Minggu, 22 Februari 2015

SATU PERJALANAN DENGAN PAK HAJI



Saya memiliki kawan yang usianya terpaut dua kali lebih tua dari umur saya. Fisiknya masih prima, tidak kalah dengan anak usia SMA. Sebut saja namanya Pak Haji, Beruntung dalam beberapa kesempatan bisa olahraga bersama beliau menikmati udara pegunanungan dan menyaksikan tempat-tempat eksotik di negeri ini. Pantas saja  sahabatnya banyak, Pak Haji memang orang yang ramah dan supel.  Aktif dalam organisasi keagamaan dan pekerja keras. Pengalaman hidup luar biasa, sering di ceritakan kepada saya dalam obrolan perjalanan. Berbicara dalam perjalanan adalah pelipur lelah dan letih fisik saat berjalan kaki.

Pada satu kesempatan ketika berpetualang saya hanya berdua di temani Pak Haji. Merealisasikan rencana untuk menyambangi Air terjun terindah di Kabupaten Kediri, Air terjun Ngleyangan. Berjalan kaki mendaki di lereng Gunung Wilis sepanjang 4 kilometer. Sepanjang perjalanan beliau menceritakan pengalaman hidupnya. Tidak hanya urusan bertualang dan jalan-jalan tetapi tentang urusan dunia dan akhirat. Bagaimana beliau jatuh bangun merintis usaha. Dari bekerja di perusahaan konstruksi sampai sekarang memiliki toko yang mapan di depan rumah. Proyek dua arah,menggapai sukses dunia dan akhirat. Rumahnya adalah ladang untuk mencapai itu semua. Usaha toko kebutuhan rumah tangga di sebelah mushala yang terus di kembangkan. Tidak hanya bangunan fisik tetapi membangun  akhlaq masyarakat sekitarnya. Siang bekerja sore dan malam beribadah, membimbing anak-anak mengaji dan aktivitas keagamaan di mushola samping rumahnya. 

Saya pun salut. Aktivitasnya yang padat tidak membuat beliau meninggalkan hobinya berjalan kaki. Trekking ke pegunungan menikmati keindahan alam semesta ini. Hobi yang terus berlanjut dari remaja sampai usia senja. Terkadang dua putranya yang saat ini mahasiswa menemani aktivitas beliau untuk bertualang. Refresing keluarga yang menyenangkan. Sayapun semakin kagum dengan pribadi Pak Haji. Di jari telunjuknya tersemat melingkar finger tally. Benda yang sering saya perhatikan ketika beberapa kali bertualang.  Benda yang selalu menemaninya dan menurut saya barang itu bagi Pak Haji lebih berarti daripada cincin emas berlian. Dalam satu kesempatan ketika kami beristirahat saya sempat melihat satu deretan angka lebih diatas empat ribu tertera dalam layar digital finger tally tersebut. 

Saya tidak berani bertanya pada Pak Haji tetapi secara umum finger tally di gunakan untuk menghitung jumlah dzikir. Sulit bagi yang tidak terbiasa memadukan aktivitas duniawi dan surgawi dalam satu kegiatan. Mengkombinasikan dengan aktivitas pekerjaan, aktivitas olahraga dll. Pak haji pun berbagi Sepuluh ribu Dzikir dan sholawat untuk menentramkan hati, dan Seratus kali bacaan ayat kursi untuk tetap di anugerahi tubuh yang sehat. Mudah di lakukan begitu segala sesuatu menjadi kebiasaan. Pak Haji telah membuktikan dengan segenap keyakinanya. Fisik prima dan pancaran pribadi yang bahagia 

Tidak terasa hampir dua jam kami berjalan kaki menembus kelebatan hutan, Gemuruh Air terjun menderu, debit air di musim penghujan cukup tinggi. Air melompat di ketinggian 150 meter terjun bebas menghantam lapisan lapisan tebing yang bertingkat. Menghasilkan rintik air, gerimis yang tiada henti di radius 50 Meter. Kerapatan tumbuhan dan kelembaban udara menyejukkan tubuh. Pak Haji menyapa ramah para pengunjung yang hari itu cukup ramai, Puluhan penikmat alam dan petualang yang mayoritas berusia belia. Betapa berharga perjalanan kali ini bisa belajar dari Pak Haji. Duduk bersama di pinngir sungai menikmati makanan yang sederhana. Nasi jagung pun terasa nikmat dan kesegaran air murni pegunungan yang jernih , bersih dan tentunya jauh dari pencemaran pestisida.

Rabu, 11 Februari 2015

SAHABAT SEJATI

Catatan : silahturahmi kepada mereka yang memberi inspirasi

Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak mendapatkan tempat  di sisi Nya yang paling mulia. Untuk para pemimpin, sahabat dan guru yang telah memberi akses dan pelita bagi saya menuju jalan kebaikan.Amin

Saya telah menasbihkan salah satu dari teman sebagai sahabat sejati.  Jika salah satu diantara kami lebih dahulu menghadap Nya maka  penasbihan sebagai sahabat sejati adalah mengantarkan ke peristirahatan terakhir. 

Saya mengenal salah satu sahabat sejati sebagai pemimpin yang melatih kedisiplinan dan kerja keras untuk meraih impian. Saya berterima kasih pada beliau, pernah menjadi bagian dari teamnya yang solid.  

Saya tidak pernah mempermasalahkan dan kecewa atas setiap aturan pulang malamnya, coachingnya yang penuh bentakan dan ancaman. Punishment yang berat dan keras. Saya tahu dan paham semua di lakukan untuk memacu diri agar lebih hebat dan kuat. Melatih diri untuk memiliki mental baja dalam bekerja.

Banyak cara untuk melatih baik dengan cara yang keras ataupun lemah lembut. Apapun caranya perlu kita hargai dengan pemikiran positif. Selalu melihat kapasitasnya dalam rangka mendidik dan melatih kita menuju jalan yang lebih baik. Jangan salah artikan nada bicara yang keras sebagai bentuk kebencian. Jangan anggap amarah sebagai bentuk permusuhan. Sikap dan pemikiran negatif justru akan menenggelamkan diri dalam kekecewaan yang dalam dan melahirkan kebencian pada individu.
Usahanya luar biasa agar semua bagian dari teamnya menjadi sukses. Tidak mungkin dengan kerja yang biasa akan mendapatkan hasil yang luar biasa. Tentu semua sepadan, harus kerja ekstra untuk sebuah hasil istimewa. monitoring yang ketat pagi siang dan sore terhadap proses yang dilakukan teamnya untuk mencapai hasil.

Jauh beda ketika beliau tidak berperan sebagai leader tetap menjadi pribadi yang suka bergurau dan sering menasehati untuk tetap menempuh jalan kebaikan.

Di tempat ini yakinlah saya bahwa beliau memiliki banyak sahabat sejati. Yang memberikan penghormatan terakhir dengan iringan doa. Mengantarkan ke peristirahatan terakhir. Dan akan terus mengalir segenap pahala dari ilmu bermanfaat yang telah engkau teladankan dan ajarkan sebagai amal jariyah. Selamat jalan kawan

Ya ummul fatikah

Selasa, 10 Februari 2015

HARAPAN DAN SEMANGAT BARU DARI IBU MEI

Catatan silahturahmi kepada mereka yang memberi inspirasi


Suara gemuruh deru mesin penggilingan menenuhi ruang sempit itu setiap harinya. Empat pekerja mengerubuti mesin yang sudah kelihatan tua.  Mereka sibuk bekerja sesuai tugas dan kewajibannya. Mengolah limbah sayuran dan buah-buahan menjadi pakan ternak yang nilai jualnya menggiurkan. 
Saya bersama pemilik usaha itu. Sebut saja namanya Ibu Mei. Seseorang yang saya nilai baik. Orang yang belajar dari banyak masalah. Survive menahan segala coba dan ujian keterpurukan di saat awal-awal mengembangkan usaha sehingga bisa berhasil sampai sejauh ini. 

Pertemuan saya dengan beliau adalah awal baru. Semangat dan komitmen baru untuk menata ulang hubungan kerjasama. Saya berusaha merajut kembali komunikasi ketika sekian lama hubungan mitra ini larut dalam persepsi-dan praduga negatif. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. saling memaafkan dan berdamai dengan keadaan.

Sudah menjadi kebiasaan manusia menghubung-hubungkan suatu peristiwa. tidak ada yang salah dari alur berfikir seperti itu karena gerak kehidupan ini terjadi karena hubungan sebab akibad.

Seperti apa yang di sampaikan beliau tentang suatu perlakuan yang menurut saya tidak manusiawi. Menyikapi suatu persoalan dengan emosi yang justru menambah dan menutup rapat jalan penyelesaian. apa yang kita dapatkan saat ini adalah hasil dari perbuatan dan tindakan kita di masa lalu. Saya belajar dari ibu mei agar hidup selalu menanam kebaikan. Agar kelak menuai kebaikan  yang dapat kita dan anak cucu rasakan. 

Membangun Hubungan dengan mitra ( nasabah ) yang terbaik adalah pendekatan relationship. Menjadikan mereka teman dan sahabat. Yang mampu berbagi dalam suka maupun duka. Berempati dan mampu memberi solusi. Mengurangi potensi mendapatkan musuh dan memperbanyak peluang untuk mendapatkan kawan. 
Saya sering kehabisan cara dan menemui jalan buntu untuk menyelesaikan persoalan dengan mitra. Terlalu rumit masalah dan tidak sanggup mengurai. Seakan-akan tak ada jalan keluar lagi dan harus menyerah. Tetapi jika Tuhan berkehendak menyelesaikan masalah seperti membalik telapak tangan, terurai dan terselesaikan dengan mudah. 

Inilah pentingnya sebuah doa untuk menguatkan keyakinan dan memudahkan jalan. Mengharapkan kemudahan dan kelancaran mitra kita dalam menjalankan usahanya. Agar mampu mereka menunaikan kewajibannya.

Saya dan Ibu Mei. Mengawali hubungan kerjasama ini dengan saling memaafkan. Harapan dan semangat baru memecahkan kebuntuan penyelesaian.

Selasa, 03 Februari 2015

SELEMBAR SURAT SOMASI DALAM GENGGAMAN SEORANG IBU DAN ANAK BALITANYA.



Catatan : Silahturahmi ke mereka yang memberi inspirasi

Hari masih pagi, petugas security terlihat sibuk membantu rekannya membersihkan halaman. Saya duduk sendiri di ruang depan kantor.  Mengamati jalanan yang ramai lalu lalang kendaraan.  Di seberang jalan di bawah rindang pepohonan, terlihat seorang ibu mengendong anak balita. Bajunya lusuh, meneteng tas plastic hitam dan bundelan kecil di selendang gendongan. Tampak anak itu masih terlelap tidur dengan tenang.  Ibu itu sepertinya sedang menunggu sesuatu. Sekejap kemudian tangannya melambai. Bus kecil berhenti, mengilangkan sosoknya yang sedari tadi saya amati.

Melihat drama tiga menit di seberang jalan depan kantor. Mengingatkan saya pada peristiwa tiga tahun yang lalu. Anganpun melayang ke masa silam. Pertemuan saya dengan seorang ibu dan anak balitanya. Pertemuan yang terkesan prosedural. Langkah dan upaya yang sebisa mungkin saya hindari. “Apakah hanya untuk berkomunikasi saja harus menggunakan surat somasi?”. Tapi itulah yang terjadi. Lebih dari lima kali saya bersilahturahmi ke rumahnya di gang sempit di seberang sungai. Tidak pernah sekalipun berjumpa, apalagi berkomunikasi menyampaikan maksud dan tujuan untuk bersama-sama mencari solusi.

Didalam satu ruang, dengan sedikit gemetar ibu itu menunjukkan selembar surat. Raut mukanya terlihat takut, maklum juga, ketika sudah berbicara pasal-pasal, aturan hukum apalagi berurusan dengan penegak hukum sebagian besar orang pasti gentar. Saya mencoba mencairkan suasana, sedikit mengajak bercanda, anaknya pun tampak gelisah. Saya tidak berusaha segera mencecar dengan pertanyaan. Interograsi yang terkesan tidak manusiawi. Suasana mulai tenang dan saya persilahkan beliau bercerita. Kemana selama ini sehingga sulit berjumpa apalagi untuk berkomunikasi.

Beliau bercerita entah itu benar atau tidak, tetapi tetesan airmata cukuplah meyakinkan saya bahwa ceritanya tidak di rekayasa. Tentang lika-liku kehidupan. Mencari penghidupan di pasar dan jalanan. Berharap belas dan kasih, meminta-minta. Suaminya pun juga bekerja. Tetapi apalah daya, pendapatan tidak mampu menggapai kebutuhan rumah tangga. Apalagi harus dengan konsisten menyelesaikan kewajiban, tentu akan terlambat. Seringkali meng “ kambing hitamkan “ karakter tetapi ini masalah kemampuan dan kapasitas. Siapa yang tidak terenyuh mendengar kisah seperti itu. Fikiran terbang kemana-mana, membayangkan hal yang sungguh menyedihkan. 

Saya tertegun sekejap, tiada berguna bicara andaikan. Waktu tidak dapat di putar kembali untuk menolak permohonan fasilitas kreditnya. Menjadi pelajaran agar kita semakin berhati-hati, Tidak semuanya kebutuhan modal di selesaikan dengan cara berhutang, masih banyak alternative lain, Membantu tidak berarti harus menerima, menolakpun kita bisa menolong mereka. Saya hanya butuh komitmen. Mengajaknya berfikir sejenak, untuk mengkalkulasi dan menghitung ulang seberapa beliau mampu dengan kelongaran pendapatan. Akhirnya, di capai kesepakatan untuk pembaharuan. Hari ini menuju tiga tahun ke depan. Semoga waktu, ke depan menuntunnya menuju jalan kebaikan ekonomi. Hadiah bagi siapa saja yang mau berusaha dan bekerja keras.

Telah lama melupakan, sepintas dalam kesempatan waktu yang terbatas. Melihat lagi fakta komitmennya yang terangkum dalam selembar kertas. Urutan bulan telah terisi nominal angka yang sama. Kembali lancar seperti harapan kami berdua. Saya tidak ingin perbaikan ini karena paksaan dari selembar surat tetapi lebih pada perbaikan ekonomi.  
  
Pagi itu, saya seorang diri melihat seorang ibu mengendong anak balita pergi menumpang bus. Tetapi sayang, sayapun belum berkesempatan berjumpa. Di satu hari, di setiap bulan di tiga tahun terakhir ini. Ada seorang ibu entah masih bersama anak balitanya atau tidak, turun dari angkutan umum di depan kantor. Bersilahturahmi di waktu ruangan ini telah ramai.

LEBIH DARI SEKEDAR MITRA



Catatan : Silahturahmi ke rumah mereka yang memberi inspirasi

Ada beberapa mitra ( nasabah ) yang saya anggap special. Saya menyebutnya “para sahabat”.  Hubungan mitra yang tidak sebatas kebutuhan penjual dan pembeli jasa keuangan tetapi lebih pada hubungan persahabatan. Di pertemukan dalam satu team kerja yang menuntut kerja Spartan. Di latih untuk menghadapi masalah yang rumit dan sulit. Setiap hari di doktrin untuk mencapai dan terus mencapai. Dipaksa dan akhirnya biasa menjadi workaholic. Sudah menjadi hal yang lumrah dalam dunia kerja, ketika awalnya saling bahu-membahu dalam satu team yang sama kemudian harus saling bersaing dan bertanding dalam team di korporasi yang berbeda. 

“Para sahabat ”  yang tidak hanya memberikan kontribusi melalui performa kreditnya yang lancar tetapi lebih dari itu.  Banyak saran, kritik, masukan serta sharing ilmunya yang sering saya butuhkan. Meski di tempatkan dalam posisi bersaing tetapi inilah yang saya anggap sebagai persaingan yang sehat. Persaingan untuk adu strategi, adu kreativitas bukan saling menjatuhkan, memfitnah dan menipu untuk memenangkan kompetisi. Selangkah lebih maju dari lawan kita setingkat lebih tinggi dari musuh kita maka jadilah kita pemenang. 

“ Para sahabat” pun tidak ragu memberi apresasi positif tentang fasilitas kredit yang di gunakan. Tentang kecepatan proses, variasi produk dan fleksibilitas dari kekakuan prosedur dan ketentuan. Awet bertahun-tahun menjadi mitra. “ Para sahabat “ yang tidak ragu memberi referensi calon mitra. Jauh dari upaya memindah mitra bermasalah  tetapi lebih pada memberi peluang tentang perbedaan kualifikasi produk. Dan sejauh ini referensi mereka dalam performa mitra prima.

“Para sahabat” yang benar paham tentang bagaimana menjaga reputasi perbankan dan keuangan karena itulah modal mereka dalam bekerja di jasa keuangan. Berkomitmen kepada diri sendiri sebelum meminta komitmen pada orang lain. Membangun hubungan saling percaya dengan tindakan bukan dengan perkataan. Lebih mudahnya lagi mereka memahami prosedur. Menjauhi intervensi karena persetujuan kredit bukan garis komando tetapi mengelola resiko. Bukan dari atas kebawah tetapi dari bawah ke atas.

Saya belajar dari “para sahabat” banyak hal tentang keterbukaan cara berfikir. Bahwa bersaing itu tidak harus berebut yang akhirnya melahirkan permusuhan. Setiap detik ada peluang dan kesempatan yang bisa di raih, Bagaimana tinggal masing-masing individu menciptakan peluang dan kesempatan itu. Beradu taktik dan strategi mengaplikasikannya dengan kerja keras, iklhlas dan cerdas. Tidak harus menempuh jalan yang sama untuk berhasil. Saling bekerjasama dan bermitra justru lebih baik. Memperbanyak teman, sahabat lebih menambah peluang dan kesempatan sebaliknya menciptakan permusuhan berarti menutup peluang dan kesempatan.

Saya masih teringat satu kalimat dalam satu SMS yang di kirim oleh salah satu “para sahabat” yang keluar dari team dan memposisiskan sebagai pesaing di institusi yang berbeda “ Kesatuan dan bendera boleh berbeda, seragam pun pastilah tidak sama, tetapi yang namanya kawan tetaplah kawan yang tidak mungkin menjadi lawan. Tetaplah menjadi sahabat”.  Kami pun berkomitmen…….. lebih dari dari sekedar mitra.  

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...