Menjelang
akhir pekan dalam aktivitas kerja. Mengawali dengan kerja spartan dan berharap
semua beban tugas bisa segera di selesaikan. Pagi-pagi di rumah salah satu
calon mitra untuk sekedar ngobrol. Percakapan sederhana tentang rencana
meminjam modal usaha. Secara kebetulan beliau adalah mitra lama yang dulu
pernah memindahkan fasilitas kreditnya ke bank lain. Obrolan panjang seputar
kisah perpindahan dan kekecewaan pada bank lain. Singkat kata, ada satu
pertanyaan yang membuat saya terkesan dengan jawabannya. " Kenapa bapak
pindah lagi ke bank kami ? " Bapak itupun menjawab " Saya terkesan
Mas, saat pelunasan saya di fasilitasi. Jaminan telah di sediakan tepat waktu.
Saat pelunasan tidak ada upaya menghalangi meskipun petugas bank
mengetahui kredit saya mau di pindah ke bank lain. Pelayanan total seperti
itulah yang saya harapkan, tidak hanya sebatas saat mengajukan kredit saja
tetapi saat melunasipun juga cepat prosesnya " Meskipun peristiwa itu
terjadi tiga tahun lalu, Si bapak masih teringat satu hal baik yang telah kita
berikan. Terkadang saat kita berusaha mempertahankan mitra, segala cara dan
upaya dilakukan meskipun itu kurang benar. Cara-cara seperti ini justru menjadi
bumerang bagi kita di masa depan. Manusia pada prinsipnya mencari pembanding
saat bermitra dengan beberapa bank. Pada awalnya, Si Bapak dengan
alasan bunga yang di tawarkan bank lain kepadanya lebih "murah "
sehingga memilih pindah, tetapi kesan yang di berikan saat melunasi pinjaman
sangat buruk. Dengan membandingkan maka Si Bapak memutuskan kembali bekerjasama
dengan bank ini.
Dari
pengalaman di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa kita membutuhkan investasi
jangka panjang dalam hal pemasaran. Proses panjang itu bisa kita mulai dari
sekarang dengan memberikan edukasi yang benar, saran yang baik dan terutama
perilaku kita menjadi bankir yang mampu menjadi teladan. Tidak ubahnya menanam
pohon, tergantung kita menanam pohon apa agar kita menuai hasil yang diinginkan.
Saya sangat percaya tentang proses baru membicarakan hasil. Ada yang bisa
kita petik hasilnya 3 bulan, 3 tahun bahkan 30 tahun dan tentu pohon yang
di tanam tersebut harus di rawat dan di pelihara dengan baik.
Selepas
sholat Jum’at memanfaatkan sedikit waktu untuk menikmati makan siang sambil
beristirahat. Banyak pilihan, terutama kalau ingin makan nasi soto. Di salah
satu warung nasi soto ayam yang cukup terkenal di dekat kantor. Pembeli terus
mengalir datang silih berganti. Parkiran trotoar selalu penuh sesak dengan
kendaraan pembeli. Menunggu antrian, mengamati tingkah pedagang yang ramah
melayani pembeli. Pesanan beragam sesuai selera pembeli coba untuk di penuhi.
Ada yang minta porsi 2 mangkuk, tidak memakai kecap, ayamnya porsi jumbo,
tidak pakai nasi, kuahnya saja, tidak pakai sayuran, nasinya porsi sedikit,
kuahnya minta lebih dan lain-lain.
Semua
pesanan pembeli bisa di layani dengan baik. Dan tampak pembeli merasa puas
dengan terpenuhi sajian yang sesuai dengan selera mereka masing-masing. Menunya
adalah sama soto ayam tetapi di sajikan dengan cara yang berbeda sesuai
keinginan pembeli. Mereka yang datang tentunya tidak akan memesan sate, mie
ayam ataupun bakso karena jelas terpampang produk makanan dalam bentangan
kain spanduk “Soto Ayam Pak xxxx”. Sama saja kita dalam menjual produk,
kreativitas dalam melayani memiliki peran penting agar produk laku terjual.
Harus mampu memenuhi selera pembeli karena keinginan setiap manusia yang
berbeda-beda.
Dua
mangkuk soto dan segelas es jeruk memberikan energy untuk melampiaskan hasrat
kerja yang tinggal setengah hari. Jumat ini penuh berkah, Tuhan telah
memberikan anugerah tentang cara pandang yang berbeda tentang teori kerja yang
sejauh ini saya yakini benar. Dari pelajaran berharga di rumah mitra dan
di warung soto mungkin saja ada strategi baru yang harus dicoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar