BADAI
PASTI BERLALU.
Mendaki gunung dalam
cuaca ekstrem seperti saat ini sungguh luar biasa. Suatu perjalanan yang
menawarkan banyak rintangan dan hambatan. Dua hari yang menguras tenaga dan
memacu adrenalin. Mendaki gunung merbabu ( 3142 Mdpl ) dalam amukan badai.
Lebat hujan, kabut pekat menyergap, angin kencang menderu, melangkah di sisi jurang, 20 meter mendaki 2
menit istirahat dengan memanggul satu tas carier berisi alat dan logistic yang beratnya 10 Kg.
Resiko untuk di kelola
bukan di hindari. Bukan nekat tetapi penuh perhitungan. Berlatih efektif,
efisien dan tidak menunda waktu. Semua telah di kalkulasi terkait keamanan.
Mencapai titik terdekat dengan puncak, menunggu moment yang tepat untuk menggapai
tempat tertinggi ( Summit Attack ). Semangat
dan keberanian saja tidaklah cukup. Terkadang kita harus mencari kesempatan.
Berhenti bukan untuk kalah tetapi mencari strategi. Malampun di lalui dengan
mencekam terpojok dalam ceruk tebing diantara batu besar dan jurang. Tenda yang
menderit meliuk dan menari dalam alunan konser badai. Baju basah terganti
dengan pakaian kering, jaket yang berlapis-lapis, dan menyelusup di dalam kantong
tidur (sleping bag ). Benteng tangguh untuk melindungi ancaman hipotermia. Musuh utama pecandu
ketinggian.
Badai pasti berlalu,
gelap akan menjadi terang, dingin akan berganti panas dan itu harus selalu di
kobarkan dalam angan dan harapan. Tetap selalu yakin akan adanya perubahan.
Pagipun menghapus luka semalam. Menawarkan sejuta keindahan seiring surya yang
mengintip di singasana fajar. Satu kesempatan yang di berikan Tuhan di pagi ini
jangan di sia-siakan. Puncak syarif ketinggian ( altitude ) 3119 Mdpl tinggal 1,6 KM menunggu dalam tahta abadi di sana. Pelan-pelan saja asalkan konsisten. Mengukur
kemampuan dan mengawalinya lebih dini, pasti akan sampai di tempat tujuan. Saat
semua masil larut dalam suasana mencekam tadi malam dan sebagian takjub akan
keindahan pagi ini. Kamipun mengemas ( package
) peralatan dan logistic dan segera menapakkan kaki mengapai ketinggian.
Mental yang kuat
bersinergi dengan spiritual adalah benteng tangguh menghadapi tekanan keadaan.
Selalu yakin dan optimis bahwa badai ini akan segera berakhir. Setiap luka akan
mengering dan sembuh. Menyerah adalah kabut tipis yang memisahkan ruang sukses
dan gagal. Disaat satu langkah lagi semua harapan tercapai di situlah semua
beban mendorong kita untuk mengucapkan “aku
tak sanggup dan tak mampu lagi”. Menyerah lalu selesai sudah. Keraguan dan
bayang fikiran negative membelenggu energi kita untuk bergerak. Kesempatan
tidak akan datang untuk ke dua kali. Tidak ada waktu yang mundur dan kita tak
pernah hidup kembali di masa silam. Konsisten dan pasti. Melakukan detik ini atau tidak sama sekali.
Langkah mendaki
terakhir dan puncakpun tercapai. Puncak Gunung tempat untuk menundukkan
keangkuhan, Merasakan kehadiranNya lewat sujud syukur yang sahdu. Bumi tempat
berpijak serasa berguncang, angin yang bergemurun dasyat . Mendaki gunung
adalah Prototipe pilihan terbaik dalam menjalani hidup ini. pada dasarnya hidup
kita mendaki berjuang sampai di puncak dan kemudian turun kembali. Diantara tingkatan
terbaik dari tujuan mendaki gunung adalah “Untuk mengasah pribadi dan menemukan hakekat diri”.
Orang-orang yang memiliki tujuan seperti inilah orang yang mampu berguru pada
alam. Mereka mendaki gunung untuk menyendiri dan merenung guna mendapatkan
kedamaian dan pencerahan dari Tuhan dengan mengakrabi alam. Karena dengan
begitu mereka akan tahu bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
alam apalagi Tuhan. Tujuan mendaki gunung seperti ini tidak hanya bisa
dilakukan oleh para pertapa saja, yang biasanya mendaki gunung dan tinggal
disana dalam waktu yang cukup lama sampai mendapat ilmu. Namun, sebenarnya para
pendaki gunung biasa juga bisa memiliki tujuan seperti ini, kebanyakan para
pendaki yang sudah cukup berpengalaman biasanya mendaki gunung untuk tujuan
seperti ini. Mereka mendaki gunung bukan lagi untuk hobi atau mengejar
prestise, tetapi mereka mendaki karena “panggilan jiwa” yang harus terus dipenuhi.
Mereka seolah tak bisa hidup jauh dari gunung. Meskipun telah lama tidak
mendaki gunung, namun keinginan untuk mendaki itu pasti akan tetap ada karena
sudah menjadi kebutuhan. Mereka meyakini bahwa ada banyak pelajaran yang bisa
diperoleh dari mendaki gunung. Dengan mengakrabi alam, maka dengan sendirinya
alam akan mengajarkan banyak ilmu kepada kita.( I.E.S Dharma,
Filosofi Mendaki Gunung, 2008 )
Merasakan kegembiraan
di setiap suka dan duka hidup ini. Merayakan setiap kenyataan hidup apapun yang kita rasakan. Satu kalimat terkenang dalam Plakat kokoh yang berdiri di
Geger Sapi Gunung Merbabu. “ Kadang kita harus meninggalkan pesta meski pesta
itu belum usai “. In Memoriam RUSTAM M PAPINKA ( W221TJ ) Taluga 24 Februari
1987 Ekspedisi Ndugu-Ndugu Irian Jaya ( 1987 ) Wapeala Undip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar