Catatan : Silahturahmi Kepada Mereka Yang Memberi Inspirasi
Saya mengenang beliau.
Mengenalnya sebagai orang baik. Tinggal di rumah sederhana dengan halaman yang
di naungi oleh rindang pohon Kenanga. Pantas saja, pohon besar itu memiliki
bunga lebat yang tumbuh diantara hijau
daunnya. Si pemilik memang ahli merawat. Keahlian dari pengalaman puluhan tahun
menekuni profesi sebagai pemetik bunga Kenanga.
Menurut saya, itu bukan pekerjaan
yang mudah. Memanjat dan berkonsentrasi mengarahkan galah panjang yang ujungnya
terselip sabit kecil ke bunga di pucuk ranting. Memilah dan memilih bunga yang
layak di petik, daun dan bunga yang sama hijaunya. Itu butuh keahlian dan
ketrampilan. Tidak sembarang orang bisa dan mampu melakukan.
Saya beruntung bisa mengenal
sosok sederhana itu, Pribadi yang sering terabaikan dan terkadang di pandang
sebelah mata. Saya tidak ingin
mengungkit, masa di mana saya berinteraksi dengan beliau. Masa upaya dan kerja
kerasnya untuk segera menyelesaiakan kewajiban hutangnya. Kini semua telah
usai, terlunasi.
Saya mengambil hikmah, manfaat
yang saya petik dari hubungan silahturahmi ini. Saya sering bertemu, melihat dan mendengar pitutur para peritual
gunung, petapa goa-goa karang, pelaku topo uro yang hidup dengan symbol dan
makna. Beliau jauh berbeda, segelintir penganut filsafat jawa “ kejawen” yang menerapkan
ajarannya dalam kehidupan. Beberapa
kali bertemu, beliau menyelipkan pitutur dalam obrolan singkat dengan
dasar Filsafat Jawa. Saya
mendengar tanpa mendebat tetapi melihat, berusaha mencocokkan antara
perkataan dengan perbuatan. Bahasan tentang kesabaran, keiklasan,
kesederhanaan.
Apa yang di sampaikan tercermin dalam penerapan di kehidupan
sehari-hari.
Aplikasinya itu yang saya kagumi. Tentu saja mayoritas manusia mengamini
bahwa
sabar, iklas, sederhana adalah ilmu kebaikan. Tetapi pada tataran
aplikasi
masing-masing manusia memiliki beragam tantangan untuk menjalani.
Sama sekali tidak
terpancar
kegelisahan atas sulitnya kehidupan. Semua di jalani dengan lapang dada,
menikmati istirahatnya kala lelah bekerja yang hasilnya tak seberapa.
Tidak
merasa di tipu meski jelas-jelas di peralat. Mensyukuri hasil yang jauh
dari
kata cukup bagi saya yang terbiasa menghitung dan mengkalkulasi. Begitu
sulit
beliau mengucap janji karena berat konsekuensinya jika tidak bisa di
tepati. Menghindari perbuatan yang menyakiti hati orang lain.
Beliau bukan
siapa-siapa, Tidak
punya kekuatan untuk menguasai apalagi memerintah atau melawan. Menjadi
pemimpin bukan saja dari kekuasaan tetapi bisa dengan memberi suri
teladan. Pemimpin keteladanan, memberi
contoh dan tindakan yang memberi inspirasi. Supaya kebaikan benar-benar
di jalankan sesuai ajaran dan keyakinan kita masing-masing.
Saya mengenang beliau, yang kini
telah menemui takdirnya. Tidak ada alasan lagi bagi saya untuk berkunjung ke rumahnya.
Tatkala siang, selepas dhuhur tidak mungkin lagi ada sesosok pria yang
bertelanjang dada yang celana kolornya dilipat bertalikan raffia seperti apa
yang saya lihat ketika beberapa kali saya berjumpa. Dua batang pohon kenanga
yang pernah saya beli dari rumahnya pun telah mati karena saya memang tidak
seahli beliau dalam hal merawat pohon Kenanga.
……………………………………….
Saya mengenang beliau, semoga
beliau di terima di sisiNya. Sesuai keyakinan saya, tidak ada lagi kalimat yang
bisa menyambungkan selain hadiah doa………. Ya Ummul Fatihah...........Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar