Selasa, 05 Agustus 2014

BADAI PASTI BERLALU



BADAI PASTI BERLALU.

Mendaki gunung dalam cuaca ekstrem seperti saat ini sungguh luar biasa. Suatu perjalanan yang menawarkan banyak rintangan dan hambatan. Dua hari yang menguras tenaga dan memacu adrenalin. Mendaki gunung merbabu ( 3142 Mdpl ) dalam amukan badai. Lebat hujan, kabut  pekat menyergap,  angin kencang menderu,  melangkah di sisi jurang, 20 meter mendaki 2 menit istirahat dengan memanggul satu tas carier berisi  alat dan logistic yang beratnya 10 Kg. 
Resiko untuk di kelola bukan di hindari. Bukan nekat tetapi penuh perhitungan. Berlatih efektif, efisien dan tidak menunda waktu. Semua telah di kalkulasi terkait keamanan. Mencapai titik terdekat dengan puncak, menunggu moment yang tepat untuk menggapai tempat tertinggi ( Summit Attack ). Semangat dan keberanian saja tidaklah cukup. Terkadang kita harus mencari kesempatan. Berhenti bukan untuk kalah tetapi mencari strategi. Malampun di lalui dengan mencekam terpojok dalam ceruk tebing diantara batu besar dan jurang. Tenda yang menderit meliuk dan menari dalam alunan konser badai. Baju basah terganti dengan pakaian kering, jaket yang berlapis-lapis, dan menyelusup di dalam kantong tidur (sleping bag ). Benteng  tangguh untuk melindungi  ancaman hipotermia. Musuh utama pecandu ketinggian.
Badai pasti berlalu, gelap akan menjadi terang, dingin akan berganti panas dan itu harus selalu di kobarkan dalam angan dan harapan. Tetap selalu yakin akan adanya perubahan. Pagipun menghapus luka semalam. Menawarkan sejuta keindahan seiring surya yang mengintip di singasana fajar. Satu kesempatan yang di berikan Tuhan di pagi ini jangan di sia-siakan. Puncak syarif ketinggian ( altitude ) 3119 Mdpl tinggal 1,6 KM menunggu  dalam tahta abadi di sana.  Pelan-pelan saja asalkan konsisten. Mengukur kemampuan dan mengawalinya lebih dini, pasti akan sampai di tempat tujuan. Saat semua masil larut dalam suasana mencekam tadi malam dan sebagian takjub akan keindahan pagi ini. Kamipun mengemas ( package ) peralatan dan logistic dan segera menapakkan kaki mengapai ketinggian.
Mental yang kuat bersinergi dengan spiritual adalah benteng tangguh menghadapi tekanan keadaan. Selalu yakin dan optimis bahwa badai ini akan segera berakhir. Setiap luka akan mengering dan sembuh. Menyerah adalah kabut tipis yang memisahkan ruang sukses dan gagal. Disaat satu langkah lagi semua harapan tercapai di situlah semua beban mendorong kita untuk mengucapkan “aku tak sanggup dan tak mampu lagi”. Menyerah lalu selesai sudah. Keraguan dan bayang fikiran negative membelenggu energi kita untuk bergerak. Kesempatan tidak akan datang untuk ke dua kali. Tidak ada waktu yang mundur dan kita tak pernah hidup kembali di masa silam. Konsisten dan pasti. Melakukan detik  ini atau tidak sama sekali.
Langkah mendaki terakhir dan puncakpun tercapai. Puncak Gunung tempat untuk menundukkan keangkuhan, Merasakan kehadiranNya lewat sujud syukur yang sahdu. Bumi tempat berpijak serasa berguncang, angin yang bergemurun dasyat . Mendaki gunung adalah Prototipe pilihan terbaik dalam menjalani hidup ini. pada dasarnya hidup kita mendaki berjuang sampai di puncak dan kemudian turun kembali. Diantara tingkatan terbaik dari tujuan mendaki gunung adalah “Untuk mengasah pribadi dan menemukan hakekat diri”. Orang-orang yang memiliki tujuan seperti inilah orang yang mampu berguru pada alam. Mereka mendaki gunung untuk menyendiri dan merenung guna mendapatkan kedamaian dan pencerahan dari Tuhan dengan mengakrabi alam. Karena dengan begitu mereka akan tahu bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam apalagi Tuhan. Tujuan mendaki gunung seperti ini tidak hanya bisa dilakukan oleh para pertapa saja, yang biasanya mendaki gunung dan tinggal disana dalam waktu yang cukup lama sampai mendapat ilmu. Namun, sebenarnya para pendaki gunung biasa juga bisa memiliki tujuan seperti ini, kebanyakan para pendaki yang sudah cukup berpengalaman biasanya mendaki gunung untuk tujuan seperti ini. Mereka mendaki gunung bukan lagi untuk hobi atau mengejar prestise, tetapi mereka mendaki karena “panggilan jiwa” yang harus terus dipenuhi. Mereka seolah tak bisa hidup jauh dari gunung. Meskipun telah lama tidak mendaki gunung, namun keinginan untuk mendaki itu pasti akan tetap ada karena sudah menjadi kebutuhan. Mereka meyakini bahwa ada banyak pelajaran yang bisa diperoleh dari mendaki gunung. Dengan mengakrabi alam, maka dengan sendirinya alam akan mengajarkan banyak ilmu kepada kita.( I.E.S Dharma, Filosofi Mendaki Gunung, 2008 )

Merasakan kegembiraan di setiap suka dan duka hidup ini. Merayakan setiap kenyataan hidup  apapun yang kita rasakan. Satu kalimat  terkenang dalam Plakat kokoh yang berdiri di Geger Sapi Gunung Merbabu. “ Kadang kita harus meninggalkan pesta meski pesta itu belum usai “. In Memoriam RUSTAM M PAPINKA ( W221TJ ) Taluga 24 Februari 1987 Ekspedisi Ndugu-Ndugu Irian Jaya ( 1987 ) Wapeala Undip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...