KITA DI BERI MAKA KITA MEMBERI
“Jangan meninggalkan sesuatu selain jejak kaki
dan jangan mengambil sesuatu selain gambar” satu kutipan komitmen untuk tidak
merusak alam bagi para pendaki gunung
yang begitu luhur tetapi sulit
jika di terapkan. Mendaki gunung tidak boleh mengeksploitasi apapun yang ada di dalamnya. Mendaki gunung hanya
untuk kepentingan penelitan, olahraga dan rekreasi. Melarang kita melakukan
tindakan vandalisme, berkegiatan yang merusak flora fauna hutan dan mengotorinya
dengan sampah. Ada beberapa
pertanyaan ketika kita mendaki gunung. Apakah
jejak kaki tiada meninggalkan seekorpun serangga dan semut
yang mati terinjak ? apakah tenda yang kita dirikan tidak membuat satupun
rumput menjadi layu?. Memang tiada
kesenggajaan tetapi efeknya sama saja. Pasti ada sesuatu yang mesti di
korbankan dan ada mahluk hidup yang akan di rugikan.
Terasa sulit
menghindari efek menyakiti alam ketika mendaki gunung. Komitment di atas
jika benar-benar di pegang teguh hanya mengurangi efek tetapi tidak
menghilangkan efek merusak. Hanya faktor ketidaksengajaan yang akan muncul
meniadakan faktor kesengajaan. Sayapun sendiri sulit melakukan tidak
mengekspoitasi alam. Mendaki gunung tetap menjumput segengam tanah puncaknya
untuk di bawa, menikmati keindahan dan keunikan di dalam botol kaca. Satu
prinsip yang harus di tindaklanjuti “ kita di beri maka kita memberi “. Gunung
telah banyak memberi manfaat pada kita
baik secara material maupun imaterial, mengenalkan pada luasnya dunia,
memberikan makna keindahan, memberikan energy dari tanaman dan buah –buahan,
memberikan sumberdaya material dan kesuburan.
Berdarma untuk gunung
adalah dengan menjaganya. Menanam pohon dan menghijaukannya. Berusaha tidak mengexploitasi untuk kepentingan
materialitas. Terjadi kini, muda-mudi berambisi
mencapai tahta puncak tertinggi menapak tilas novel-novel percintaan, apalagi
mengorbankan bunga abadi untuk pembuktian cinta sejati. “ Ironis”, Sungguh
melenceng dari hakikat mendaki gunung. Gunung adalah tempat menempa kedewasaan
dan mengajarkan keberanian , mengasah mental dan kepekaan. Menjadikan sehat
jasmani dan rohani. Sudah selayaknya
kita memberi. Sedikit mengganti apa yang telah gunung berikan dan apa yang
telah gunung korbankan.
Beberapa saat lalu,
ketika mendaki salah satu bukit dan mengikuti event penghijauan. Celetuk ide
luar biasa lahir dari teman mendaki.
Menembak masalah tepat pada sasaran.
Lugas dan tegas, “Mengapa kita menanam jati, sengon, jabon dan mauni di
bawah bukit yang mana sebelum mencapai
usia saja daunnya habis untuk makan ternak? Kenapa kita tidak menangkap
persoalan nyata bahwa sekawanan kera
menyerang lahan pertanian penduduk di sekitar bukit karena kurangnya pangan di
habitatnya. Mari kita tanami saja lereng atasnya dengan buah- buah cerry yang mudah
hidup di bebatuan agar kelak koloni kera bisa menikmatinya dan tidak perlu jauh
turun ke bawah merusak lahan pertanian penduduk.
Mengasah kepekaan
tidaklah mudah butuh waktu dan proses pembelajaran dari pengalaman-pengalaman.
Kedekatan pada gunung itulah yang membuat kita memahami apa yang sebenarnya di
butuhkan. Keseimbangan dan keselarasan. Melestarikan, merawat dan menjaganya
toh sebenarnya kita telah melestarikan, merawat dan menjaga diri kita sendiri.
Kita harus selalu menyadari bahwa tempat kita berpijak ini berada di jalur
cincin api . Tempat gunung api bermukim. Tempat
tanah subur dan kedasyatan letusannya
melegenda. Anugerah atau musibah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar