Senin, 31 Agustus 2020

GOTEHAN KEBO PUNCAK PADHA

 


Catatan Ke Sebelas Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia

Berbekal informasi dari teman yang lebih dahulu mengetahui lokasi Gotehan Kebo dan petunjuk bapak tua misterius tentang seputar Gunung Padha kami mencoba menelusurinya. Sebelum mendaki Gunung Padha melalui Goa Pasir, kami berhenti pada lereng sisi timur gunung Padha untuk mencari letak Watu Gong. Kebetulan, Bapak pemilik lahan Watu Gong ada dilokasi untuk membersihkan ladangnya. Kami coba menggali informasi seputar Watu Gong yang teletak di sebelah rerimbunan bambu tersebut. Kisah misteri menyelimuti keberadaan Watu Gong. Bapak Pemilik lahan bercerita jika Watu Gong merupakan sebuah pintu gerbang (gaib) untuk memasuki perbukitan Walikukun dari sisi lain. Hanya orang tertentu yang bisa memasukinya.  Dilokasi tersebut sering dijumpai seekor ular besar dan menjadi tempat olah supranatural. Beberapa pohon besar seperti pohon Logos menambah kemistisan lokasi Watu Gong. Kami juga berkesempatan menyaksikan Seekor Kera melesat naik kegunung Padha melalui tebing.

Gunung Padha terletak di desa Junjung kecamatan Sumbergempol Tulungagung. Dari pintu masuk Wisata sejarah Goa Pasir kami mendaki Gunung Padha. Ada dua jalur yang tipe dan tingkat kesulitanya berbeda. Dari Situs Goa Pasir bisa langsung trek naik lurus dengan keterjalan yang ekstrem atau melipir memutari lereng yang nantinya masuk pada punggungan antara Gunung Padha dan Gunung Botak. Kami memilih melingkar meskipun agak jauh namun medan lebih landai, disamping itu karena pendakian kami lakukan pada siang hari yang panas teriknya maksimal. Sebagian ilalang di lereng atas Gunung Padha terbakar. Pohon-pohon meranggas dan rumput mengering sehingga mudah terbakar. Lokasi kebakaran cukup luas berada di punggungan antara Puncak Padha dan Puncak Botak. 

Sampai di area punggungan di antara Puncak Padha dan Puncak Botak kami istirahat sejenak. Hembusan angin cukup kuat mengubah gerah menjadi sejuk. sebentar saja keringat yang membasahi badan mengering. Dari sini tinggal satu etafe menanjak menuju puncak Padha. Di sini lokasi puncak batu teman-teman Pecinta Alam Kolocokro selalu memastikan bendera merah putih berkibar di puncaknya. Apabila hilang atau sudah kusam senantiasa melakukan giat pendakian untuk mengganti dan mengibarkan sang merah putih di puncaknya. Dari puncak Padha kami mengarah ke sisi timur untuk melihat lokasi Gotehan Kebo.

Gotehan Kebo merupakan ceruk kolam diatas puncak Padha sisi timur. diameternya kira kiranya 3 meter dan kedalama 1,5 meter luasnya 14 m2. Lokasi ini juga berdekatan dengan tebing Watu Lumbung. Disisi sebelah selatan kolam Gotehan Kebo terdapat tangga batu. Kami menemukan beberapa Pohon Walikukun yang cukup besar dan sedang berbuah. Buah Walikukun rasana manis dan sepat. Di lubang kolam ditumbuhi tanaman semak dan perdu sehingga kami tidak bisa turun ke bawah. Menurut cerita Gotehan kebo awalnya tidak dalam serta berair. kondisinya selalu basah menjadikan tanah becek dan banyak hewan cacing. Di lokasi ini ada warga yang mendengar suara lecutan cemeti seperti melecut Kerbau ketika musim penghujan. Dari kondisi lingkungan seperti itu maka dinamakan oleh warga setempat sebagai Gotehan Kebo. 

Masih cerita warga, di lokasi Gotehan Kebo pernah digali oleh pelaku supranatural namun belum usai maksud dan tujuannya dihentikan oleh aparat karena dianggap membahayakan warga sekitar dilereng Gunung Padha. 

Pada lereng Gunung Padha terdapat situs Goa Pasir. Jika merujuk pada papan informasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Tulungagung sejarah situs Goa Pasir disebutkan. Goa pasir merupakan kompleks cagar budaya yang berada di lereng Gunung Padha. Goa ini di pahatkan pada lereng terjal bukit. Bagian dalam Goa tersebut berelief dengan cerita Arjunawiwaha mengambarkan adegan penggodaan terhadap Arjuna dan pengikutnya oleh bidadari. Di bawah kompleks Goa Pasir terdapat bongkahan batuan yang ditatah membentuk panil-panil gambar binatang dan tokoh wanita, yaitu binatang Kera dalam posisi menari dan binatang Gajah. Bongkahan ini menggambarkan sebuah fabel, cerita dengan lakon binatang dan dianggap sebagai media untuk membicarakan hal -hal yang berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Selain itu terdapat pula bongkahan batu yang di pahat sehingga menghasilkan gambaran Dwarapala pada sebuah sisi, dan relief perahu pada sisi lainnya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa Goa ini adalah pertapaan yang di gunakan Gayatri (Rajapadni) nenek Hayam Wuruk yang meninggal pada 1350 M yang jenasahnya di semayamkan di Candi Boyolangu. 

Basecamp Kura-Kura Sabawana Mahacita Indonesia minggu 30 Agustus 2020. 22.25 WIB

POHON POHON DI LINGKUNGAN PERBUKITAN WALIKUKUN


catatan kesepuluh : ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia

Pada hari minggu tanggal 23 agustus 2020 kami bersilaturahmi ke rumah sahabat di Desa Gamping Kecamatan Campurdarat. Masih dalam rangkaian Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020. Sabawana Mahacita Indonesia mengirimkan donasi beberapa bibit tanaman buah  untuk ditanam dan dirawat oleh Pokdarwis Wajakensis Jati Purbo. Kiprah Pokdarwis Wajakensis Jati Purbo ini tidak perlu diragukan lagi dalam rangka menjaga kelestarian flora dan fauna di Desa Gamping. Rencananya di Bulan September 2020 mereka akan melakukan penghijauan di Perbukitan Desa Gamping. Salah satu aksi nyata gerak pokdarwis untuk memajukan pariwisata di desanya adalah dengan mengadakan bentang bendera raksasa di Tebing Gamping.

Pada kesempatan ini saya juga mencoba mengidentifikasi tumbuhan di seputar belakang pekarangan rumah kawan mas eko Djebreng Togoe. Tentunya juga sambil mencari bibit tanaman liar untuk bisa dikembangkan di Basecamp Sabawana mahacita Indonesia. Di sepetak lahan dalam luas 500 meter persegi yang merupakan lereng bawah Bukit Gamping dan menjadi bagian deretan Perbukitan Walikukun. kami mengidentifikasi beberapa tumbuhan Liar yang merupakan vegetasi Perbukitan Walikukun. Di Lereng bukit Gamping mayoritas didominasi vegetasi  Pohon Jati yang tumbuh subur dan berkembang dengan baik.

Beberapa tanaman yang bisa kami identifikasi di Lereng Bukit Gamping. Pohon Rukem (Flacourtia rukam) adalah spesies pohon berbuah yang biasanya bengkok berbonggol-bonggol, batangnya berduri, tinggi hingga 15 meter, kayunya sangat keras, digunakan sebagai antan dan galah pedati, buahnya pahit dan rasanya sepat. Buahnya dapat dimakan segar atau diolah menjadi selai. Tumbuhan ini juga memiliki khasiat pengobatan. Tumbuhan ini kurang populer yang mulai langka keberadaannya karena jarang ditanam dan dibudidayakan.

Pohon Salam Koja (Kare)  (Murraya koenigii syn. Chalcas koenigi) pohon ini banyak ditemui area Situs Wajakensis I namun di perbukitan Walikukun sisi lainnya selama penelurusan ekspedisi ini baik dari sisi timur, barat dan selatan kami tidak menjumpai pohon ini.  bentuk daun ini agak sama dengan daun salam, cuma ukurannya lebih kecil dan baunya lebih tajam dari daun salam. Bunga dari tumbuhan ini berbau harum dengan buah berbentuk bulir berwarna ungu. Daun tanaman ini dapat di manfaatkan sebagai Bumbu Masakan dan termasuk kategori tanaman rempah.

Pohon Lilin berdasarkan informasi dan keterangan oleh penduduk sekitar pohon tersebut disebut pohon Lilin. termasuk semak perdu, tekstur di kedua sisinya halus. Pohon lilin inijuga artistik jika di gunakan sebagai tanaman hias (bonsai). Pohon Serut (Streblus asper) Pohon serut berukuran sedang dengan tinggai antara 4-15 meter. Kulit batang putih keabu-abuan. Daun serut berbentuk bulat telur, lonjong, dengan panjang antara 4 – 12 cm. Berwarna hijau dengan permukaan daun kasar. Tanaman ini banyak di Buru sebagai Bonsai. Tanaman di Bukit Gamping ini mayoritas dapat dijadikan Bonsai karena harus beradaptasi di lingkungan karst. Dimusim kemarau seperti ini tanah menjadi kering dan keras serta kurang 1 meter di bawah sudah terdapat bebatuan kapur. Tumbuhan harus bisa beradaptasi pada lingkungan yang ekstrem seperti ini.

Pohon Secang atau sepang (Caesalpinia sappan ) adalah tanaman perdu anggota suku polong-polongan (Fabaceae) yang dimanfaatkan (kulit kayu) dan kayunya sebagai komoditas perdagangan rempah rempah.  Tinggi pohon 4-10 meter. Batang dengan tonjolan-tonjolan serupa gigir, dengan banyak duri, pepagannya berwarna cokelat keabu-abuan. Ranting-ranting biasanya dengan duri-duri yang melengkung ke bawah; jarang tak berduri. Ranting muda dan kuncup berambut halus kecokelatan.

Dari pengenalan pohon-pohon di dilereng Perbukitan Gamping ini bahwa terdapat jenis jenis pohon yang bermanfaat bagi kehidupan manusia tidak hanya untuk kayunya namun juga beberapa jenis teridentifikasi sebagai tanaman rempah bahkan juga mayoritas bisa di gunakan sebagai tanaman hias ( Bonsai). Kelestarian vegetasi (flora) di Perbukitan Gamping ini harus tetap kita jaga bersama sama.

Basecamp Kura Kura Sabawana mahacita Indonesia 26 Agustus 2020. 04.00 WIB

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...