Senin, 31 Agustus 2020

GOTEHAN KEBO PUNCAK PADHA

 


Catatan Ke Sebelas Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia

Berbekal informasi dari teman yang lebih dahulu mengetahui lokasi Gotehan Kebo dan petunjuk bapak tua misterius tentang seputar Gunung Padha kami mencoba menelusurinya. Sebelum mendaki Gunung Padha melalui Goa Pasir, kami berhenti pada lereng sisi timur gunung Padha untuk mencari letak Watu Gong. Kebetulan, Bapak pemilik lahan Watu Gong ada dilokasi untuk membersihkan ladangnya. Kami coba menggali informasi seputar Watu Gong yang teletak di sebelah rerimbunan bambu tersebut. Kisah misteri menyelimuti keberadaan Watu Gong. Bapak Pemilik lahan bercerita jika Watu Gong merupakan sebuah pintu gerbang (gaib) untuk memasuki perbukitan Walikukun dari sisi lain. Hanya orang tertentu yang bisa memasukinya.  Dilokasi tersebut sering dijumpai seekor ular besar dan menjadi tempat olah supranatural. Beberapa pohon besar seperti pohon Logos menambah kemistisan lokasi Watu Gong. Kami juga berkesempatan menyaksikan Seekor Kera melesat naik kegunung Padha melalui tebing.

Gunung Padha terletak di desa Junjung kecamatan Sumbergempol Tulungagung. Dari pintu masuk Wisata sejarah Goa Pasir kami mendaki Gunung Padha. Ada dua jalur yang tipe dan tingkat kesulitanya berbeda. Dari Situs Goa Pasir bisa langsung trek naik lurus dengan keterjalan yang ekstrem atau melipir memutari lereng yang nantinya masuk pada punggungan antara Gunung Padha dan Gunung Botak. Kami memilih melingkar meskipun agak jauh namun medan lebih landai, disamping itu karena pendakian kami lakukan pada siang hari yang panas teriknya maksimal. Sebagian ilalang di lereng atas Gunung Padha terbakar. Pohon-pohon meranggas dan rumput mengering sehingga mudah terbakar. Lokasi kebakaran cukup luas berada di punggungan antara Puncak Padha dan Puncak Botak. 

Sampai di area punggungan di antara Puncak Padha dan Puncak Botak kami istirahat sejenak. Hembusan angin cukup kuat mengubah gerah menjadi sejuk. sebentar saja keringat yang membasahi badan mengering. Dari sini tinggal satu etafe menanjak menuju puncak Padha. Di sini lokasi puncak batu teman-teman Pecinta Alam Kolocokro selalu memastikan bendera merah putih berkibar di puncaknya. Apabila hilang atau sudah kusam senantiasa melakukan giat pendakian untuk mengganti dan mengibarkan sang merah putih di puncaknya. Dari puncak Padha kami mengarah ke sisi timur untuk melihat lokasi Gotehan Kebo.

Gotehan Kebo merupakan ceruk kolam diatas puncak Padha sisi timur. diameternya kira kiranya 3 meter dan kedalama 1,5 meter luasnya 14 m2. Lokasi ini juga berdekatan dengan tebing Watu Lumbung. Disisi sebelah selatan kolam Gotehan Kebo terdapat tangga batu. Kami menemukan beberapa Pohon Walikukun yang cukup besar dan sedang berbuah. Buah Walikukun rasana manis dan sepat. Di lubang kolam ditumbuhi tanaman semak dan perdu sehingga kami tidak bisa turun ke bawah. Menurut cerita Gotehan kebo awalnya tidak dalam serta berair. kondisinya selalu basah menjadikan tanah becek dan banyak hewan cacing. Di lokasi ini ada warga yang mendengar suara lecutan cemeti seperti melecut Kerbau ketika musim penghujan. Dari kondisi lingkungan seperti itu maka dinamakan oleh warga setempat sebagai Gotehan Kebo. 

Masih cerita warga, di lokasi Gotehan Kebo pernah digali oleh pelaku supranatural namun belum usai maksud dan tujuannya dihentikan oleh aparat karena dianggap membahayakan warga sekitar dilereng Gunung Padha. 

Pada lereng Gunung Padha terdapat situs Goa Pasir. Jika merujuk pada papan informasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Tulungagung sejarah situs Goa Pasir disebutkan. Goa pasir merupakan kompleks cagar budaya yang berada di lereng Gunung Padha. Goa ini di pahatkan pada lereng terjal bukit. Bagian dalam Goa tersebut berelief dengan cerita Arjunawiwaha mengambarkan adegan penggodaan terhadap Arjuna dan pengikutnya oleh bidadari. Di bawah kompleks Goa Pasir terdapat bongkahan batuan yang ditatah membentuk panil-panil gambar binatang dan tokoh wanita, yaitu binatang Kera dalam posisi menari dan binatang Gajah. Bongkahan ini menggambarkan sebuah fabel, cerita dengan lakon binatang dan dianggap sebagai media untuk membicarakan hal -hal yang berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Selain itu terdapat pula bongkahan batu yang di pahat sehingga menghasilkan gambaran Dwarapala pada sebuah sisi, dan relief perahu pada sisi lainnya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa Goa ini adalah pertapaan yang di gunakan Gayatri (Rajapadni) nenek Hayam Wuruk yang meninggal pada 1350 M yang jenasahnya di semayamkan di Candi Boyolangu. 

Basecamp Kura-Kura Sabawana Mahacita Indonesia minggu 30 Agustus 2020. 22.25 WIB

POHON POHON DI LINGKUNGAN PERBUKITAN WALIKUKUN


catatan kesepuluh : ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia

Pada hari minggu tanggal 23 agustus 2020 kami bersilaturahmi ke rumah sahabat di Desa Gamping Kecamatan Campurdarat. Masih dalam rangkaian Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020. Sabawana Mahacita Indonesia mengirimkan donasi beberapa bibit tanaman buah  untuk ditanam dan dirawat oleh Pokdarwis Wajakensis Jati Purbo. Kiprah Pokdarwis Wajakensis Jati Purbo ini tidak perlu diragukan lagi dalam rangka menjaga kelestarian flora dan fauna di Desa Gamping. Rencananya di Bulan September 2020 mereka akan melakukan penghijauan di Perbukitan Desa Gamping. Salah satu aksi nyata gerak pokdarwis untuk memajukan pariwisata di desanya adalah dengan mengadakan bentang bendera raksasa di Tebing Gamping.

Pada kesempatan ini saya juga mencoba mengidentifikasi tumbuhan di seputar belakang pekarangan rumah kawan mas eko Djebreng Togoe. Tentunya juga sambil mencari bibit tanaman liar untuk bisa dikembangkan di Basecamp Sabawana mahacita Indonesia. Di sepetak lahan dalam luas 500 meter persegi yang merupakan lereng bawah Bukit Gamping dan menjadi bagian deretan Perbukitan Walikukun. kami mengidentifikasi beberapa tumbuhan Liar yang merupakan vegetasi Perbukitan Walikukun. Di Lereng bukit Gamping mayoritas didominasi vegetasi  Pohon Jati yang tumbuh subur dan berkembang dengan baik.

Beberapa tanaman yang bisa kami identifikasi di Lereng Bukit Gamping. Pohon Rukem (Flacourtia rukam) adalah spesies pohon berbuah yang biasanya bengkok berbonggol-bonggol, batangnya berduri, tinggi hingga 15 meter, kayunya sangat keras, digunakan sebagai antan dan galah pedati, buahnya pahit dan rasanya sepat. Buahnya dapat dimakan segar atau diolah menjadi selai. Tumbuhan ini juga memiliki khasiat pengobatan. Tumbuhan ini kurang populer yang mulai langka keberadaannya karena jarang ditanam dan dibudidayakan.

Pohon Salam Koja (Kare)  (Murraya koenigii syn. Chalcas koenigi) pohon ini banyak ditemui area Situs Wajakensis I namun di perbukitan Walikukun sisi lainnya selama penelurusan ekspedisi ini baik dari sisi timur, barat dan selatan kami tidak menjumpai pohon ini.  bentuk daun ini agak sama dengan daun salam, cuma ukurannya lebih kecil dan baunya lebih tajam dari daun salam. Bunga dari tumbuhan ini berbau harum dengan buah berbentuk bulir berwarna ungu. Daun tanaman ini dapat di manfaatkan sebagai Bumbu Masakan dan termasuk kategori tanaman rempah.

Pohon Lilin berdasarkan informasi dan keterangan oleh penduduk sekitar pohon tersebut disebut pohon Lilin. termasuk semak perdu, tekstur di kedua sisinya halus. Pohon lilin inijuga artistik jika di gunakan sebagai tanaman hias (bonsai). Pohon Serut (Streblus asper) Pohon serut berukuran sedang dengan tinggai antara 4-15 meter. Kulit batang putih keabu-abuan. Daun serut berbentuk bulat telur, lonjong, dengan panjang antara 4 – 12 cm. Berwarna hijau dengan permukaan daun kasar. Tanaman ini banyak di Buru sebagai Bonsai. Tanaman di Bukit Gamping ini mayoritas dapat dijadikan Bonsai karena harus beradaptasi di lingkungan karst. Dimusim kemarau seperti ini tanah menjadi kering dan keras serta kurang 1 meter di bawah sudah terdapat bebatuan kapur. Tumbuhan harus bisa beradaptasi pada lingkungan yang ekstrem seperti ini.

Pohon Secang atau sepang (Caesalpinia sappan ) adalah tanaman perdu anggota suku polong-polongan (Fabaceae) yang dimanfaatkan (kulit kayu) dan kayunya sebagai komoditas perdagangan rempah rempah.  Tinggi pohon 4-10 meter. Batang dengan tonjolan-tonjolan serupa gigir, dengan banyak duri, pepagannya berwarna cokelat keabu-abuan. Ranting-ranting biasanya dengan duri-duri yang melengkung ke bawah; jarang tak berduri. Ranting muda dan kuncup berambut halus kecokelatan.

Dari pengenalan pohon-pohon di dilereng Perbukitan Gamping ini bahwa terdapat jenis jenis pohon yang bermanfaat bagi kehidupan manusia tidak hanya untuk kayunya namun juga beberapa jenis teridentifikasi sebagai tanaman rempah bahkan juga mayoritas bisa di gunakan sebagai tanaman hias ( Bonsai). Kelestarian vegetasi (flora) di Perbukitan Gamping ini harus tetap kita jaga bersama sama.

Basecamp Kura Kura Sabawana mahacita Indonesia 26 Agustus 2020. 04.00 WIB

SUMBER PANGURIPAN, MATA AIR DI DINDING TEBING



Catatan ke Sembilan : Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia

Ditemani kawan kawan dari Pecinta Alam Kolocokro siang ini tanggal 20 Agustus 2020 Bertepatan dengan tahun baru islam kami mencoba mendaki perbukitan Walikukun di seputaran Argo patok. Start pendakian kami mulai dari jalur  Sumber Bendo desa Wajak kidul Kecamatan Boyolangu. Tujuan kami adalah Yoni Nagaraja, Candi Bubrah dan finish di Sumber Panguripan.  Setelah meminta izin kepada warga sekitar dan menitipkan  kendaraan. kami mulai pendakian menyusuri mata air Sumber Bendo. Pendakian disiang hari tantangan sengatan terik sungguh menguras tenaga. Medan menuju lokasi pertama Yoni Nagaraja langsung menanjak tajam apalagi setelah berakhirnya vegetasi Hutan jati langsung masuk ke area terbuka ilalang dan semak perdu.

Dari Sumber Bendo menuju lokasi Yoni Nagaraja sejauh kurang lebih 300 meter dengan track tajam menajak. Lokasi Yoni Nagaraja ditandai dengan pohon Klampis ireng. Di area terbuka menuju Yoni Nagaraja banyak kami jumpai pohon Kemloko yang saat ini sedang berbuah. Buah Kemloko berbentuk bundar sebesar bola bekel, warna buah kuning, rasanya asam dan sedikit pahit. Buah kemloko ini memiliki segudang khasiat pengobatan. Sesampai di pohon Klampis ireng tak jauh dari pohon tersebut kami jumpai sebuah Yoni. Dinamakan Yoni Nagaraja mungkin karena di bagian yoni ada patung berbentuk naga bermahkota.  Kami takjub dengan hasil karya Yoni Nagaraja. Pahatannya sangat halus dan presisi disetiap sikunya. Saya dalamnhati bertanya kalau buatan zaman dahulu dengan peralatan apa untuk membuatnya?  

Perjalanan kami lanjutkan ke candi Bubrah dipuncak salah satu bukit. di lokasi ini terserak bebatuan dari struktur candi. Lokasi Candi Bubrah tertutup oleh vegetasi ilalang dan semak belukar. Dari sekian candi yang ada di komplek percandian puncak-puncak Perbukitan Walikukun yang masih utuh adalah candi Dadi. Bongkahan batuan berbentuk balok bahkan beberapa memiliki relief  tersebar diarea puncak candi Bubrah. Turun dari Candi Bubrah terdapat persimpangan jalur yang mengarah ke kiri dengan medan menanjak mengarah ke Candi Dadi sedangkan jalur yang ke kanan dengan medan menurun mengarah ke Gapuro Nogo.

Dari puncak Candi Bubrah kami memutar turun menyisir sisi tebing yang curam menuju titik tujuan kami selanjutnya yaitu Sumber Panguripan. Sumber panguripan sangat unik karena berada di celah batu di dinding tebing. Lokasi ini masih satu kawasan dengan Gua Kodok (goa buatan) dan Pura Jagat Tulung Urip. Untuk mengambil air di sumber Panguripan harus menaiki tebing. Pada zaman dahulu rasanya sulit jika harun menuju sumber karena harus memanjat tebing terlebih dahulu setinggi 10 meter. Saat ini untuk menuju sumber dari bawah tebing sudah disiapkan tangga permanen dari besi. 

Sumber air berasal  dari rembesan akar pohon beringin yang menempel kuat di dinding tebing.  Pohonnya tidak terlalu besar namun daunnya lebat dan rapat menjadi tajuk yang rindang menaungi mata air.  Bersebelahan dengan sumber panguripan terdapat altar seluas 1.5 meter persegi dipahat di dinding tebing di fungsikan sebagai tempat ritual keagamaan. Cekungan batu di dinding tebing sebagai wadah air. Sepanjang musim rembesan air dari akar pohon ini terus memenuhi wadah batu. Berapapun air diambil untuk berbagai keperluan, cekungan tersebut akan kembali penuh. 

Saya merasakan betapa segarnya air sumber penguripan. Seperti namanya, air dari sumber tersebut sebagai sumberdaya kehidupan. Dua gayung air membasahi kerongkongan dan kesegarannya menjadi nikmat tuhan yang tidak dapat didustakan. 

Basecamp kura kura-kura Sabawana mahacita indonesia 20-08-2020.-18.28 WIB

TELUSUR GUA DI DESA GAMPING KECAMATAN CAMPURDARAT (Bagian ke I)


Catatan Ke Delapan: Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia

Beruntung lah saya ketika semangat-semangatnya menelusuri Perbukitan Walikukun banyak kawan yang merapat. Salah satunya Sahabat Sabawana mas eko @Djebreng togoe. Segenap ketulusan, keikhlasan dan rasa persaudaraan menawarkan bantuan yang sangat berharga berupa mengantarkan menelusuri Gua yang ada di Desanya. Perbukitan Walikukun di Desa Gamping menyimpan gua-gua tempat peradaban Prasejarah dan sejarah. Gua  Alami dan buatan manusia banyak menghiasi tebing tebing perbukitan karst yang identik dengan gua gua eksotik.

Bertepatan menjelang HUT RI ke 75 saya mengganggu segala kesibukannya sebagai team inti pengibaran bendera di tebing bukit Gamping. Hari ini kami akan menelusuri satu gua di sekitar situs penggalian Wajakensis 1 yaitu gua Suli dan Dua gua di sekitar situs pengalian Wajakensis 2 yaitu Gua Tatahan dan Gua Cinta . Menurut penuturan sahabat kami di desanya teridentifikasi adanya 13 Gua. Hal ini tentu sangat menarik untuk dijelajahi satu persatu.

Tujuan pertama kami adalah Gua Suli. Lokasi Gua Suli sekitar 250 Meter dari Monumen Penemuan manusia purba Homo Wajakensis. Menuju Gua Suli kita akan melewati lokasi wisata Wajakensis rintisan Pokdarwis Wajakensis Jatipurbo. Pendakian dengan kemiringan 45 derajat dan semakin keatas semakin curam. Ciri khas tantangan dalam penelusuran Perbukitan Walikukun adalah rintangan duri semak (ri rendet). Apabila tidak menggunakan pakaian standar lapangan (PDL) duri duri semak siap siap menggores gores badan dan kalau tidak tahan gatalnya bisa awet berhari hari.

Di sepanjang menuju Gua Suli vegetasi Hutan Jati, Pohon kare, Pohon Walikukun, buah mulwo, semak berduri dan beberapa ditemui Pohon Rukem. Kebetulan saat ini musim Buah Rukem. Terkait Buah Rukem untuk mendapatkan rasa manis ketika dimakan ada tekniknya, kalau asal makan rasanya akan asam. Sebelum makan buah rukem kulit buahnya harus dipijit pijit dahulu supaya rasanya berubah manis. Beberapa fauna yang kami temui saat mendaki beberapa jenis burung seperti kutilang dan perkutut serta hewan melata berbahaya ular kobra. Konon katanya di daerah sini terdapat seekor ular king kobra yang ukurannya sebesar paha.

Ruangan di Gua Suli ini cukup luas terdapat dua pintu masuk gua dan lorong lorong gua yang mengarah ke beberapa tempat. Di beberapa titik seperti pintu masuk terdapat longsoran akibat runtuhnya atap gua. Kami juga menemukan beberapa fosil kerang diantara pecahan longsoran bebatuan.
pintu gua yang ada di bawah dan diatas.

Perjalanan penelusuran gua selanjutnya kami menuju daerah situs Pengalian Wajakensis 2 letaknya 1,5 km dari lokasi Situs Wajakensis I yang berada di bawah tebing gamping. Dulu di daerah sini terdapat pengolahan batuan marmer milik belanda tepatnya berada di lokasi sekolah dasar gamping namun sisa sisa pabrik tersebut sudah hilang. Beberapa penelitian dan penggalian dilakukan di situs wajakensis II pada tahun 2016 oleh tim paleontologi dari Museum G eologi Bandung. Sisa sisa penggalian masih ada di sisi bawah tebing Gamping. Dari lokasi situs Wajakensis II kami menyusuri tebing gamping sisi atas yang berada di hutan jati milik perhutani. Tak jauh dari situs wajakensis II terdapat 2 gua yaitu Gua Tatahan dan Gua Cinta

Gua Tatahan merupakan Gua buatan manusia. Konon katanya pada zaman penjajahan belanda ada seorang perempuan masuk ke dalam celah tebing dan karena rasa penasaran Tentara Belanda menyuruh warga untuk melakukan penggalian celah tersebut namun sepanjang pengalian tidak ditemukan sesosok perempuan yang dimaksud. Di lorong gua terdapat bekas pahatan-pahatan pengalian. Mulut goa pada zaman dahulu berukuran 2 meter namun karena terdapat longsoran dari tebing diatasnya kini mulut goa tinggal 1 meter. Jadi ketika memasuki lorong goa harus menunduk terlebih dahulu. kedalaman gua tatahan ini kurang lebih 25 meter.  Goa Tatahan menurut pendapat saya pada saat itu dibuat oleh belanda juga terkait dengan penelitian ataupun survey batuan gamping, penelitian manusia purba karena pada saat itu pihak belanda yang pertama kali menemukan fosil manusia purba ataupun di fungsikan sebagai bunker tempat pengintaian pejuang karena dari goa tatahan lokasinya cukup strategis untuk lokasi pengintaian.

Gua cinta sebagaimana nama gua yang disematkan dalam papan nama di pintu masuk. melihat namanya mungkin merujuk pada bentuk pintu masuk gua yang menyerupai lambang hati. Gua ini tidak terlalu dalam kurang lebih 10 meter namun di ujung gua terdapat ruangan yang bentuknya bulat. Kalau melihat bentuknya pada masa silam rasanya tempat yang nyaman untuk hunian.  Lokasi gua cinta ini tidak jauh dari lokasi gua Tatahan kurang lebih 75 meter mengarah ke samping pada tebing yang lebih tinggi dari Gua Tatahan. Di Sekitar Gua Cinta terdapat vegetasi Pohon Walikukun yang ukurannya cukup besar dan mengakar kuat di tebing tebing Gamping.

Basecamp Kura Kura. Sabawana Mahacita Indonesia 20-8-2020. 09.06WIB


Rabu, 19 Agustus 2020

BURUNG HANTU (MANUK DARES - SERAK JAWA) SANG PREDATOR MALAM DIPERBUKITAN WALIKUKUN

 

Catatan Ke Tujuh: Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia

Dalam perjalanan menelusuri gua gua baik alami maupun buatan di Desa Gamping Campurdarat Tulungagung. Tepat di bawah tebing tebing kapur yang berongga dengan ketinggian tebing 30-50 meter  Kami menemukan beberapa helai bulu sayap Burung Hantu ( manuk dares atau serak jawa). Sepertinya bulu bulu tersebut terlepas dari ketinggian yang mungkin saja  di lubang atau rongga rongga tebing terdapat hunian burung tersebut. Persinggungan kami dengan Manuk Dares ini cukup intens ketika mendaki perbukitan kapur di sisi Selatan kota Tulungagung. Seperti halnya perjumpaan kami dengan seekor Manuk Dares di salah satu gua kapur ketika mendaki Gunung Cemenung. Perjumpaan kami di Puncak Gunung Budeg saat malam hari Burung Dares melintas diatas tenda tenda pendaki.

Masuk ke gua-gua kapur di dalam beberapa bagian relung gua terserak bekas  tulang belulang atau beberapa bangkai tikus kemungkinan besar merupakan mangsa sang predator malam ini. Sebagaimana burung predator yang setiap hari harus berburu mangsa, lokasi tebing yang letaknya langsung berhadapan dengan area terbuka sangat strategis sebagai tempat pengintaian. Dari ketinggian tersebut dimana bawahnya merupakan hutan jati kemudian   300 meter ke bawah merupakan perkampungan penduduk dan setelahnya diradius 500 meter adalah bentang luas area persawahan. Kami membayangkan betapa efektifnya perburuan Manuk Dares ini, setiap malam dengan kepak sayap yang sempurna nyaris tak terdengar terbang menghunjam dari angkasa menuju mangsa yang ada di bawahnya menyergap dengan cakarnya yang tajam puluhan mangsa langsung binasa.  Setiap malam dalam senyap membantu petani membantai musuh utamanya hama Tikus.

Suara manuk Dares ini cukup untuk membuat bulu kuduk berdiri jika melakukan pendakian di malam hari. Banyak mitos mengenai burung ini namun nyatanya burung ini menjadi sahabat petani karena kemampuannya mengeksekusi Hama tikus sangat teruji.. Tiap burung dewasa dapat memangsa 2—5 tikus per hari atau sekitar 1.300 tikus per tahun. Serak jawa mulai dapat berburu tikus pada umur 5 bulan. Diperkirakan, sepasang serak jawa dapat melindungi hingga 10 hektar sawah. (mongabay-situs berita lingkungan - serak jawa sang pemburu handal sahabat petani - Ridzki R. Sigit di 10 October 2014)
Mari kita secara bersama sama melindungi sang predator senyap ini dengan tidak menembak dan memburunya biarkan mereka menghuni relung tebing tebing di Perbukitan Walikukun.

Mengutip dari Wikipedia tentang Burung Hantu (Manuk Dares atau Serak Jawa)

Serak jawa ( Tyto alba ) merupakan spesies burung berukuran besar (34 cm), mudah dikenali sebagai burung hantu putih. Wajah berbentuk jantung, warna putih dengan tepi coklat. Mata menghadap ke depan, merupakan ciri yang mudah dikenali. Bulu lembut, berwarna tersamar, bagian atas berwarna kelabu terang dengan sejumlah garis gelap dan bercak pucat tersebar pada bulu. Ada tanda mengkilat pada sayap dan punggung. Bagian bawah berwarna putih dengan sedikit bercak hitam, atau tidak ada. Bulu pada kaki jarang-jarang. Kepala besar, kekar dan membulat. Iris mata berwarna hitam. Paruh tajam, menghadap ke bawah, warna keputihan. Kaki warna putih kekuningan sampai kecoklatan. Jantan-betina hampir sama dalam ukuran dan warna meski betina sering kali lebih besar 25%. Betina dan hewan muda umumnya punya bercak lebih rapat.

Kemampuan terbang Serak Jawa. Strategi perburuan dari Tyto alba sangat berbeda dengan jenis-jenis burung predator yang lain. Burung-burung predator lain, mengandalkan kecepatan dan kejutan untuk mendatangi dan menangkap mangsa. Dalam perburuan mangsa, Tyto alba sangat bergantung pada cara terbangnya yang tanpa suara dan pada pendengarannya yang sangat tajam. Suara yang timbul akibat pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti beludru pada permukaan bulu-bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap Tyto alba memiliki jumbai-jumbai yang sangat halus yang juga berfungsi untuk meredam bunyi kepakan sayap. Cara terbang yang tanpa suara ini menyebabkan mangsa tidak mampu mendengar pergerakan Tyto alba dan juga membantu pendengaran Tyto alba sendiri.

Habitat Serak jawa (Tyto Alba) yang umum didapati di wilayah berpohon, sampai dengan ketinggian 1.600 m dpl. Di tepi hutan, perkebunan, pekarangan, hingga taman-taman di kota besar. Sering bertengger rendah di tajuk pohon atau perdu, berbunyi-bunyi dengan memilukan, atau bersahutan dengan pasangannya. Sewaktu-waktu terjun menyambar mangsanya di permukaan tanah atau vegetasi yang lebih rendah. Sering pula berburu bersama dengan anak-anaknya. Aktif pada malam hari. Namun, terkadang aktif pada senja hari dan dini hari, bahkan sesekali bisa dijumpai sedang terbang pada siang hari. Pada siang hari, Tyto alba biasanya berdiam diri pada lubang-lubang pohon, gua, sumur, bangunan-bangunan tua atau pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat. Beberapa jenis, khususnya Tyto, mampu menempati tempat buatan manusia yang mirip dengan lubang pohon. Sarang Gagak dan burung pemangsa lain yang sudah ditinggalkan, juga merupakan tempat pilihan. Hanya sedikit atau tidak ada usaha sama sekali untuk memperbagus konstruksi pembuat sarang sebelumnya. Celah batuan juga digunakan oleh beberapa jenis burung.

Basecamp Kura- Kura - Sabawana Mahacita Indonesia 18 Agustus 2020. 02.15 WIB

POHON WALIKUKUN

 

Catatan Keenam : Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana mahacita Indonesia

Tepat satu hari menjelang Hut RI ke 75 saya menuju ke Desa Gamping Kecamatan Campurdarat. Selain untuk bersilaturahmi kepada kawan pecinta Alam tujuan saya dalam rangka melaksanakan misi Ekspedisi Perbukitan Walikukun. Sebelumnya kami sudah janjian untuk eksplore Goa Goa bersejarah di Desa Gamping tempat temuan Fenomenal manusia Purba Wajakensis Sekalian menyaksikan persiapan pengibaran bendera raksasa di  Tebing Cerme di desa Gamping. 

Perjalanan ekspedisi hari ini menelusuri Perbukitan Walikukun yang Masuk di Desa Gamping Kecamatan Campurdarat. Keingintahuan saya terjawab sudah mengenai tugu penemuan manusia purba yang kami kira terletak di Desa Wajak Kidul Sebagaimana nama Homo Wajakensis diambil dari nama Desa Di Kecamatan Boyolangu tersebut ternyata salah. Pada zaman Belanda Desa Gamping masuk dalam Distrik Wajak sehingga penemuan tersebut dinamakan sesuai Distrik yaitu Wajak. 

Saya mengajak kawan untuk melacak keberadaan Pohon Walikukun. Mengenali ciri fisik Pohon Walikukun yang berbaur dengan semak belukar dan seberapa jauh sebaran pohon tersebut di perbukitan Walikukun. Mengawali Perjalanan dari  Punden Homo Wajakensis naik ke atas terdapat rintisan wisata desa yang dikelola Pokdarwis Wajakensis Jatipurbo yang berada di hutan jati dan saat ini masih dalam tahap pembangunan. Menyisir lereng bawah lokasi wisata kami banyak menemukan pohon Kare (Salam Koja). Pada posisi lereng agak keatas dikemiringan 30 derajat beberapa Pohon Walikukun mengerombol di beberapa titik namun pohonnya masih berukuran kecil dengan batang sebesar ibu jari. Pada posisi lereng atas berbatasan dengan tebing tebing ukuran batang pohon Walikukun sebesar paha manusia. Seperti di sekitar Puncak Candi Dadi ukuran Pohon Walikukun jauh lebih besar lagi.

Referensi tentang Pohon Walikukun dari Wikipedia. Walikukun (Schoutenia ovata Korth.) adalah sejenis pohon kecil anggota suku Tiliaceae. Pohon ini biasa ditemukan di hutan hutan tipe musiman yang tumbuh di Jawa dan pulau-pulau di sebelah timurnya. Walikukun berperawakan semak, perdu atau pohon kecil, bercabang mulai dari dekat tanah, dengan tinggi mencapai 25 M dan gemang batang hingga 40–45 CM, tetapi umumnya kurang daripada itu. Daun-daunnya terletak berseling, bundar telur atau lonjong, 1–17 × 1–8 cm, dengan bagian sebelah ujung kadang-kadang berlekuk atau berbagi, berambut halus, hijau di atas dan coklat kemerahan di sebelah bawah. Bunganya putih kekuningan, tersusun dalam tandan. Sementara buahnya kecil, sekitar 6 mm dan berbiji tunggal.

Tumbuh sampai ketinggian 900 m dpl., walikukun umumnya ditemukan di dataran rendah yang panas dan kering, di hutan hutan gugur daun, Hutan Jati , Sabana dan Padang Rumput. Kadang-kadang ditemukan di tanah yang berat dan kurang baik, yang becek secara periodik. Walikukun tahan terhadap naungan dan biasa tumbuh sebagai tajuk lapis kedua, sering ditemukan tumbuh menggerombol. Pohon Walikukun tergolong berat sampai sangat berat keras, padat dan halus, serta tidak mudah patah. Berwarna coklat kemerahan seperti daging hingga coklat perang tua. Karena keuletannya yang amat baik, kayu walikukun banyak dipakai sebagai gandar kereta atau pedati, gagang perkakas dan lain-lain. Awet dan mudah dibelah, tetapi umumnya kayu ini sukar dikerjakan

Walikukun dimanfaatkan pula kayunya sebagai gagang tombak, dan juga sebagai kayu bakar. Kulit kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat yang kasar. Pohon ini disebut-sebut dalam primbon Jawa berkhasiat melindungi rumah dari gangguan makhluk halus dengan cara ditanam di empat sudut pekarangan. 

Ada hal unik terkait Pohon Walikukun menurut cerita dari salah satu sesepuh Warga desa Gamping. Bahwa Pohon ini disebarkan oleh seorang Wali penyebar agama islam  - Dalam satu perjalanan syiarnya menyusuri Perbukitan wali tersebut terhenti sampai Desa Gamping dan  tidak melanjutkan perjalanan menuju daerah  Besole ke selatan sehingga saat ini Pohon Walikukun sulit atau tidak di Jumpai Di daerah  Besole terus mengarah ke Pantai Selatan.

Masyarakat lereng perbukitan Walikukun sudah memiliki kepedulian untuk melestarikan Pohon Walikukun seperti Pokdarwis Wajakensis Jatipurbo yang melarang penebangan Pohon Walikukun, upaya menghijaukan lahan lahan disekitar tebing tebing di Desa Gamping yang memiliki nilai historis peradapan tertua.

Selamat HUT RI ke 75 Bumiku Hijau Hutanku Lestari Indonesia Jaya

Basecamp Kura kura - Sabawana mahacita Indonesia - 17 Agustus 2020 -09.48WIB

MEDIA EDUKASI DI RUANG TERBUKA DALAM TRIP MINI KE PERBUKITAN WALIKUKUN

catatan Kelima - Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana mahacita Indonesia

Dokumentasi baik foto,video,atau catatan merupakan bagian untuk merawat kenangan. Membuka kembali dokumentasi beberapa tahun silam tentang beberapa trip mini ke Perbukitan Walikukun bersama keluarga dan sahabat. Beberapa perjalanan Pendakian ke spot hits Perbukitan walikukun seperti Puncak Gunung Budeg, Candi Dadi  dan Goa Pasir begitu berkesan. Selain untuk olahraga yang ramah bagi semua usia, ruang terbuka disepanjang jalur Perbukitan Walikukun betebaran spot-spot media untuk edukasi baik flora, fauna maupun sejarah.

Trip pendakian untuk mengenalkan anak anak kita pada alam dan lingkungan dimana mereka tumbuh. Banyak pengetahuan yang bisa diajarkan kepada mereka tentang arti perjuangan, hambatan, tantangan dan pencapaian. Mengenalkan pada mereka flora, fauna secara langsung yang selama ini pengetahuan mereka sebatas pada mata pelajaran di sekolah. Bisa bersentuhan langsung dengan tanaman yang mungkin mereka belum pernah jumpai seperti apa itu Pohon Walikukun, cendana ataupun bisa melihat fauna seperti  elang yang bebas terbang, mendengarkan   kokok ayam hutan atau kawanan monyet  yang bergelantungan diatas bebatuan.

Edukasi sejarah menegenai bekas bekas peninggalan nenek moyang kita sehingga ada rasa takjub, kagum dan bangga akan keberadannya di bumi indonesia. Peradapan masa silam tentang sebuah candi berdiri dipuncak bukit dan bertahan dari zaman ke zaman. Mencapainya saja butuh perjuangan lalu bagaimana leluhur kita mampu membangunnya. Luar biasa. 

Perjalanan yang melibatkan anak anak tentu butuh kesabaran. Kesiapan kita untuk menerima banyak serangan pertanyaan dari anak anak tentang hal hal baru yang selama ini tidak diketahui. Setiap perjalanan membawa kesan dan pengalaman berbeda beda meskipun tempat yang dituju sama. bagaimana merasakan letih, lelah, ngilu belum lagi  terik matahari, sakitnya terpeleset atau memacu adrenalin dengan bergelantungan di tali. Mengajarkan tentang  berbagi makanan minuman disetiap perjalanan.

Medan seperti Goa pasir, Gunung Budeg dan Candi dadi cukup menarik rasa keingintahuan anak anak untuk eksplore lebih jauh. Sebagai media berlatih sebelum menuju trek sulit dan terjal namun lebih dari itu bisa memberikan prespektif berbeda tentang pengalaman dan pengetahuan mereka. Hadiah kemenangan diakhir acara pendakian adalah makan bersama.

Basecamp Kura kura Sabawana Mahacita Indonesia 15 Agustus 2020- 05.23WIB

 

MATA AIR SUMBER BENDO

 

Catatan Keempat - Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana mahacita Indonesia

Berbekal informasi dari warga sekitar kami menelusuri lokasi Sumber Bendo. Sumber bendo adalah salah satu mata air yang ada dilereng perbukitan Walikukun. Secara administratif masuk di desa Wajak Kidul Kecamatan Boyolangu. Lokasinya tidak jauh dari Pura Jagat Tulung Urip. Kami  menuju mata air dengan menelusuri saluran pipa air dari kolam-kolam ikan milik warga yang airnya mengambil dari Sumber Bendo. Jalan menajak dengan elevasi 30 derajat mulai dari berakhirnya jalan berpaving menuju setapak ke arah Sumber Bendo. Dinamakan Sumber Bendo merujuk pada sebatang Pohon Bendo besar yang tumbuh subur diarea mata air. Disekitar mata Air selain bendo ada beberapa pohon kayu lainnya seperti pohon Jati, Sukun dan nangka.  Disamping pohon besar, semak belukar juga cukup lebat.

Mata air yang merembes dari sela sela tanah dan mengucur diantara bebatuan di perangkap dalam lubang kecil kemudian dialirkan melalui pipa pipa menuju kolam milik warga  yang lokasinya ada di bawah. Meskipun musim kemarau aliran air cukup deras dan jernih. Menurut warga sekitar, air mudah didapatkan didaerah ini dan ada di sepanjang musim. Keberkahan ini di manfaatkan sebagaian warga untuk usaha perikanan.  Disepanjang jalur setapak menuju Sumber Bendo diantara bebatuan terdapat batu bata dengan ukuran cukup besar dan tebal. secara fisik berbeda jauh dengan ukuran batu bata buatan masa kini. Terlebih lagi tidak jauh dari lokasi Sumber Bendo juga terdapat Goa Goa buatan manusia dimasa silam.

Sumber Bendo sudah ada dan mengalir sejak lama, dimanfaatkan dari generasi ke generasi untuk kehidupan manusia. Air merupakan daya dukung utama kehidupan. Sudah selayaknya dan menjadi kewajiban kita semua untuk merawat dan melestarikan.
 
Basecamp Kura Kura - Sabawana Mahacita Indonesia 6 Agustus 2020 - 16.13 WIB

TETEK MELEK DAN GLUNDUNG PLECEK TRADISI PENGUAT RASA MENGHADAPI PANDEMI (PAGEBLUG)

 

Catatan Ketiga: Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana mahacita Indonesia

Masih dalam misi ekspedisi Perbukitan Walikukun. Meski dalam masa pandemi saya harus tetap bersilahturahmi kepada kawan-kawan Pecinta Alam yang berdomisili di Kabupaten Tulungagung. Tentu berbeda rasa ketika silahturahmi dilakukan secara tatap muka jika dibanding lewat media. Tujuan masih dalam rangka bertanya, mengumpulkan informasi mengenai seputar Perbukitan Walikukun.  Dirumah satu kawan di Tulungagung bagian Selatan yang halamannya rindang dan asri, Sejenak mata saya tertuju pada satu benda yang unik dan menarik bersandar di pojok teras rumah. Saya amati dengan seksama benda tersebut terbuat dari pangkal pelepah daun kelapa kering (Bongkok) yang dipotong 1 meter. Pangkal tersebut dilukis bentuk /sosok wajah menyeramkan. Sedetik kemudian ingatan saya juga melayang pada beberapa waktu lalu akan postingan status di halaman facebook kawan yang rumahnya juga di Tulungagung bagian selatan menampilkan benda tersebut.

Rasa penasaran saya memunculkan tanya tentang apa nama benda itu. Tersebutlah "Tetek Melek"  tradisi warisan leluhur untuk penangkal pageblug (pandemi). Saya coba mencari informasi lebih detil dengan browsing di media online. beberapa tulisan dari liputan muncul seperti "Seni lukis Tetek Melek, simbol penangkal virus corona" Addar mutaqqin- Detik News 8-4-2020. "Pendopo Kabupaten Tulungagung dipasangi topeng tetek melek" Helmi Supriyanto - Bhirawa Online 6-4-2020.Disamping tetek melek juga ada benda yang di fungsikan sama dengan nama berbeda yaitu Glundung Plecek. Bahannya masih di seputar bagian dari Pohon Kelapa. Kalau Tetek Melek bahannya terbuat dari bongkok pelepah daun kelapa sementara Glundung Plecek terbuat dari Sepet (kulit buah kelapa tua) yang juga dilukis aneka wajah menyeramkan.

Nama Tetek melek dan glundung plecek tidak asing dan mewarnai khasanah pemahaman masa kecil sebagai bagian dari tutur dan budaya. Tetek melek adalah nama dari tokoh dari kesenian kuda lumping yang memakai topeng seram dan biasanya mewakili atau menjadi pendamping ganongan dan Ditampilkan di sesi penutup seni kuda lumping. sementara untuk glundung plecek ingatan kuat menacap diilustrasikan sosok menyeramkan berupa hantu kepala yag bergelinding di gulita malam. Masa itu cerita glundung plecek cukup ampuh untuk menahan kita agar tidak keluar malam apalagi jalan jalan petang di seputar Pohon kelapa..

Tradisi tetek Melek dan Glundung Plecek dimasa pandemi (Pageblug) ini sebagai dari warisan budaya di kabupaten Tulungagung bagian selatan yang juga mencakup lereng perbukitan walikukun dan sampai saat ini masih dilestarikan sebagian masyarakat. Mengutip Idn times Jatim 19 maret 2020 - Bramanta Putra " Tolak Corona, Warga Tulungagung Pasang Topeng Tetek Melek,  Belasan warga RT 05/RW 02 Dusun Wajak, Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu, mempunyai tradisi sendiri untuk menangkal pandemi virus corona COVID-19. Mereka meletakkan topeng Tetek Melek, di teras rumah mereka." Mengilustrasikan sesuatu tak kasat mata yang memiliki potensi bahaya bagi umat manusia dengan bentuk  gambar menyeramkan tentu dimaksudkan sebagai pengingat untuk selalu waspada dan berhati hati.  Bahwa yang tidak terlihat itu ada dan mampu melumpuhkan. Visualisasi ini juga disatu sisi juga memberikan semangat bahwa manusia mampu menghadapi dan mengatasinya. Tetek melek dan Glundung Plecek tradisi penguat rasa menghadapi pandemi (Pagebluk). @iyi kolocokro @deny Kolocokro @sazuke angin utara Nek enek loro aku njaluk siji. 
 
Basecamp Kura Kura. Sabawana Mahacita Indonesia 3 Agustus 2020.- 23.21 WIB

SURVEY JALUR JELAJAH PERBUKITAN WALIKUKUN

 

CATATAN KEDUA : Ekspedisi perbukitan walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia.

Sekian waktu diskusi melalui chat Whatsapps dengan sahabat @ahmad iyi kolocokro, hari ini 31 Juli 2020 rencana detail explore penjelajahan kami gelar dengan melaksanakan survey kunjungan ke empat titik jalur masuk Perbukitan Walikukun. Supaya lengkap kami ambil empat jalur di empat kecamatan. Kami membagi menjadi 4 bagian mulai dari Sisi timur, Sisi tengah bagian satu, Sisi tengah bagian kedua dan sisi barat supaya dalam ekspedisi ini kali lebih detail dalam menelusuri Perbukitan Walikukun 

Sisi bagian timur melalui Makam Ngolo Desa Betak Kecamatan Kalidawir. Sisi tengah bagian satu melalui Argo Patok Candi Dadi  Desa Junjung Kecamatan Sumbergempol. Sisi tengah bagian kedua melalui Goa Selomangkleng Desa Sanggrahan Kecamatan Boyolangu dan Sisi barat melalui Desa Tanggung Kecamatan Campurdarat.

Kami juga mencoba untuk mencari referensi dengan meminta informasi dengan warga sekitar yang sudah terbiasa turun naik Perbukitan Walikukun mengenai spot spot penting yang mana kami belum pernah tau dari penjelajahan penjelajahan sebelumnya. Hari ini kami mendapat informasi penting tentang tentang spot Perbukitan Walikukun yang jarang terjamah seperti watu ulo, sumber panguripan, sumber bendo, watu keris dan beberapa goa-goa termasuk informasi flora dan fauna di Perbukitan Walikukun. Tidak lupa kami juga meminta bantuan baik support tenaga, informasi, dukungan dari kawan kawan Pecinta Alam Kolocokro yang begitu dekat dan memiliki ikatan yang kuat dengan perbukitan walikukun @ahmad kolocokro @deny kolocokro @mbahdut @andre asmara. Tak lupa kami juga butuh banyak berdiskusi dengan friend @suzuke angin utara yang paham detail titik peradapan bumi ngrowo khususon di perbukitan walikukun. Lebih mantapnya nanti kita ngopi bareng di lereng perbukitan walikukun 
 
Basecamp Kura Kura Sabawana Mahacita Indonesia 31 Juli 2020- 21.21WIB

AROMA POHON CENDANA DI TEBING WATU SLENDANG GUNUNG BUDEG

 

Catatan Pertama : Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana Mahacita Indonesia
Bagi yang sering mendaki Gunung Budeg tentu tak asing lagi dengan tebing Watu Selendang. Watu Selendang menjadi salah satu rute terekstrim dari jalur pendakian Gunung Budeg karena jalur lintasannya berada diantara tebing setinggi kurang lebih 10 meter dan di sebelahnya jurang yang cukup dalam. Bagi yang sudah sering mendaki mungkin sudah menjadi hal yang biasa namun bagi yang pertama cukup membuat ciut nyali, deg deg ser, mendebarkan dan tentunya menegangkan.

Beberapa kali mendaki Gunung Budeg saat melintasi Tebing watu Selendang ada sesuatu yang khas bagi saya atau mungkin juga bagi sebagian teman pendaki lain. Aroma harum cendana terkadang halus terserap indera penciuman yang  membuat bulu kuduk berdiri jika mendaki di malam hari. Tidak hanya di malam hari pernah juga di siang hari tercium aroma wangi cendana ketika melintas di Watu Selendang. Begitu pula di lokasi camp pada  puncak Gunung Budeg dari asap asap perapian juga terkadang tercium wangi aroma Cendana.

Menurut tutur dan cerita warga lereng Gunung Budeg tentang Pohon Cendana. Dahulu ketika pasca reformasi banyak pemburu kayu cendana di Gunung Budeg. Maraknya perburuan kayu tersebut karena nilai ekonomis pohon cendana sangat tinggi. Para pemburu kayu cendana saat itu di dominasi warga luar daerah. Cerita mistis pun turut menyertai ketika perburuan sudah keterlaluan hingga  beberapa warga lokal dirasuki makhluk halus yang konon menyatakan sebagai Danyang penghuni Gunung Budeg. Makhluk astral itu pun menyampaikan ultimatum untuk menghentikan perburuan kayu Cendana karena telah merusak tatanan dan lingkungan rumah mereka. Apabila tidak segera dihentikan ancaman pun ditebarkan dengan mengerahkan seluruh bala pasukan kasat mata dengan segenap kekuatan bongso lelembut, bongso alus untuk meruntuhkan tebing tebing Gunung Budeg. Rasanya ngilu dan ngeri jika batu batu besar itu runtuh dan luluh. Tebaran Ultimatum tersebut segera disikapi dan direspon warga dengan memberikan larangan untuk merambah pohon cendana di Gunung Budeg. Cerita ini cukup menarik sebagai bagian dari kearifan lokal yang di kemas dalam tutur cerita  Guna melestarikan lingkungan disekitar Gunung Budeg

Tidak kalah seru cerita mistis di seputar Watu Selendang dari penuturan sahabat mbolang. Suatu ketika mendaki Gunung Budeg dimalam hari dan kebetulan tepat di bulan purnama saat tiba di tebing Watu selendang sekitar jam 01.00 WIB. Ada kejadian mistis dan fenomena keganjilan di luar nalar. Beberapa meter di jalur lintasan pada salah satu sisi tebing terlihat jelas sosok tangan besar melambai lambai keluar dari batu tebing namun sekejap kemudian lenyap. Menurutnya begitu jelas karena cahaya bulan cukup menerangi. Kejadian ini pun juga disaksikan oleh rekan mendakinya. Keduanya tercekat sejenak kemudian melanjutkan perjalannya dengan diam seribu bahasa. Baru ditempat yang dirasa nyaman mereka saling bercerita. Disetiap perjalanan harus berhati hati menjaga adap dan selalu berdoa berserah diri kepada Tuhan yang Maha Esa

Tentang pohon cendana mengutip halaman wikipedia Cendana, atau cendana wangi, merupakan pohon penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, serta sangkur keris (warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-abad.Masih di halaman wikipedia Kenyataan menunjukkan bahwa banyak pohon cendana yang tumbuh baik di atas tanah dangkal yang berbatu-batu. Hasil kayu yang terbaik diperoleh dari pohon cendana yang tumbuh di hutan-hutan terbuka pada tanah kurang subur dan berbatu. Pada tanah Hat (loam) yang subur, pohon cendana tumbuh baik dan cepat menjadi besar, tetapi kandungan minyaknya sangat rendah dan kualitasnya juga kurang baik. Pohon cendana tidak mempunyai toleransi terhadap tanah-tanah yang mengandung garam dan kapur yang tinggi, akan tetapi dapat toleran terhadap tanah yang mengandung natrium.

Hipotesa yang bisa saya saya sampaikan dari kesaksian, cerita dan referensi  bahwa Pohon cendana merupakan salah satu vegetasi yang menghuni Gunung budeg dan telah ada berabad abad lalu. Kemungkinan ditanam dan menjadi komoditi penting dan merupakan bagian dari ritual keagamaan merujuk pada  banyaknya peninggalan sisa  sejarah masa silam di seputar lereng Gunung Budeg. Pohon Cendana dapat tumbuh dengan baik sebagaimana kondisi tanah di Gunung Budeg. Dilereng lereng atas seputar Watu Selendang sampai dengan Puncak kemungkinan masih ada vegetasi ataupun sisa sisa dari Pohon Cendana.

Tugas kita bersama untuk menjaga dan melindungi kelestariannya supaya tidak di rusak oleh tangan usil dan jahil manusia. Penting Juga memberi wawasan dan edukasi bagi pendaki untuk turut serta melestarikannya. 
 
Basecamp Kura Kura Sabawana mahacita Indonesia 30 Juli 2020 - 15.04 WIB

CATATAN PEMBUKA EKSPEDISI PERBUKITAN WALIKUKUN 2020

 Ekspedisi Perbukitan Walikukun 2020 Sabawana mahacita Indonesia
 
Dari sudut ini dipuncak gunung Budek memandang lembah disebelah timur dengan deretan bukit-bukitnya. Selalu Ada banyak hal yang terus mendorong untuk mencari jawaban dari sekian pertanyaan mulai dari peninggalan sejarah, pra sejarah, Pohon walikukun, duri duri landak, Candi Dadi, dan puncak puncak lainnya di perbukitan ini. Guna menemukan jawaban itu, setelah dari Sekian kali berdiskusi dan ngobrol dengan sahabat-sabahat yang suka merambah, mbolang dan menjelajah Perbukitan Walikukun maka kami dengan sedikit pertimbangan memutuskan segera melaksanakan ekspedisi menelusuri lebih detail tentang Perbukitan Walikukun. Perbukitan Walikukun terletak di kecamatan Boyolangu tulungagung. Beberapa puncak yang menurut kami eksotis berderet berjajar dari Barat ke Timur mulai dari Gunung Budek (Argo tuli), puncak candi dadi (Argo Dadi),  Argo Podo, Argo Butak, Argo Gambar Jaran,  Argo Jonggrong dan Argo Watu Mletek. 

Literatur, catatan dan dokumentasi yang telah di publikasikan mengenai Perbukitan Walikukun sejauh ini bisa kami katakan minim. Apabila kita search menelusuri digoggle tentang Perbukitan Walikukun yang muncul hanya beberapa catatan perjalanan seputar Gunung Budek (Argo Tuli) dan Candi Dadi atau beberapa tulisan mengenai catatan sejarah dilereng perbukitan walikukun yang mana kondisinya saat ini masih banyak tersebar peninggalan sejarah.  Ada dua titik puncak diantara berderet puncak di perbukitan walikukun yang sering didaki yaitu Gunung Budek (Argo tuli) dan Candi Dadi. Kedua lokasi ini memiliki view pemandangan indah yang menyejukkan mata dan membutuhkan adrenalin tinggi untuk mencapainya.
 
Berangkat dari berbagai penelusuran jelajah yang mengambil medan perbukitan walikukun baik dalam event lintas alam, pendakian, penghijauan atau event alam bebas lainnya  maka kami berencana merekam segala cerita mulai vegetasi, fauna,  adat istiadat, sosial kemasyarakatan, tradisi budaya, sejarah, pra sejarah, jalur treking dan pendakian puncak puncak hits melalui catatan perjalanan dalam ekspedisi Perbukitan Walikukun.

Ekspedisi ini tentunya kami tidak sendiri, Dukungan mitra mbolang sangat  kami butuhkan dan pastinya mitra yang mampu memandu mengantarkan menuju detail Perbukitan Walikukun. Setelah japri dan kontak sana sini, kepada kawan rekan dan sahabat akhirnya kami mendapatkan bantuan dukungan dengan segenap kerelaan nantinya bersedia menemani dan mengantarkan menuju detail Perbukitan Walikukun. Penjelajahan ini nantinya  akan benar dinikmati, bertahap santai dan tidak terburu buru, berulang ulang dan pasti sering banyak jeda untuk ngopi. Kamipun juga harus banyak memahami kondisi di masa pandemi begitupula dengan kesibukan sahabat kami dalam menunaikan kewajiban bekerja. Aksi lapangan nantinya kami rencanakan dengan Memanfaatkan kondisi jeda waktu libur kerja ataupun menjaring data informasi, referensi  dengan ngopi di seputar lereng Perbukitan Walikukun.

Empat bulan (Agustus-November 2020) cukup rasanya untuk mengakrabi Walikukun dengan segenap isinya 
 
Basecamp Kura Kura Sabawana Mahacita Indonesia


 

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...