Dalam
perjalanan menelusuri gua gua baik alami maupun buatan di Desa Gamping
Campurdarat Tulungagung. Tepat di bawah tebing tebing kapur yang
berongga dengan ketinggian tebing 30-50 meter Kami menemukan beberapa
helai bulu sayap Burung Hantu ( manuk dares atau serak jawa). Sepertinya
bulu bulu tersebut terlepas dari ketinggian yang mungkin saja di
lubang atau rongga rongga tebing terdapat hunian burung tersebut.
Persinggungan kami dengan Manuk Dares ini cukup intens ketika mendaki
perbukitan kapur di sisi Selatan kota Tulungagung. Seperti halnya
perjumpaan kami dengan seekor Manuk Dares di salah satu gua kapur ketika
mendaki Gunung Cemenung. Perjumpaan kami di Puncak Gunung Budeg saat
malam hari Burung Dares melintas diatas tenda tenda pendaki.
Masuk
ke gua-gua kapur di dalam beberapa bagian relung gua terserak bekas
tulang belulang atau beberapa bangkai tikus kemungkinan besar merupakan
mangsa sang predator malam ini. Sebagaimana burung predator yang setiap
hari harus berburu mangsa, lokasi tebing yang letaknya langsung
berhadapan dengan area terbuka sangat strategis sebagai tempat
pengintaian. Dari ketinggian tersebut dimana bawahnya merupakan hutan
jati kemudian 300 meter ke bawah merupakan perkampungan penduduk dan
setelahnya diradius 500 meter adalah bentang luas area persawahan. Kami
membayangkan betapa efektifnya perburuan Manuk Dares ini, setiap malam
dengan kepak sayap yang sempurna nyaris tak terdengar terbang menghunjam
dari angkasa menuju mangsa yang ada di bawahnya menyergap dengan
cakarnya yang tajam puluhan mangsa langsung binasa. Setiap malam dalam
senyap membantu petani membantai musuh utamanya hama Tikus.
Suara
manuk Dares ini cukup untuk membuat bulu kuduk berdiri jika melakukan
pendakian di malam hari. Banyak mitos mengenai burung ini namun nyatanya
burung ini menjadi sahabat petani karena kemampuannya mengeksekusi Hama
tikus sangat teruji..
Tiap burung dewasa dapat memangsa 2—5 tikus per hari atau sekitar 1.300
tikus per tahun. Serak jawa mulai dapat berburu tikus pada umur 5 bulan.
Diperkirakan, sepasang serak jawa dapat melindungi hingga 10 hektar
sawah. (mongabay-situs berita lingkungan - serak jawa sang pemburu
handal sahabat petani -
Ridzki R. Sigit di 10 October 2014)
Mari kita secara
bersama sama melindungi sang predator senyap ini dengan tidak menembak
dan memburunya biarkan mereka menghuni relung tebing tebing di
Perbukitan Walikukun.
Mengutip dari Wikipedia tentang Burung Hantu (Manuk Dares atau Serak Jawa)
Serak jawa ( Tyto alba ) merupakan spesies
burung berukuran besar (34 cm), mudah dikenali sebagai burung hantu
putih. Wajah berbentuk jantung, warna putih dengan tepi coklat. Mata
menghadap ke depan, merupakan ciri yang mudah dikenali. Bulu lembut,
berwarna tersamar, bagian atas berwarna kelabu terang dengan sejumlah
garis gelap dan bercak pucat tersebar pada bulu. Ada tanda mengkilat
pada sayap dan punggung. Bagian bawah berwarna putih dengan sedikit
bercak hitam, atau tidak ada. Bulu pada kaki jarang-jarang. Kepala
besar, kekar dan membulat. Iris mata berwarna hitam. Paruh
tajam, menghadap ke bawah, warna keputihan. Kaki warna putih kekuningan
sampai kecoklatan. Jantan-betina hampir sama dalam ukuran dan warna
meski betina sering kali lebih besar 25%. Betina dan hewan muda umumnya
punya bercak lebih rapat.
Kemampuan terbang Serak Jawa. Strategi perburuan dari Tyto alba sangat berbeda dengan jenis-jenis burung predator
yang lain. Burung-burung predator lain, mengandalkan kecepatan dan
kejutan untuk mendatangi dan menangkap mangsa. Dalam perburuan mangsa,
Tyto alba sangat bergantung pada cara terbangnya yang tanpa suara dan
pada pendengarannya yang sangat tajam. Suara yang timbul akibat
pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti
beludru pada permukaan bulu-bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap Tyto
alba memiliki jumbai-jumbai yang sangat halus yang juga berfungsi untuk
meredam bunyi kepakan sayap. Cara terbang yang tanpa suara ini
menyebabkan mangsa tidak mampu mendengar pergerakan Tyto alba dan juga
membantu pendengaran Tyto alba sendiri.
Habitat Serak jawa (Tyto Alba) yang umum didapati di wilayah berpohon, sampai
dengan ketinggian 1.600 m dpl. Di tepi hutan, perkebunan, pekarangan,
hingga taman-taman di kota besar. Sering bertengger rendah di tajuk
pohon atau perdu, berbunyi-bunyi dengan memilukan, atau bersahutan
dengan pasangannya. Sewaktu-waktu terjun menyambar mangsanya di
permukaan tanah atau vegetasi yang lebih rendah. Sering pula berburu
bersama dengan anak-anaknya. Aktif pada malam hari. Namun, terkadang
aktif pada senja hari dan dini hari, bahkan sesekali bisa dijumpai
sedang terbang pada siang hari. Pada siang hari, Tyto alba biasanya
berdiam diri pada lubang-lubang pohon, gua, sumur, bangunan-bangunan tua
atau pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat.
Beberapa jenis, khususnya Tyto, mampu menempati tempat buatan manusia
yang mirip dengan lubang pohon. Sarang Gagak dan burung pemangsa lain
yang sudah ditinggalkan, juga merupakan tempat pilihan. Hanya sedikit
atau tidak ada usaha sama sekali untuk memperbagus konstruksi pembuat
sarang sebelumnya. Celah batuan juga digunakan oleh beberapa jenis
burung.
Basecamp Kura- Kura - Sabawana Mahacita Indonesia 18 Agustus 2020. 02.15 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar