LOGISTIK
Menempuh medan-medan Napak tilas
di bulan Oktober dan November yang setiap tahunnya selalu hadir melalui
event-event tahunan seperti Napak Tilas Route gerilya Jendral Sudirman atau
gerak jalan Mojokerto –Surabaya tidak hanya memuaskan dahaga petualangan
tetapi ada makna yang begitu luar biasa
tentang bagaimana para pejuang meramu cara untuk satu tujuan yaitu Indonesia
merdeka. Mendaki gunung sebagai salah satu cara menjalankan taktik perang Panglima
Jendral Sudirman dan para prajuritnya mendaki gunung dan perbukitan di daerah
jawa tengah untuk menjalankan taktik perang gerilya melawan Belanda, demikian
pula Pahlawan Supriadi memimpin pasukan gerilya dengan menjelajahi kawasan
gunung kelud di sekitar daerah Blitar-Jawa Timur.( (I.E.S Dharma, Filosofi
Mendaki Gunung, 2008 ).
Jenderal Sudirman merupakan salah
satu sosok yang bisa di jadikan tauladan, dengan segenap keterbatasan fisik (
satu paru-paru anfal ) beliau tidak pernah mengeluh . Berani” blusukan “ ke
hutan bukan untuk pencitraan tetapi untuk menerapkan strategi perang gerilya.
Bukan untuk mencari dukungan tetapi rakyat dan pejuang bahu membahu ikhlas
mendukung. Berkoordinasi dalam setiap keterbatasan di tepian sungai dan
perbukitan. Menyerang( hit and run) bukan berarti pengecut tetapi itu taktik dari
kecerdasan logika akan kalah senjata. Batu-batu besar yang dingin itu menjadi
saksi kekuatan spiritual si Jenderal. Tempat ruku dan sujud untuk menguatkan
keyakinan atas segala kuasa sang pencipta. Pertempuran Gunung Hutan melalui strategi
Gerilya yang di lakukan Jendral Besar Sudirman berikut pasukannya terbukti
efektif dalam mensiasati kalah persenjataan dengan militer musuh. Atau perang
kota jarak dekat dalam Pertempuran Akbar 10 November 1945 di Surabaya yang
butuh keberanian luar biasa dan begitu berbahaya di mana kekuatan motivasi dari
para ulama tentang fatwa shahid benar-benar mampu mengerakkan pemuda di daerah
untuk masuk ke Surabaya mengamuk melawan elite pasukan gabungan ( Inggris, Gurkha
dan Belanda ) Pekik dan teriakan lantang. “ Alloh
Akbar, Merdeka atau Mati “, Setiap manusia yang hidup pasti akan mati tetapi
ketika mati pilihlah cara yang terhormat dan Syahid” adalah kalimat-kalimat
motivasi yang membuat hati dan sanubari bergetar.
Sungguh menarik mencermati saat melewati medan-medan napak tilas
bagaimana pejuang kita menyiapkan kekuatan logistik di pedalaman hutan,
perkampungan dan pelosok pelosok daerah yang tersamarkan oleh fihak musuh.
Berpindah pindah dan menyerang. Pejuang
dan rakyat tidak menempatkan kebutuhan logistic di satu tempat tetapi di sebar
dalam sub-sub logistic yang tidak mudah di jangkau oleh pasukan musuh. Kita
masih ingat juga dalam sejarah Bandung Lautan Api bagaimana Moh Toha gugur
dalam menunaikan misinya meledakkan gudang logistik persenjataan tentara Belanda. Melihat pada perlawanan sporadis
yang di lakukan jauh sebelum awal-awal kemerdekaan yang begitu mudahnya di
patahkan. Penjajah tidak hanya sukses menerapkan strategi adu domba dan pecah
belah tetapi juga upaya penjajah dalam memutus kekuatan di sisi logistik.
Perampasan hasil panen, meracuni air sungai yang melintasi basis pejuang,
mendirikan pos-pos militer di jalur-jalur logistik adalah salah satu bentuk
upaya dalam menghancurkan kekuatan pejuang dari sisi logistic.
Kesadaran tentang pentingnya
kekuatan logistic secara tidak langsung berperan besar dalam mendukung proses
kemerdekaan Indonesia. Kesadaran pentingnya logistic tentu harus juga kita
miliki terutama dalam bekerja mengisi dan mensyukuri nikmat kemerdekaan. Kita
bekerja membutuhkan logistic yang memadai. Tanpa kita sadari tinta printer dan
pena kita bisa habis untuk mencetak dan menulis, kertas-kertas yang kita pakai
bisa berkurang, kartu nama dan brosur yang kita berikan cepat habis, pamflet
yang kita pasang mudah usang. Tanpa ada bagian logistic yang menata usahakan
tentu sungguh merepotkan. Menghambat pertempuran marketing dalam persaiangan di
lapangan dan mengurangi pelayanan bagi back office operasional.
Membangun kekuatan logistik tidak
hanya memenuhi gudang dengan barang yang
tak pernah di ukur kualitas dan fungsinya.
Memperbanyak alternative serta pilihan seperti kalau bisa mengisi ulang kenapa
harus beli baru , jika dapat di daur ulang mengapa mesti beli lagi ,
bila dapat di perbaiki kenapa harus ganti.
Biaya yang di keluarkan dalam memenuhi sarana dan prasarana logistic
harus benar-benar efektif. Begitu juga bagi pejuang yang bertempur di lapangan
( Marketing ) jangan sampai tidak
memahami kebutuhan logistiknya. Ibarat bawa senapan tidak membawa amunisi. Ketersediaan Sales tools ( alat-alat sales )
di dalam tas marketing adalah bentuk kesadaran pentingnya kekuatan logistik.
Kembali menempuh medan Napak Tilas para pejuang. Betapa
nikmatnya ketika memasuki hutan
belantara, duduk di bebatuan sambil beristirahat membuka gudang logistik dalam
tas ransel ada setumpuk roti, sebotol
air minum, beberapa batang coklat. Gudang logistic yang kita gendong untuk
mempersiapkan kekuatan melawan musuh lapar dan haus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar