Catatan : Silahturahmi kepada
mereka yang memberi inspirasi.
Di sambungan telephon, Tangisnya
pecah, terdengar lirih nada bicara yang menyesakkan. Parau, terisak memohon
sesuatu “ Pesan bapak, jangan sampai peninggalan satu-satunya, tanah dan rumah
ini di jual. Mohon, saya meminta tempo, jangka waktu menyelesaikan kewajiban.
Tiga bulan ke depan, setelah masa potong biaya dari upah bekerja di luar
negeri. Saya masih berusaha, mohon dan
tolong agar di bantu. Itu pesan bapak….itu pesan bapak….. Pesan bapak sebelum meninggal”. Suaranya di
penuhi kesedihan, tidak ada rekayasa dan menunjukkan keseriusan komitmen.
Pertaruhan besar untuk menjaga amanah, wasiat orang tua.
Saya terdiam, merenung dengan
kalimat penutup yang di ucapkan “ pesan bapak sebelum meninggal “. Ini tidak
mudah, mengakomodir wasiat dan amanah terakhir. Sementara penyelesaian
secepatnya menjadi prioritas utama.
Mulai mentaut-tautkan proses. Sejak dari awal perkenalan sampai kondisi
yang terjadi selama ini. Menimbang ulang, apa kekurangan dan kesalahan yang
pernah di perbuat, apakah sudah jujur, dan transparan sejak dari awal. Apakah informasi telah di
sampaikan dengan benar dan terbuka. Adakah setingan ataupun rekayasa.
Sehari-hari, dalam bekerja tidak
jarang harus di hadapkan untuk menentukan keputusan pada pilihan rumit dan
sulit seperti ini, antara mengakomodir perasaan atau menjalankan ketegasan
berdasarkan aturan. Tak kuasa untuk luluh sebagai manusia yang memiliki rasa
dan di anugerahi hati menghadapi keluh kesah, persoalan dan masalah mitra untuk
bisa menyelesaikan kewajiban.
Tidak ada salahnya memberikan
kesempatan, untuk tiga bulan ke depan. Beliaupun juga tidak tinggal diam, telah
berusaha dan berupaya sekuat tenaga. Jikapun kita harus menerima kenyataan
seperti ini, tidak semua itu karena salah mereka. Kitapun perlu mengkoreksi
diri. Menjadikan pelajaran dan hukuman atas kesalahan yang telah di perbuat.
Tidak perlu menggunakan kekuatan korporasi yang pada akhirnya menorehkan luka
baru. Ini bukan masalah ketegasan untuk mencari pemenang, ini perkara
keberlangsungan yang tidak akan terhenti hubungan kerjasama hanya setelah ini dan
menyangkut pula rasa. Kepuasan pelanggan
yang selalu menjadi tolak ukur kualitas produk jasa.
Waktu yang bicara dan membuktikan.
Melewati tiga bulan pertama, tiga bulan kedua dan seterusnya. Kenyataan sesuai
harapan, komitmen-komitmen di penuhi. Berjalan kembali pada rel yang
benar dan arah tujuan yang sesuai. Tidak semua yang awalnya baik berakhir baik dan
begitu sebaliknya, tidak selalu yang berawal buruk akan berakhir buruk.
Tujuan korporasi ini sangat mulia.
Sejahtera bersama, antara korporasi dan mitra. Tidak ingin korporasi ini
membuat jebakan-jebakan, yang menghadirkan pertarungan tidak seimbang antara
individu melawan kelompok. Betapa bahagia, dalam analogi sederhana jika kita
menjadikan buruh tani menjadi pemilik tanah. Bukan sebaliknya dari pemilik
lahan menjadi buruh tani, lebih parah jika mereka harus kehilangan rumah
satu-satunya.
Dua tahun lebih pasca peristiwa
itu terjadi, kini beliaupun masih bermitra dengan lembaran baru. Seluruh komitmennya
telah terselesaiakan dan wasiat orang tuanya bisa di penuhi. Sesekali dari
negeri seberang tempatnya mencari rezeki beliau memberikan kabar. Menceritakan kondisi
terkini dan tentunya tanpa tangisan……..Semoga tetap sukses, bu….. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar