan masuk. Kupandang sebentar, Satu nama tertera di layar. Aku sudah mengenalnya lama sekali, sebut saja namanya Ibu Febri. Segera aku angkat ada apa gerangan, satu kabar dari beliau. Biasanya jika tidak ada kepentingan yang mendesak beliau hanya SMS menanyakan kabar keluarga sebagai bentuk perhatian atas persahabatan. “ Saya ingin ngobrol via telephone dengan bapak,  sekalian menghabiskan pulsa gratis yang akan berakhir jam lima sore” .

Aku mendengarkan dan membiarkan saja beliau bercerita tentang kisah hidupnya yang penuh anomali. Di tata sedemikian rupa, di atur dengan rapi dan di antisipasi jauh-jauh hari. Kenyataannya musibah dan ujian datang tiba-tiba tanpa di duga dan di prediksi sebelumnya. Ini tentang ujian orang tua atas perilaku anak. Tentang peribahasa air susu dibalas dengan air tuba. Beliau orang tua tunggal atas anak semata wayang. Seorang diri berusaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya dan memberikan yang terbaik dalam keterbatasan.

Rumah yang di beli dengan jerih payah bertahun-tahun, mengumpulkan sedikit demi sedikit dalam sekejap akan sirna. Pontang panting menutup hutang yang tidak tahu akad dan tidak jelas peruntukannya. Di tagih dan di mintai pertanggungan jawab atas perbuatan yang tidak di lakukan, karena dia adalah seorang ibu dari anak tidak bertanggung jawab. Meninggalkan ibunya sendiri dengan beban masalah yang berat tanpa memberikan solusi.

Derai airmata dalam ketidakberdayaan tidak akan menjawab dan menyelesaian persoalan. Beliaupun bangkit mengatasi sesuai kemampuan. Mempersilahkan bank mengeksekusi rumahnya. Menjual apapun yang dia punya. Menguatkan diri dan meminta perlindungan kepadaNya. Berusaha mengiklaskan dan menyadari bahwa semua adalah milikNya. Titipan Tuhan yang tidak akan pernah di miliki abadi. Semua akan musnah dengan jalannya sendiri.

“ Nak, ibu telah menasehati, memberikan saran dan masukan. Meski kini tak mampu lagi memberi dan membantumu. Setiap keputusan yang kamu ambil maka resiko akan menjadi tanggunganmu sendiri. Kamu bertanggung jawab atas dirimu sendiri” Awalnya tidak menerima apa yang telah terjadi. Menjadikan masalah sebagai beban berat, putus asa dan kecewa. Melampiaskan dengan tangisan dan ocehan, hal manusiawi bagi setiap manusia. Kini dengan support keluarga yang hadir mengguatkan, para sahabat yang memberi semangat. Mengalirkan motivasi positif dalam diri, fikiran dan hati. Kegalauan itu berubah menjadi kerinduan. Mendekatkan diri kepada Tuhan, Berdoa dan bermunajat setiap saat. Tenggelam di keheningan sepertiga malam dalam kekhusyuan sholat tahajud. memohon ketabahan dan kesabaran.

“ Pak, Sekarang saya bisa tersenyum dan tertawa kembali, menatap lagi masa depan. Harapanku sederhana saja. Agar anakku kembali ke arah yang benar, jalan kebaikan. Dan aku akan kembali ke kampung halaman hidup biasa dan sederhana bersama saudara. Masih tersisa sepetak tanah kecil untuk tempat mencari rezeki.” Tidak ada lagi tangis kecewa, yang tersisa hanyalah rasa haru. Kesan mendalam dari kepedulian rekan. “Masing terbayang saat hari raya di mana orang-orang merayakan dengan suka cita dalam kelebihan, saya merayakan sendiri dalam kesepian dan kekurangan. Sampai tidak satupun rupiah uang di saku. Di saat itulah banyak yang peduli membantu dan menolong. Memberikan makanan dan uang. Kebaikan dari teman-teman”.

Satu jam lebih beliau bercerita pengalaman hidupnya. Satu Ujian hidup yang tidak mudah di jalani. Waktu yang menjawab atas kesabaran dan ketabahan seseorang. Dan sayapun mempunyai kesan mendalam tentang beliau  yang senangtiasa mendoakan kebahagiaan para sahabat beserta keluarganya meski beliau dalam keprihatinan atas cobaan hidup seperti itu. Sebelum sempat mengakhiri pembicaraan itu dengan salam, sambungan telephone tiba-tiba terputus. Saya lihat layar handphone waktu sudah menunjukkan pukul lima sore.

Kamis, 11 Desember 2014

IBU ANTI YANG SAKIT



Catatan : Silahturahmi kepada mereka yang memberi inspirasi

Dengan sedikit tertatih ibu itu menemuiku, sebut saja namanya Ibu Anti. Satu hari sebelumnya, saya berkunjung ke rumahnya di temui suami. “Ibu Anti saat ini sedang pergi ke rumah sakit untuk berobat atas penyakit yang berat” suami menjelaskan dengan nada yang serius. Berkunjung ke rumah sakit seminggu dua kali adalah agenda rutin Ibu Anti pasca mendadak jatuh dan koma satu minggu. Beliau menyapaku dengan senyuman yang tertahan, sepertinya masih menahan rasa sakit.  Tubuh kurus, kulit pucat menyiratkan bahwa beliau sedang di hinggapi penyakit yang parah.

Baru pertama kali saya bertemu dengan beliau. Saya memperkenalkan diri dan sedikit berbasa basi. Menunjukkan keprihatinan atas sakitnya.  Menyampaikan maksud dan tujuanku meski terkadang melihat kondisi di lapangan seperti itu, membuat perasaan lebih dominan berbicara daripada ketentuan. Hari ini saya ingin mendengarkan saja, ibu itu berbicara tentang sakitnya. 

Tepatnya pada saat hari raya idul fitri. Di antara anak-anaknya yang masih berkumpul di rumah, beliau mengalami ujian sakit. Jatuh, tidak sadarkan diri lalu koma satu minggu. Perhatian dan support dari ke empat anak beliau yang membuat bertahan. Semuanya mengerti dan menunjukkan cinta seorang anak kepada orang tua. “ Ngopeni, sendanten mas”. Semua memperhatikan dan membiayai. Silih berganti menunggui di rumah sakit, menenangkan, menggantikan baju dan menyuapi. Itulah yang membuat Ibu Anti kuat bertahan atas sakitnya. 

Pasca hari-hari yang kritis beliau masih bertahan, seminggu dua kali bolak-balik kerumah sakit untuk cuci darah karena ginjalnya tidak berfungsi dengan baik. Meski factor biaya dan transportasi telah teratasi tetapi tidak mudah mengatasi rasa sakit proses cuci darah. Efek samping mual, mutah, pusing dan empat sampai lima jam lamanya proses yang menyakitkan, tidur terlentang dengan tangan tertembus jarum-jarum suntik. Enggan rasanya bagi saya yang di beri kesehatan seperti ini untuk sekedar membayangkan.

Seperti membalikkan telapak tangan jika tuhan berkehendak. Di saat kegembiraan dan senyum hari raya dalam hitungan detik bahagia berubah menjadi duka. Betapa rapuh hidup manusia atas kuasa Tuhan. Semua menjadi ujian dan  bisa pula menjadi hukuman atas setiap perbuatan dan tindakan manusia. Di saat semua telah terjadi tidak perlu di sesali. Wajib di hadapi dengan segala upaya tenaga, fikiran dan hati yang positif sampai takdir Tuhan berbicara tentang hidup dan mati.

Beruntung saya memiliki keluarga, saudara dan sahabat yang terkadang saya lupakan saat di beri kegembiraan. Merekalah tempat saya berbagi. menguatkan saat didera duka dan ada ketika saya terluka. Ibu Anti pun mampu bertahan dengan semangat yang di kobarkan dari dalam dirinya dan motivasi dari orang-orang terdekat. Memandang wajah dengan pancaran semangat hidup yang kuat dari dera sakit.  

Tak terasa hampir satu jam mendengarkan kisah yang di sampaikan Ibu Anti. ………Semoga Ibu di berikan kekuatan, ketabahan dan kesabaran………. Dan akupun terus berusaha dan mencari cara, agar beliau  mampu segera menunaikan kewajibannya……….  Semoga  ( 10-12-2014 )

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...