Minggu, 31 Agustus 2014

MEREKA YANG MERDEKA HIDUP DALAM AKSES YANG TERBATAS



MEREKA YANG MERDEKA HIDUP DALAM  AKSES YANG TERBATAS



Sajian realita kehidupan yang sesungguhnya tergambarkan saat  menelusuri pelosok-pelosok kehidupan masyarakat pedesaan. Orang-orang yang menggunakan hati  dalam bersikap dan bertindak di dalam lingkungannya. Berada di lembah dan perbukitan mereka mengajarkan kepada kita bagaimana berdamai dengan keadaan. Kita yang berada di tempat  nyaman dan memiliki surplus akses yang jauh lebih baik dari mereka begitu sulit ketika di hadapkan pada perubahan keadaan. Sekejap listrik mati, ac rusak, motor mogok, dan berbagai masalah sepele lainnya, umpatan dan keluh kesah begitu mudah meluncur dari mulut kita. Mereka yang menyajikan nasi tiwul dan singkong rebus begitu bahagia menikmati kesederhanaan. Menyikapi masalah dengan senyuman.

Saya menyebut mereka pelatih bertahan hidup dengan sumberdaya yang terbatas. Mengajarkan cara bersyukur dengan perbuatan tidak dengan perkataan. Saat air sulit di cari, betapa bersyukurnya mereka ketika hujan datang. Menampung air hujan di bak tampung yang di salurkan dari  pipa-pipa yang pasang di ujungi genting rumah mereka. Segelas air mineral yang tak akan pernah sia-sia ketika kita suguhkan kepada mereka. Seringkali kita di ajarkan dengan perkataan yang begitu apik dalam sesi seminar-seminar mahal tentang bersyukur, tetapi perbuatan kita tanpa di sadari jauh dari makna bersyukur. Hidangan makanan dan  air mineral yang  tersisa di gelas terbuang sia-sia di bak sampah. Betapa mereka begitu menghargai makanan pemberian tuhan yang di tumbuhkan dari ladang dan kebunnya. Disajikan  dalam nampan besar buah, biji-bijian  dan ubi untuk di santap bersama dan tiada yang tersisa habis sempurna. Mengalir menjadi energy yang setiap pagi di salurkan di medan juangnya

Pelajaran berharga tentang mengabdi pada profesi.  Petani yang terlatih sejak dini,  Di masa kanak-kanak  sudah belajar mandiri mencarikan rumput untuk hewan ternak ( asset yang menjadi kebanggaan keluarga petani ). dikebun dan ladang belajar menanam wortel, kubis dan sayur-sayuran. Menikmati cuaca dingin dan panas. Berlindung dengan selembar sarung multi fungsi yang di ikat pada perutnya. Melewati hari, minggu, bulan dan tahun untuk satu pengabdian menjadi seorang petani. Dari peluh mereka kita bisa menikmati segarnya sayuran dan buah-buahan. Mereka yang berani dan rela hidup dan mati  diantara lembah dan perbukitan yang damai.

Sekolah adalah suatu hal yang  berat bagi anak-anak mereka. Pernah suatu ketika di pagi buta kira-kira jam 4 pagi sehabis melakukan pendakian gunung. Menunggu truck perkebunan yang hanya setiap pagi turun dan kembali di sore hari . Menempuh medan yang curam, jalan berkelak-kelok, berbatu dan rusak. Pagi Itu di bak truck terbuka berjejal anak-anak usia SMP dan SMA , berangkat  sekolah di mana sekolahnya hanya ada di kecamatan bahkan di kota terdekat yang  jaraknya 15 -25 KM. Tidak setiap hari mereka bisa pulang. Menjadi anak Kos dengan bahan makanan yang di bawa dari rumah. Dua minggu sampai sebulan sekali mereka bisa pulang dan berkumpul dengan keluarga  di rumah sederhana  yang terselip di hamparan perbukitan. Biaya sekolah dan hidup adalah persoalan yang berat bagi mereka  tetapi  pagi itu tiada kesedihan. Masih ada senyuman, gelak tawa dan canda ria yang memecah keheningan.  Begitu tersentuh ketika perjuangan anak-anak negeri ini untuk bisa bersekolah di visualisasikan secara baik  dalam beberapa film salah satu yang fenomenal  film Laskar Pelangi dan sekolah rimba.

Menikmati keterbatasan, mereka hidup selaras dengan alam dengan menjaga tradisi dan budaya. Merawat alam dengan kearifan local melalui cerita-cerita mistis, pamali dan legenda. Pada gunung-gunung yang berbeda mereka ciptakan dongeng dan cerita yang di ajarkan para leluhurnya. Melakukan ritual dari apa yang di yakini. Dari bermacam-macam cara yang di lakukan ada benang merah yang sama yaitu ungkapan, tindakan dan visualisasi dari rasa syukur atas anugerah Tuhan. Rasa syukur atas  kesuburan tanah, segarnya udara, kejernihan air, hasil hutan, dan hewan piaraan yang sehat. Limpahan sumber makanan ditumbuhkan dan di besarkan dari gunung dan perbukitan. Kehidupan yang tenteram. Dari ladang dan kandang kebutuhan logistic terpenuhi. Di area dengan sinyal telephon terbatas, akses terbatas, sarana dan prasarana  terbatas Mereka menikmati kemerdekaan hidup di Indonesia Raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...