MEREKA YANG MERDEKA HIDUP DALAM AKSES YANG TERBATAS
Sajian realita
kehidupan yang sesungguhnya tergambarkan saat menelusuri pelosok-pelosok kehidupan
masyarakat pedesaan. Orang-orang yang menggunakan hati dalam bersikap dan bertindak di dalam lingkungannya.
Berada di lembah dan perbukitan mereka mengajarkan kepada kita bagaimana
berdamai dengan keadaan. Kita yang berada di tempat nyaman dan memiliki surplus akses yang jauh
lebih baik dari mereka begitu sulit ketika di hadapkan pada perubahan keadaan.
Sekejap listrik mati, ac rusak, motor mogok, dan berbagai masalah sepele
lainnya, umpatan dan keluh kesah begitu mudah meluncur dari mulut kita. Mereka
yang menyajikan nasi tiwul dan singkong rebus begitu bahagia menikmati
kesederhanaan. Menyikapi masalah dengan senyuman.
Saya menyebut mereka
pelatih bertahan hidup dengan sumberdaya yang terbatas. Mengajarkan cara
bersyukur dengan perbuatan tidak dengan perkataan. Saat air sulit di cari, betapa
bersyukurnya mereka ketika hujan datang. Menampung air hujan di bak tampung yang
di salurkan dari pipa-pipa yang pasang
di ujungi genting rumah mereka. Segelas air mineral yang tak akan pernah
sia-sia ketika kita suguhkan kepada mereka. Seringkali kita di ajarkan dengan
perkataan yang begitu apik dalam sesi seminar-seminar mahal tentang bersyukur,
tetapi perbuatan kita tanpa di sadari jauh dari makna bersyukur. Hidangan
makanan dan air mineral yang tersisa di gelas terbuang sia-sia di bak
sampah. Betapa mereka begitu menghargai makanan pemberian tuhan yang di
tumbuhkan dari ladang dan kebunnya. Disajikan
dalam nampan besar buah, biji-bijian
dan ubi untuk di santap bersama dan tiada yang tersisa habis sempurna. Mengalir
menjadi energy yang setiap pagi di salurkan di medan juangnya
Pelajaran berharga
tentang mengabdi pada profesi. Petani
yang terlatih sejak dini, Di masa kanak-kanak
sudah belajar mandiri mencarikan rumput
untuk hewan ternak ( asset yang menjadi kebanggaan keluarga petani ). dikebun dan
ladang belajar menanam wortel, kubis dan sayur-sayuran. Menikmati cuaca dingin
dan panas. Berlindung dengan selembar sarung multi fungsi yang di ikat pada
perutnya. Melewati hari, minggu, bulan dan tahun untuk satu pengabdian menjadi
seorang petani. Dari peluh mereka kita bisa menikmati segarnya sayuran dan
buah-buahan. Mereka yang berani dan rela hidup dan mati diantara lembah dan perbukitan yang damai.
Sekolah adalah suatu
hal yang berat bagi anak-anak mereka.
Pernah suatu ketika di pagi buta kira-kira jam 4 pagi sehabis melakukan
pendakian gunung. Menunggu truck perkebunan yang hanya setiap pagi turun dan
kembali di sore hari . Menempuh medan yang curam, jalan berkelak-kelok, berbatu
dan rusak. Pagi Itu di bak truck terbuka berjejal anak-anak usia SMP dan SMA ,
berangkat sekolah di mana sekolahnya hanya
ada di kecamatan bahkan di kota terdekat yang jaraknya 15 -25 KM. Tidak setiap hari mereka
bisa pulang. Menjadi anak Kos dengan bahan makanan yang di bawa dari rumah. Dua
minggu sampai sebulan sekali mereka bisa pulang dan berkumpul dengan
keluarga di rumah sederhana yang terselip di hamparan perbukitan. Biaya
sekolah dan hidup adalah persoalan yang berat bagi mereka tetapi pagi itu tiada kesedihan. Masih ada senyuman,
gelak tawa dan canda ria yang memecah keheningan. Begitu tersentuh ketika perjuangan anak-anak
negeri ini untuk bisa bersekolah di visualisasikan secara baik dalam beberapa film salah satu yang fenomenal
film Laskar Pelangi dan sekolah rimba.
Menikmati keterbatasan,
mereka hidup selaras dengan alam dengan menjaga tradisi dan budaya. Merawat
alam dengan kearifan local melalui cerita-cerita mistis, pamali dan legenda. Pada
gunung-gunung yang berbeda mereka ciptakan dongeng dan cerita yang di ajarkan
para leluhurnya. Melakukan ritual dari apa yang di yakini. Dari bermacam-macam
cara yang di lakukan ada benang merah yang sama yaitu ungkapan, tindakan dan
visualisasi dari rasa syukur atas anugerah Tuhan. Rasa syukur atas kesuburan tanah, segarnya udara, kejernihan
air, hasil hutan, dan hewan piaraan yang sehat. Limpahan sumber makanan
ditumbuhkan dan di besarkan dari gunung dan perbukitan. Kehidupan yang
tenteram. Dari ladang dan kandang kebutuhan logistic terpenuhi. Di area dengan sinyal telephon terbatas, akses terbatas,
sarana dan prasarana terbatas Mereka menikmati
kemerdekaan hidup di Indonesia Raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar