Rabu, 13 Mei 2015

SATU TINGKAT LEBIH RENDAH.



Beberapa waktu lalu,​di kalangan pendaki gunung ramai di bicarakan tentang pencarian pendaki gunung yang​ ​tersesat di​salah satu gunung di Jawa Tengah. Segala kemampuan search and rescue ( SAR )  di kerahkan dan peralatan teknologi di optimalkan. Berbekal kehandalan dan pengalaman team rescue dari berbagai kalangan pecinta alam, basarnas,​ masyarakat sekitar​ selama beberapa hari pencarian tidak menemukan hasil yang significan. Sampai pada suatu saat di basecamp koordinasi SAR, seseorang yang di identifikasi "misterius" memberikan gambaran kenapa proses pencarian begitu sulit di lakukan. Inti petunjuk yang di sampaikan orang misterius tersebut adalah, jangan pernah merasa bisa dan merasa mampu, tempatkanlah diri pada satu tingkat lebih rendah karena yang paling tinggi hanyalah Tuhan Yang Maha Mengetahui. Kehandalan teknologi dan kemampuan SAR kalian tidak ada apa-apanya di banding dengan kuasa sang pencipta. Gunung bukan hanya tempat manusia, ada banyak mahluk yang menghuni, harus tetap saling menghormati dan menjaga.  Pencarian tetap di lakukan dengan merubah pola fikir untuk tidak semata menghandalkan kemampuan dan peralatan tetapi lebih pada sisi spiritual seraya meminta petunjuk dan pertolongan pada Tuhan yang maha kuasa.  Seminggu setelah itu pendaki gunung yang hilang tersebut di temukan​ tewas​ di alur sungai sepi yang tidak begitu jauh dengan perkampungan penduduk.
Berbagai ulasan di media social di sampaikan tentang cerita itu. Saya baca dengan seksama dan berulang-ulang. Cerita dengan fakta diatas telah menyentuh hati dan fikiran saya untuk segera kembali instropeksi diri, mungkin saja hal-hal seperti ini yang sering membawa saya ke ranah kegagalan. Begitu yakin akan kehebatan teknologi dan kehandalan sumber daya manusia. Pepatahpun mengatakan " diatas langit masih ada langit " seberapa hebat ​dan kuat ​manusia pasti ada yang menggungguli​,​​ entah saat ini ataupun nanti​. Sangat penting bagi kita untuk selalu tersadar dalam memposisikan diri, setinggi-tingginya adalah  satu tingkat lebih rendah.  Merasa lebih hebat, merasa lebih  kuat, merasa lebih pandai, merasa lebih berkuasa dan tanpa sadar menjadikan diri sebagai  yang nomor satu. Dalam setiap kompetisi kehidupan seringkali kegagalan di dapatkan ketika kita benar-benar yakin bahwa akan menjadi pemenang. Hal itu seringkali saya rasakan. tidak hanya dalam pekerjaan tetapi di setiap pertarungan kehidupan ini.

Kembali pada ajaran para guru, orang tua di saat saya masih kecil tentang semua aktivitas kebaikan  dengan mengikutsertakan tuhan di dalamnya. Segenap doa yang di lafatkan dengan hikmad ketika beranjak tidur ataupun setelah terjaga, ketika makan ataupun sesudahnya, Doa-doa yang selalu mengingatkan diri kita sebagai apa dan meletakkan diri kita di posisi mana. Di setiap pagi sebelum memulai aktivitas pekerjaan ada satu kesempatan berharga untuk merenung, berharap, meminta pertolongan kepada  Alloh SWT agar di beri kemudahan. Lewat doa bersama, meskipun hanya  segelintir  saja orang yang mengikutinya harus tetap di jalankan dengan istiqomah. Saya sering di ingatkan oleh istri terutama ketika akan bertualang, Jangan lupa berdoa dan “pamit” jika beraktivitas di tempat “wingit”. Sekali lagi hal sepele yang tidak boleh di remehkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...