Jumat, 09 Januari 2015

SAYA MENGENANG BELIAU, SI PEMETIK BUNGA KENANGA

Catatan : Silahturahmi Kepada Mereka Yang Memberi Inspirasi

Saya mengenang beliau. Mengenalnya sebagai orang baik. Tinggal di rumah sederhana dengan halaman yang di naungi oleh rindang pohon Kenanga. Pantas saja, pohon besar itu memiliki bunga lebat yang  tumbuh diantara hijau daunnya. Si pemilik memang ahli merawat. Keahlian dari pengalaman puluhan tahun menekuni profesi sebagai pemetik bunga Kenanga.

Menurut saya, itu bukan pekerjaan yang mudah. Memanjat dan berkonsentrasi mengarahkan galah panjang yang ujungnya terselip sabit kecil ke bunga di pucuk ranting. Memilah dan memilih bunga yang layak di petik, daun dan bunga yang sama hijaunya. Itu butuh keahlian dan ketrampilan. Tidak sembarang orang bisa dan mampu melakukan.

Saya beruntung bisa mengenal sosok sederhana itu, Pribadi yang sering terabaikan dan terkadang di pandang sebelah mata.  Saya tidak ingin mengungkit, masa di mana saya berinteraksi dengan beliau. Masa upaya dan kerja kerasnya untuk segera menyelesaiakan kewajiban hutangnya. Kini semua telah usai, terlunasi.

Saya mengambil hikmah, manfaat yang saya petik dari hubungan silahturahmi ini. Saya sering bertemu, melihat dan mendengar pitutur para peritual gunung, petapa goa-goa karang, pelaku topo uro yang hidup dengan symbol dan makna. Beliau jauh berbeda, segelintir penganut filsafat jawa “ kejawen” yang  menerapkan ajarannya dalam kehidupan. Beberapa kali bertemu, beliau menyelipkan  pitutur dalam obrolan singkat dengan dasar Filsafat Jawa. Saya mendengar tanpa mendebat tetapi melihat, berusaha mencocokkan antara perkataan dengan perbuatan. Bahasan tentang kesabaran, keiklasan, kesederhanaan. Apa yang di sampaikan tercermin dalam penerapan di kehidupan sehari-hari. Aplikasinya itu yang saya kagumi. Tentu saja mayoritas manusia mengamini bahwa sabar, iklas, sederhana adalah ilmu kebaikan. Tetapi pada tataran aplikasi masing-masing manusia memiliki beragam tantangan untuk menjalani.

Sama sekali tidak terpancar kegelisahan atas sulitnya kehidupan. Semua di jalani dengan lapang dada, menikmati istirahatnya kala lelah bekerja yang hasilnya tak seberapa. Tidak merasa di tipu meski jelas-jelas di peralat. Mensyukuri hasil yang jauh dari kata cukup bagi saya yang terbiasa menghitung dan mengkalkulasi. Begitu sulit beliau mengucap janji karena berat konsekuensinya jika tidak bisa di tepati. Menghindari perbuatan yang menyakiti hati orang lain.

Beliau bukan siapa-siapa, Tidak punya kekuatan untuk menguasai apalagi memerintah atau melawan. Menjadi pemimpin bukan saja dari kekuasaan tetapi bisa dengan memberi suri teladan. Pemimpin keteladanan, memberi contoh dan tindakan yang memberi inspirasi. Supaya kebaikan benar-benar di jalankan sesuai ajaran dan keyakinan kita masing-masing.

Saya mengenang beliau, yang kini telah menemui takdirnya. Tidak ada alasan lagi bagi saya untuk berkunjung ke rumahnya. Tatkala siang, selepas dhuhur tidak mungkin lagi ada sesosok pria yang bertelanjang dada yang celana kolornya dilipat bertalikan raffia seperti apa yang saya lihat ketika beberapa kali saya berjumpa. Dua batang pohon kenanga yang pernah saya beli dari rumahnya pun telah mati karena saya memang tidak seahli beliau dalam hal merawat pohon Kenanga.
……………………………………….
Saya mengenang beliau, semoga beliau di terima di sisiNya. Sesuai keyakinan saya, tidak ada lagi kalimat yang bisa menyambungkan selain hadiah doa………. Ya Ummul Fatihah...........Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...