Senin, 04 Agustus 2014

KITA DI BERI MAKA KITA MEMBERI



KITA DI BERI MAKA KITA MEMBERI

 “Jangan meninggalkan sesuatu selain jejak kaki dan jangan mengambil sesuatu selain gambar” satu kutipan komitmen untuk tidak merusak alam bagi para pendaki gunung  yang begitu luhur tetapi  sulit jika di terapkan. Mendaki gunung tidak boleh mengeksploitasi apapun  yang ada di dalamnya. Mendaki gunung hanya untuk kepentingan penelitan, olahraga dan rekreasi. Melarang kita melakukan tindakan vandalisme, berkegiatan yang merusak flora fauna hutan dan mengotorinya dengan sampah.  Ada beberapa pertanyaan  ketika kita mendaki gunung. Apakah  jejak kaki tiada  meninggalkan seekorpun serangga dan semut yang mati terinjak ? apakah tenda yang kita dirikan tidak membuat satupun rumput menjadi layu?.  Memang tiada kesenggajaan tetapi efeknya sama saja. Pasti ada sesuatu yang mesti di korbankan dan ada mahluk hidup yang akan di rugikan.
Terasa  sulit  menghindari efek menyakiti alam ketika mendaki gunung. Komitment di atas jika benar-benar di pegang teguh hanya mengurangi efek tetapi tidak menghilangkan efek merusak. Hanya faktor ketidaksengajaan yang akan muncul meniadakan faktor kesengajaan. Sayapun sendiri sulit melakukan tidak mengekspoitasi alam. Mendaki gunung tetap menjumput segengam tanah puncaknya untuk di bawa, menikmati keindahan dan keunikan di dalam botol kaca. Satu prinsip yang harus di tindaklanjuti “ kita di beri maka kita memberi “. Gunung telah banyak memberi  manfaat pada kita baik secara material maupun imaterial, mengenalkan pada luasnya dunia, memberikan makna keindahan, memberikan energy dari tanaman dan buah –buahan, memberikan sumberdaya material dan kesuburan.   
Berdarma untuk gunung adalah dengan menjaganya. Menanam pohon dan menghijaukannya. Berusaha  tidak mengexploitasi untuk kepentingan materialitas. Terjadi kini, muda-mudi berambisi  mencapai tahta puncak tertinggi menapak tilas novel-novel percintaan, apalagi mengorbankan bunga abadi untuk pembuktian cinta sejati. “ Ironis”, Sungguh melenceng dari hakikat mendaki gunung. Gunung adalah tempat menempa kedewasaan dan mengajarkan keberanian , mengasah mental dan kepekaan. Menjadikan sehat jasmani dan rohani.  Sudah selayaknya kita memberi. Sedikit mengganti apa yang telah gunung berikan dan apa yang telah gunung korbankan.
Beberapa saat lalu, ketika mendaki salah satu bukit dan mengikuti event penghijauan. Celetuk ide luar biasa lahir dari teman mendaki.  Menembak masalah tepat pada sasaran.  Lugas dan tegas, “Mengapa kita menanam jati, sengon, jabon dan mauni di bawah bukit  yang mana sebelum mencapai usia saja daunnya habis untuk makan ternak? Kenapa kita tidak menangkap persoalan nyata  bahwa sekawanan kera menyerang lahan pertanian penduduk di sekitar bukit karena kurangnya pangan di habitatnya. Mari kita tanami saja lereng atasnya dengan buah- buah cerry yang mudah hidup di bebatuan agar kelak koloni kera bisa menikmatinya dan tidak perlu jauh turun ke bawah merusak lahan pertanian penduduk.
Mengasah kepekaan tidaklah mudah butuh waktu dan proses pembelajaran dari pengalaman-pengalaman. Kedekatan pada gunung itulah yang membuat kita memahami apa yang sebenarnya di butuhkan. Keseimbangan dan keselarasan. Melestarikan, merawat dan menjaganya toh sebenarnya kita telah melestarikan, merawat dan menjaga diri kita sendiri. Kita harus selalu menyadari bahwa tempat kita berpijak ini berada di jalur cincin api . Tempat gunung api bermukim. Tempat  tanah subur dan kedasyatan letusannya  melegenda.  Anugerah atau musibah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PILIH JALANMU SENDIRI UNTUK MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG TELOMOYO

Banyak alternatif sarana untuk melakukan perjalanan. Mungkin kamu mempercayakan pada kedua roda motormu, Kokohnya empat roda mo...